Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Keramahan Pedagang Susu

Kompas.com - 11/09/2012, 01:47 WIB

Warga Desa Susukan, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tidak lagi menemukan susu kedelai langganan. Tak ada lagi sapa ramah penjaja susu. Tiga lelaki produsen susu kedelai menghilang dari rumah kontrakan di RT 03 RW 08, akhir pekan lalu.

”Biasanya mereka mengantar susu kedelai dengan sepeda, kemudian menaruhnya di warung-warung di sekitar sini. Susunya enak dan murah, hanya Rp 1.000 per kantong plastik,” kata Babay Suhaimi (44), warga RT 03 RW 04.

Tak ada praduga apa pun, kecuali hanya bertanya, pada keamanan produsen susu itu. Penasaran warga terjawab pada Senin (10/9) pagi seiring dengan pecahnya kegaduhan di Desa Susukan. Sekitar 50 anggota pasukan antiteror bersenjata menyerbu rumah pedagang susu, sebagian mendengar suara letusan senjata api. Warga terkejut saat tahu di rumah kontrakan pembuat susu kedelai itu ditemukan barang-barang berupa buku jihad, sarung tangan, kabel, dan magasin.

Polisi menyampaikan bahwa mereka menggerebek terduga teroris. Namun, rumah itu ternyata sudah tak berpenghuni. ”Saya tidak menyangka sering membeli susu yang dibuat tersangka teroris. Penampilannya biasa saja, seperti yang lain. Mereka selalu menyapa kalau bertemu,” kata Babay penasaran.

Peristiwa itu benar-benar mengejutkan warga. ”Pagi itu saya mau masak mi di dapur. Pintu depan diketuk, ternyata ada orang yang menyuruh saya pergi menjauh dari rumah,” kata Nurma (33).

Betapa terkejutnya Nurma karena kompleks rumah tinggalnya telah dikepung sepasukan polisi bersenjata lengkap. Ia segera menjauh ke rumah ketua RW yang terletak 50 meter dari rumahnya. Rumah Nurma terletak persis di depan rumah yang digerebek.

Menurut Nurma, suaminya adalah pemilik tanah kapling rumah yang dikontrak terduga teroris. Namun, rumah itu lalu dibeli seorang perempuan bernama Intan. ”Rumah kami jual Rp 45 juta, kemudian dikontrakkan oleh pemiliknya,” ujarnya.

Dodi (29), yang rumahnya berdempetan dengan rumah kontrakan itu, pun tidak percaya mereka terduga teroris. Tetangganya mengaku sebagai tukang memasang gipsum. Dodi sering mendengar deru mesin dari dalam rumah itu, tetapi dia tidak tahu kegiatan di dalam rumah.

Dekat stasiun

Di rumah kontrakan berukuran 6 meter x 6 meter itu terdapat dua kamar. Akses menuju rumah itu hanya dapat dilalui pejalan kaki dan kendaraan roda dua. Salah satu akses bisa melalui Perumahan Vila Asia Bojong Gede, Bogor. Lokasi rumah itu terletak sekitar 3 kilometer dari Stasiun Citayam, Depok, dan 3 kilometer dari Stasiun Bojong Gede.

Di RT 03 RW 08, Desa Susukan, Kecamatan Bojong Gede, hanya penghuni rumah itu yang belum melaporkan data kependudukan. Asri, Ketua RT 03, belum pernah berjumpa langsung dengan penghuni rumah. Menurut rencana, kemarin pagi Asri hendak ke rumah itu untuk mendata penghuni rumah. Namun, rencana ini urung sebab pasukan antiteror terlebih dahulu menggerebek rumah itu.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari warga setempat, mereka menempati rumah itu sejak pertengahan Juli 2012. Namun, rumah itu kemudian ditinggalkan penghuninya akhir pekan lalu. Tidak ada satu pun warga setempat yang mengetahui keberadaan ketiga lelaki penghuninya. Berdasarkan kesaksian para tetangga, penghuni rumah itu adalah tiga lelaki berumur 25-35 tahun, yang salah satunya bernama Anwar.

Lolosnya pengawasan warga juga terjadi pada penghuni Yayasan Panti Asuhan Pondok Bidara di Beji, Depok. Ketua RT dan RW setempat tidak mengetahui identitas mereka. Warga baru mengetahui setelah rumah yang dipakai terduga teroris itu meledak Sabtu lalu.

Pusat kota

Terduga lainnya, Yusuf Rizaldi, dikenal para tetangganya sebagai pria yang ramah. Dia mengontrak sebuah rumah berukuran 2,5 meter x 8 meter di Jalan Petojo Binatu V RT 09 RW 08 Nomor 18, Kelurahan Petojo Selatan, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

Sikap Yusuf yang terbuka dan mau bergaul dengan tetangga membuat para tetangga tidak menyangka kalau dia terlibat dalam jaringan teroris. Nama Yusuf muncul sebagai pengontrak di Beji, Depok. Akhir pekan lalu, bom meledak di Beji.

”Rumah ini semula dikontrak mertua Yusuf yang sudah almarhum. Sekarang rumah kontrakan ini diteruskan oleh anak perempuannya yang kemudian dinikahi Yusuf,” ujar Hasan, pemilik rumah kontrakan di Petojo Binatu.

Pasangan ini menikah pada 2004. Mereka dikaruniai anak kembar dan sampai sekarang tinggal di rumah kontrakan berwarna biru itu.

Istri Yusuf membuka warung kelontong di rumahnya, sedangkan Yusuf berdagang bubur saban pagi. Pria yang selalu berpakaian gamis dan berpeci itu berkeliling dengan mengendarai sepeda motor. Sesekali Yusuf juga menjalankan pengobatan alternatif bekam.

Pendapatan dari usaha itu dipakai menutupi sewa rumah seharga Rp 100.000 per bulan.

Rumah itu termasuk yang digerebek polisi pada Minggu dini hari. ”Namun, saat polisi datang, Rizal (Yusuf Rizaldi) tidak ada. Yang ada di rumah hanya istri dan anaknya,” ujar Abdul Gani, Ketua Lembaga Masyarakat Kelurahan Petojo Selatan, yang juga tinggal di RT 09 RW 08.

Berdasarkan keterangan istrinya, Yusuf tengah berada di Medan, Sumatera Utara, untuk menghadiri pernikahan adiknya. Yusuf pergi dari rumah kontrakan itu sejak Jumat.

Gani mengaku kaget mengetahui Yusuf diduga terlibat terorisme. Sepengetahuannya, tidak ada kegiatan mencurigakan yang dilakukan Yusuf selama ini. Dia juga rajin ikut kegiatan kerja bakti di lingkungan tersebut. ”Tetapi, dia tidak pernah terlihat shalat berjamaah di masjid,” ujar Gani.

(Prasetyo Eko P/ Andy Riza Hidayat/ Agnes Rita Sulistyawaty)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com