Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atasi Kemacetan Perlu Radikal

Kompas.com - 18/09/2012, 03:09 WIB

Jakarta, Kompas - Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto, Senin (17/9), mengatakan, perlu dilakukan langkah radikal untuk membalikkan komposisi penggunaan kendaraan pribadi dan kendaraan umum.

Salah satu langkah radikal yang diusulkan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) adalah penambahan 40.000 bus kota baru berukuran seperti bus Mayasari Bakti. Operasional bus ini diharapkan mengurangi jumlah perjalanan hingga 30 persen atau setara dengan 7,5 juta pengguna kendaraan pribadi.

”Kemacetan di Jabodetabek memerlukan upaya tidak biasa atau terobosan untuk mengurangi kemacetan pada 2014,” ujar Kuntoro.

Pengadaan bus ini dilakukan dalam kurun waktu satu tahun. Investasi yang dibutuhkan Rp 600 juta per unit atau sekitar Rp 25,5 triliun. Pengadaan bus dilakukan oleh pihak swasta.

Syarat lainnya adalah keterlibatan pemerintah untuk menganggarkan Rp 19 triliun guna perbaikan prasarana angkutan umum, meliputi penyediaan jalan yang memadai, halte, dan perangkat lain yang dibutuhkan untuk memperlancar operasional bus. Angka ini jauh di bawah alokasi pemerintah untuk subsidi BBM yang sudah mencapai Rp 137 triliun tahun ini.

Sejumlah kontrak juga harus dilakukan untuk menjamin pendapatan operator, pengadaan bus, dan pelayanan yang prima bagi penumpang bus.

Bus dioperasikan dengan sistem kontrak dan sudah meninggalkan sistem setoran. Kinerja operator dinilai dari ketepatan kedatangan bus di setiap halte yang dilayani di rute tertentu.

Operator akan mendapatkan konsesi mengelola rute dalam periode 6-7 tahun sesuai dengan kebijakan yang diatur Kementerian Perhubungan.

Dengan masifnya jumlah bus ini, diharapkan hal itu bisa memperpendek waktu kedatangan bus yang satu dan lainnya. Bus ini dioperasikan di jalur utama.

Sementara bus sedang dan kecil harus ditata ulang sehingga menjalankan fungsi sebagai angkutan pengumpan. Di sisi lain, pemerintah perlu menggunakan instrumen fiskal dan finansial untuk menekan kepemilikan kendaraan pribadi.

”Perjalanan bus bisa meningkat 20 kilometer per jam dalam kurun dua tahun. Saat ini, kecepatan perjalanan berkisar 5-10 kilometer per jam,” kata Deputi V UKP4 Nirarta Samadhi.

Ide langkah-langkah radikal pernah diungkapkan pengamat perkotaan Yayat Supriyatna. Namun, menurut dia, saat ini juga sangat diperlukan penegakan aturan yang tegas.

”Soal park and ride yang belum maksimal, parkir on street, sampai trotoar yang belum steril, juga jalur bus transjakarta. Ini, kan, butuh penegakan hukum. Hal itu, meski langkah kecil, jika dilakukan konsisten, pengaruhnya signifikan,” kata Yayat.

Transportasi berbasis rel

Peneliti senior Pusat Pengkajian, Perencanaan, dan Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor, Ernan Rustiadi, menambahkan, sudah seharusnya pemerintah, baik pusat maupun daerah Jabodetabek, bersama-sama fokus membangun transportasi massal berbasis rel yang saling terintegrasi.

Namun, amat disayangkan, hingga kini anggaran pemerintah untuk perkeretaapian atau moda transportasi berbasis rel masih terlalu kecil.

Padahal, pertumbuhan infrastruktur transportasi massal sudah tidak sesuai dengan pertumbuhan penduduk. Tahun 1961, penduduk Jabodetabek 5,9 juta jiwa atau 6,1 persen dari total penduduk Indonesia. Sementara tahun 2010, penduduk Jabodetabek sudah 11,26 persen atau 26,7 juta jiwa.

Arifin Rudiyanto, Direktur Pengembangan Wilayah pada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, mengatakan, masterplan transportasi Jabodetabek sudah disusun sejak lima tahun lalu, melibatkan sejumlah kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. ”Hambatannya pada dialog dan konsistensi pelaksanaan,” katanya.

Pertumbuhan penduduk yang masuk ke Jakarta juga sulit diprediksi. Karena itu, pertumbuhan ekonomi di luar Jakarta perlu didorong agar ”magnet” ekonomi tersebar. Sementara pertumbuhan ekonomi Jakarta dipertahankan stabil. (GAL/FRO/ART/NEL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com