Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsep RSF Perlu Dipelajari

Kompas.com - 30/10/2012, 03:57 WIB

Jakarta, Kompas - Konsep kampung deret yang disodorkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk mengatasi permukiman kumuh di bantaran Ciliwung tak sepenuhnya baru. Pada November 2011, pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI memiliki rencana resettlement solution framework.

Konsep itu juga pernah disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Sarwo Handayani.

Menurut Direktur Sungai dan Pantai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Pitoyo Subandrio, Senin (29/10), program penataan Ciliwung secara menyeluruh, resettlement solution framework (RSF), membutuhkan biaya sekitar Rp 2,1 triliun. Jika berjalan sesuai dengan target pelaksanaan proyek, program ini akan terealisasi tahun 2015.

Soal tempat relokasi, pihaknya berencana membuat sodetan Sungai Ciliwung di Kalibaru dan Kalibata. Dengan menyodet sungai 250 meter, didapatkan tanah cekungan bekas kali yang amat luas dan cukup guna membangun rumah susun sederhana sewa.

Saat ini, kata Pitoyo dan Sarwo, ada 71.000 keluarga atau sekitar 350.000 jiwa yang tinggal di bantaran Ciliwung di sekitar Manggarai, Bukit Duri, hingga Kampung Melayu. Tentu saja tak semua warga bantaran akan dipindahkan. Akan ada studi khusus mengkaji kawasan permukiman mana saja yang perlu direlokasi.

”Kalau ditinjau dari aspek lingkungan dan sosial, konsep RSF paling tepat. Mungkin Jokowi perlu mendalami dulu konsep RSF agar tak terjadi pengulangan selama proses perencanaan hingga pelaksanaan program,” kata arsitek lanskap Nirwono Joga.

Warga perlu dilibatkan

Kepala Jurusan Perencanaan Kota dan Real Estat Universitas Tarumanagara Suryono Herlambang mengingatkan, warga juga perlu diajak untuk melakukan konsolidasi lahan, dengan membentuk korporasi bersama.

”Dengan begitu, setiap kali ada kegiatan pembangunan di bantaran sungai, warga juga ikut menikmati hasil pembangunan itu. Mereka tidak lagi sekadar menjadi penonton semata,” ujarnya.

Persoalan penataan sungai, menurut Suryono, bisa dilakukan selama prosesnya benar, termasuk sejak perencanaan. Dengan begitu, hasilnya akan maksimal karena ada keterlibatan warga sedari awal.

Normalisasi sungai

Kini, pemerintah pusat juga sedang melakukan normalisasi dan penurapan atas tiga sungai utama yang berada di Kota Tangerang, Banten, terkait antisipasi banjir tahun 2012. Pelebaran dan penurapan dilakukan di Sungai Angke sepanjang 10 kilometer, penurapan Sungai Cirarap sepanjang 6,5 kilometer, dan normalisasi Sungai Perancis (anak Sungai Cisadane dan Sabi) sepanjang 4,5 kilometer.

Pemerintah Kota Tangerang juga sedang melakukan normalisasi dan penurapan 33 lokasi saluran pembuangan aliran dari sungai utama tadi.

”Dana dari pemerintah pusat yang dikucurkan untuk normalisasi dan penurapan sebesar Rp 181,63 miliar. Dari APBD Kota Tangerang, untuk saluran pembuangan Rp 10,44 miliar,” kata Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang Suparman Iskandar.

Suparman menjelaskan, pelebaran dan penurapan Sungai Angke baru dimulai tahun anggaran 2012 dan akan berlangsung hingga tahun 2014. ”Tahun ini, penyelesaian proyek pelebaran dan penurapan baru terealisasi 3 kilometer atau sekitar 30 persen,” katanya.

Pelebaran dan penurapan Sungai Angke ini, tambah Suparman, dapat mengurangi beban air yang masuk ke Sungai Mookervart dan Cengkareng Drain (Jakarta Barat).

Normalisasi di Sungai Perancis (anak dari Sungai Cisadane), sepanjang 1,6 kilometer merupakan kelanjutan proyek pemerintah pusat tahun 2009.

Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Tangerang Amal Herawan mengatakan, pada APBD 2012 terdapat 33 paket atau lokasi penurapan saluran pembuangan yang berasal dari sungai-sungai yang mengelilingi Kota Tangerang. Ke-33 lokasi itu antara lain saluran pembuangan Cibodas, Cisarung, Kali Apur, Sifon, dan Rawa Cipondoh.

Selain itu, dilakukan juga rehabilitasi turap di Total Persada, Pondok Arum, Puri Kartika, dan Wisma Tajur, kawasan yang menjadi langganan banjir. ”Dana penurapan 33 saluran pembuangan ini murni dari APBD tahun 2012,” kata Amal.

Selain penurapan dan pelebaran sungai beserta saluran pembuangan, kata Suparman, disiagakan juga 116 pompa air yang terdiri dari 95 pompa air diesel dan 11 pompa air listrik.

Selain itu, sudah terbangun 1.262 titik sumur resapan di wilayah rawan banjir.

”Tahun 2011 terdapat 25 lokasi rawan banjir. Sementara tahun 2012 turun menjadi 13 titik rawan banjir,” kata Suparman Iskandar.

Titik rawan banjir tersebut antara lain di Perumahan Ciledug Indah 1 dan 2, Kompleks Departemen Dalam Negeri, Puri Kartika, Total Persada, dan Wisma Tajur. (NEL/PIN/ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com