Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Raup Uang dari Sabut Kelapa

Kompas.com - 01/12/2012, 04:10 WIB

Oleh Kriz Razianto Mada

Sebagian orang memandang sabut kelapa hanya sebagai sampah. Namun, sabut kelapa menjadi tambang uang bagi Ady Indra Pawennari (39) sejak tiga tahun terakhir. Ady mendapat omzet hingga Rp 135 juta per bulan dari pengolahan sabut kelapa.

Pergulatan Ady di sabut kelapa bermula dari kejenuhan pada bisnis lamanya. Sampai tahun 2008, ia menggeluti bisnis konstruksi di Kepulauan Riau. Namun, bisnis itu sarat spekulasi dan butuh modal besar. ”Lama-lama saya jenuh seperti itu. Saya mulai cari usaha lain,” ujar pria kelahiran Sulawesi Selatan itu.

Seorang relasi mengajaknya mencari daerah penghasil kelapa. Awalnya, ia menyangka akan diajak berbisnis minyak kelapa. Sudah terbayang persaingan di bisnis yang sudah banyak pemain itu. ”Rupanya, dia mencari limbah dari pabrik minyak kelapa,” ujar Direktur PT Giant Energy Indonesia itu.

Ia diajak mencari sabut kelapa untuk diolah dan dipasarkan ke China. Pencarian membawanya ke Kecamatan Sungai Guntung, Indragiri Hilir. Di salah satu kabupaten di Riau tersebut, dihasilkan 3,6 miliar butir kelapa per tahun.

Di sana hanya daging kelapa yang diambil. Batok dan sabutnya menjadi sampah. Sebagian dipakai untuk menimbun rawa. Sebagian lagi dibakar dan menghasilkan polusi. ”Rupanya di negara lain sabut kelapa diolah menjadi produk yang lebih bernilai,” ujarnya.

Sabut kelapa diolah menjadi serat sabut (coco fiber) dan serbuk sabut (coco peat). Serat untuk industri kasur dan kursi, sedangkan serbuk untuk media tanam. ”Karena belum banyak pemain dan sudah ada pasar, saya masuk ke bisnis itu,” ujarnya.

Akhir tahun 2008, Ady banting setir ke sabut kelapa yang sama sekali baru. Ia juga meninggalkan Kepulauan Riau yang menjadi lahan kerjanya. ”Sebelum di bisnis kontruksi, saya kerja macammacam di Kepri,” ujarnya.

Dari Tanjung Pinang dan Batam yang relatif lebih maju, Ady pindah ke Sungai Guntung. Meski masuk Provinsi Riau, kecamatan itu lebih mudah diakses dari Kepri. Kondisinya seperti keadaan Batam tahun 1980-an. ”Banyak rawa, sepi, di mana-mana pohon kelapa. Tetapi, itulah tempat usaha baru saya dan harus dikembangkan,” ujarnya.

Di Sungai Guntung, Ady mendirikan pabrik pengolahan sabut kelapa. Karena belum paham, ia percayakan bisnis kepada relasinya. Salah satu bentuk kepercayaannya, Ady mau mendatangkan mesin pengolah dari China. ”Sayang, kemampuan dan umurnya tidak sesuai dengan promosi,” ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com