Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Enam Ruas Tol Tanpa Ujung

Kompas.com - 16/01/2013, 04:40 WIB

Selasa (15/1) pukul 14.00, ruang Balai Agung DKI Jakarta di Jalan Medan Merdeka Selatan ramai. Warga, akademisi, pejabat pemerintah pusat, aktivis lembaga swadaya masyarakat, dan mahasiswa menghadiri dengar pendapat proyek enam ruas jalan tol.

Sebagian datang karena diundang, sebagian lagi karena penasaran setelah membaca informasi media.

Pertemuan dimulai sesaat setelah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tiba bersama Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak. Pemandu acara Sekretaris Daerah DKI Jakarta Fadjar Panjaitan mempersilakan Direktur Utama PT Jakarta Tollroad Development Frans S Sunito memaparkan rencana pembangunan jalan tol. Pemaparan mantan pejabat Jasa Marga itu dilanjutkan Hermanto.

Keduanya mengatakan, enam ruas jalan tol dalam kota dibangun untuk menjawab kebutuhan luas jalan yang masih 6,26 persen dari luas wilayah. Angka ini jauh di bawah luas jalan di kota besar di dunia yang rata-rata 15 persen. Jalan tol itu akan mengakomodasi angkutan massal di salah satu lajurnya. Tak hanya itu, jalan tol juga dilengkapi dengan 17 bus bay, semacam tempat pemberhentian bus yang terhubung dengan moda angkutan massal lain.

”Enam tol ini dilengkapi dengan sembilan pintu masuk dan keluar,” kata Hermanto.

Pemaparan ini berjalan lancar, lengkap, disertai dengan gambar dan grafis.

Fadjar lalu membuka kesempatan kepada hadirin untuk memberikan komentar.

Pakar tata kota Yayat Supriatna memanfaatkan kesempatan pertama untuk menanyakan proses tender. Menurut dia, proses itu tidak transparan dan terburu-buru. Ia mengingatkan amanat Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Dalam ketentuan itu disebutkan ada syarat yang harus dipenuhi sebelum pembangunan enam jalan tol.

”Seharusnya sistem angkutan massal dibenahi dahulu, lalu ada pembatasan kendaraan. Lalu mengapa informasi mengenai tender sangat sedikit. Jika sudah ditenderkan, mengapa ada pertemuan ini?” katanya.

Sesaat setelah Yayat, pengajar Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, angkat bicara. Dia menuding ada pihak yang mengambil keuntungan dari persoalan kemacetan lalu lintas di Jakarta.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com