Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaga Etika Ilmiah Survei

Kompas.com - 18/07/2012, 02:19 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah, peneliti, partai politik, dan pemangku kepentingan lain perlu segera merumuskan aturan main bagi lembaga survei yang marak saat pemilihan kepala daerah dan pemilu. Langkah ini diharapkan dapat menjaga etika ilmiah survei politik sekaligus menghindari komodifikasi dan manipulasi data.

Desakan itu mengemuka dalam diskusi ”Lembaga Survei, Ilmiah atau Dagang?” di Jakarta, Selasa (17/7). Acara yang dipandu intelektual muda Muhammadiyah, Abd Rohim Ghazali, itu menghadirkan pembicara calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Didik J Rachbini, dan peneliti PRIDE Indonesia, Agus Herta Sumarto.

Didik mengungkapkan, dari banyak lembaga survei, hanya beberapa yang cukup independen dan mempertahankan etika ilmiah. Sebenarnya boleh saja lembaga survei menjadi konsultan politik untuk pemenangan kandidat tertentu. Namun, itu harus dilakukan secara transparan atau hasil surveinya hanya ditampilkan untuk internal pemesan. Berbahaya jika lembaga survei mengaku independen, tetapi melabrak kode etik, bahkan menjadi alat kampanye untuk memengaruhi publik.

Tanpa aturan main, manipulasi data oleh sebagian lembaga survei bakal membuat politik karut-marut. Didik pun mendesak semua pemangku kepentingan untuk merumuskan aturan main bersama, termasuk ketentuan sanksi bagi pelanggar aturan itu.

Agus Herta Sumarto menilai, sebagian lembaga survei kini lebih menonjolkan unsur komersial daripada etika ilmiah. Itu terjadi karena jumlah pilkada di Indonesia banyak dan sering sehingga memberikan peluang bisnis miliaran rupiah. Dalam situasi ini, lembaga survei kadang merekayasa metode demi memberikan data sesuai pesanan.

Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR Al Muzzammil Yusuf menuturkan, hasil Pilkada DKI membuktikan, lembaga survei cenderung partisan dan berorientasi bisnis daripada menjaga idealisme keilmuan survei. Lembaga survei seharusnya memotret realitas sosial yang sebenarnya dan bukan memanipulasi hasil survei untuk kepentingan kandidat tertentu.

Muzzammil pun berharap, lembaga survei turut menjaga dan mendukung atmosfer demokrasi yang mendidik dan sehat dengan menyampaikan hasil survei yang sebenarnya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Cirus Surveyors Group Andrinof Chaniago mengatakan, lembaga survei harus membedakan diri ketika bertindak sebagai lembaga independen atau tim pemenangan kandidat tertentu. Untuk itu, saat mengumumkan hasil survei, terutama yang mendekati pemungutan suara, lembaga survei setidaknya harus menjelaskan sumber dana pelaksanaan survei.

”Masalah di lembaga survei Indonesia, sering kali mereka tidak membuat batas yang jelas ketika juga bertindak sebagai konsultan pemenangan. Untuk itu, mereka perlu menjelaskan sumber dana pelaksanaan survei, bahkan jika perlu sampai metodologi dan proses pengumpulan data. Jika survei itu dibiayai kelompok tertentu, mereka tidak boleh menyebutnya independen,” kata Andrinof yang juga Ketua Umum Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia.

M Qodari dari Indobarometer mengaku, sering ada klien yang memintanya untuk ditempatkan di posisi tertentu dalam survei. ”Saya menolaknya. Survei ini masalah kredibilitas. Lembaga survei akan dirugikan jika hasil surveinya sering berbeda dengan fakta di lapangan,” ucapnya. (IAM/NWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com