Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faisal Basri: Megapolitan Bukan Solusi Persoalan bagi Jakarta

Kompas.com - 29/06/2012, 02:42 WIB

Padahal, Jakarta punya modal amat baik. Lebih dari 30 persen penduduknya dalam usia produktif. Dengan modal itu, antara lain bisa diwujudkan Pulogadung sebagai kawasan teknologi informasi dan bioteknologi sekaligus tempat tinggal para pekerja sektor tersebut.

Membangun keadaban

Faisal kembali mengingatkan hakikat pembangunan kota yang berkeadaban. Artinya, membuka ruang bagi semua warga untuk mengaktualisasikan potensi terbaik yang dimiliki di tengah keberagaman, saling menghargai, dan toleransi. Karena itu, pembangunan tak boleh dilandasi gusur-menggusur. Pembangunan dengan menggusur tetap meninggalkan permukiman di sekitar perumahan mewah bertembok tinggi. Namun, warga permukiman kumuh akan amat kesulitan menjangkau pusat pelayanan publik yang disediakan di perumahan mewah.

Pembangunan dengan menggusur akan menimbulkan pergeseran nilai sosial. Pada awalnya, di satu kampung bermukim orang miskin dan mungkin juga berkepercayaan sama. Selanjutnya, masuklah orang kaya dengan latar belakang dan agama yang berbeda. Suatu saat, yang berbeda agama butuh tempat ibadah, tetapi diprotes warga miskin.

”Itu bukan karena persoalan tempat ibadah, melainkan karena si miskin benci sama si kaya,” kata Faisal.

Pembangunan, kata Faisal, juga harus memperhitungkan warga Betawi yang populasinya mencapai 27 persen penduduk Jakarta. Orang Betawi terpinggirkan atau tinggal di kantong kumuh di tengah kota. Pembangunan dengan menggusur dipastikan menurunkan nilai aset sekaligus memiskinkan orang Betawi.

Sebagai contoh, tanah mereka di tengah kota dihargai Rp 3 juta per meter dan dibeli untuk pembangunan proyek. Dengan luas tanah 100 meter persegi, mereka bisa mendapat uang Rp 300 juta. Namun, mereka terpaksa membeli tanah jauh di luar kota biarpun bisa mendapat lahan lebih luas. Akan tetapi, karena bekerja di Jakarta, mereka juga harus mengeluarkan biaya transportasi mahal. ”Untuk itu, kami ingin membangun Jakarta kota kita. Jakarta kampung kita. Jakarta rumah kita,” tutur Faisal.

Prosesnya, antara lain, dengan membebaskan sepertiga areal kumuh untuk pembangunan rumah susun 3-4 lantai yang layak untuk warga. Sepertiga bagian lain untuk fasilitas sosial, tempat bermain, dan prasarana olahraga. Sepertiga areal untuk pusat perbelanjaan modern. Seluruh aset kawasan itu harus menjadi milik warga. Keuntungan berupa peningkatan nilai properti akibat pembangunan juga akan dirasakan warga, bukan menjadi monopoli pengembang.

”Proses itu tentu bisa (dilakukan) karena pilkada saya tidak dibayari oleh mereka (pengembang). Begitu sederhana. Dari mana uang (untuk membangun)? Keluarkan surat utang karena pemerintah provinsi jika meminjam uang memiliki rating tinggi,” tutur Faisal.

Membangun kualitas

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com