Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Kebakaran: Semoga Derita Ini Cepat Berakhir

Kompas.com - 30/07/2012, 13:13 WIB
Sabrina Asril

Penulis

Harus bangkit

Untuk sementara ini, Asiah memilih tinggal di posko pengungsian di Kelurahan Pekojan. Sementara itu, Supriyatin dan anggota keluarganya bersikeras tetap mendirikan terpal di halaman rumahnya yang gosong. "Nanti saja kalau malam saya pindah ke kolong jembatan," ucap Supriyatin.

Keduanya paham bahwa posko pengungsian itu tak selamanya ada. Bantuan dari para donatur pun tidak selamanya tersedia. Mereka harus bangkit, menata kembali kehidupan mereka. Sejumput harapan akan kembali mendapatkan rumah menjadi penyemangat kedua ibu tersebut. "Saya sangat berharap rumah ini kembali seperti dulu. Walaupun tidak sama, setidaknya bisa buat kami tinggal," imbuh Supriyatin.

Asiah pun memiliki harapan yang sama. Namun, untuk membangun rumah tentu diperlukan waktu yang tidak sedikit. Asiah pun menyadarinya. "Saya belum tahu mau ke mana. Tapi tadi warga banyak yang nawarin tinggal di kontrakan petak sebulan Rp 300.000. Sepertinya saya ambil itu. Uang nggak punya karena semua terbakar. Kita berharap bantuan dari pemerintah," ujarnya.

Butuh selimut dan mukena

Hari sudah semakin malam. Listrik di beberapa RW kawasan Pekojan belum juga menyala akibat kebakaran lalu. Sebagian besar warga, yang rumahnya tidak terbakar, memilih menggelar tikar di luar rumah. Memasang lilin seadanya. Sementara itu, ribuan pengungsi masih tumpah ruah di kantor kelurahan, halaman rumah warga lain, hingga kolong jembatan.

Di kelurahan, para pengungsi tampak masih ada yang menghabiskan santapan berbukanya. Sebagian beristirahat di karpet yang disediakan pemda. Sementara itu, kondisi memprihatinkan terjadi pada pengungsi yang tinggal di halaman rumah warga dan kolong jembatan.

Di halaman rumah warga, para pengungsi hanya bermodalkan kardus-kardus yang digelar. Yang berada di kolong jembatan, beberapa tidur di atas terpal dan beberapa yang tidak kebagian tempat membuat tempat sendiri dari kardus. Mereka tidur terlelap tanpa selimut meski udara malam itu cukup dingin akibat angin kencang.

"Dari kemarin kita belum kebagian selimut," ucap Supriyatin.

Di tengah nuansa Ramadhan, para pengungsi mengaku terkendala menjalankan ibadahnya. "Tidak ada mukena yang dibagikan, padahal biasanya ada kalau lagi kebakaran begini," ungkap Ati, yang terpaksa tidak bisa melakukan shalat magrib karena mengantre terlalu lama untuk menggunakan mukena milik warga lain.

Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Dinginnya malam membuat sebagian besar anak balita menangis. Para orangtua tampak berusaha menenangkan anak-anaknya. Mereka berharap agar derita ini segera berlalu. "Rasanya ingin sekali seperti dulu. Punya rumah. Sekarang kami seperti gembel," ujar Ati setengah bergumam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com