Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Mengapa Pilkada DKI Jakarta Istimewa

Kompas.com - 27/08/2012, 19:33 WIB
Alfiyyatur Rohmah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 memang sangat istimewa dan berbeda dengan pemilihan pada umumnya. Sikut-menyikut antar kandidat yang melebihi persaingan pada pemilihan presiden kerap terlihat menjelang pemilihan gubernur putaran kedua.

"Saya kira memang Pilkada DKI itu istimewa, karena memiliki posisi strategis dalam dua hal. Pertama, menyumbang power politics, karena kekuatan politik manapun yang memenangi Jakarta, tentu akan menjadi pintu masuk bagi penguasaan salah satu basis utama politik Indonesia. Mengingat DKI adalah jantung atau Ibu Kota RI." kata Gun Gun Heryanto, Pengamat Politik dari The Political Litercy Institute di Jakarta, Senin (27/8/2012).

Gun melanjutkan, strategi kedua tentu saja akses ekonomi. Sudah rahasia umum jika ekonomi nasional sirkulasinya digerakkan dari Jakarta. Jadi, Jakarta menjadi tempat mengendalikan sentra-sentra ekonomi yang sangat dibutuhkan oleh hampir seluruh kekuatan politik.

Gun mengatakan, persaingan memperebutkan DKI lima tahun ke depan menjadi sangat sengit karena akan melewati fase alih kepemimpinan nasional di 2014. Suhu politik ini akan eskalatif dan mencapai titik kulminasinya hingga 20 September. Rivalitas yang sudah terkonsentrasi pada dua kandidat itulah yang menyebabkan blocking dukungan kian menjadi-jadi.

Pengamat yang aktif memberikan pendidikan kepada kaum pemula ini menyebutkan, salah satu ekses berbagai strategi persuasi dan penetrasi para kandidat itu memang terdapat gesekan antar pendukung. Mulai dari gesekan yang soft hingga gesekan yang keras dan menjurus menghalalkan segala cara.

"Nah, kalau kita sederhanakan modusnya ada 3 aktivitas dominan yang dilakukan para kandidat. Pertama, political publicity, yakni memanfaatkan beragam momentum untuk terus mempopulerkan kandidat dengan menghindari item-item regulasi agar tidak dianggap pelanggaran kampanye. Misalnya kampanye di luar jadwal. Bentuk publicity seperti Foke membersihkan sampah di Ancol atau Jokowi membagikan makanan sahur, dan lain lain," kata Gun.

Gun melanjutkan, modus kedua adalah propaganda. Biasanya operasi yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara terorganisir. Bentuknya manipulasi psikologis untuk melegitimasi propagandis sekaligus mendelegitimasi lawan dari progandis.

"Ini saya lihat sudah marak terjadi, misalnya penyebaran video Youtube yang beredar beberapa hari lalu yang initimidatif. Ini kategorinya adalah teknik cardstaking dengan menekankan pada efek domino dari satu pernyataan atau tindakan agar membentuk atau mengarahkan kekitaan yang dimanipulatif secara psikologis," tambah Gun.

Modus ketiga, kata Gun, sering disebut kampanye menyerang, ada dua jenis kampanye menyerang, yaitu kampanye negatif (negative campaign) dan kampanye hitam (black campaign). Kampanye negatif merupakan menyerang kandidat lain dengan sejumlah data atau fakta yang bisa diverfikasi.

Dengan cara menampilkan fakta-fakta pendukung yang menjadi titik lemah dari kandidat lawan. Sementara kampanye hitam, menurut Gun, biasanya dilakukan dengan cara operasi bayangan, menyebar isu, gerakan sporadis provokasi untuk tidak memilih kandidat lawan, tetap penyebaran operasinya biasanya dilakukan oleh sumber yang anonim, tidak begitu jelas dan tidak mudah dilacak.

"Ini mirip-mirip kerja proganda, hanya saja biasanya sifatnya lebih spesifik dilakukan di masa kampanye. Kalau proganda dilakukan kapan saja," kata Gun.

Menyangkut intimidasi, ungkap Gun, kasus kepada Rieke bisa saja disebut sebagai teknik fear erousener. Pemilih atau orang-orang dekat kandidat dibuat dalam kondisi ketakutan. Sehingga, berpikir ulang untuk mendukung kandidatnya atau menebar ketakutan, agar orang-orang di lingkaran elit kandidat lawan tidak mudah melakukan penetrasi-penetrasi persuasi ke simpul-simpul suara pemilih.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com