Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keterbatasan Penanganan, Evakuasi Warga Andalkan Gerobak dan Ban Bekas

Kompas.com - 22/01/2013, 02:55 WIB

Sejak Kamis pekan lalu sampai Senin (21/1), ribuan korban banjir di Jakarta mencoba bertahan hidup dalam keterbatasan. Samadi, Siti Halimah, dan kedua anak mereka memilih gerobak sebagai tempat perlindungan dari gempuran banjir di RW 04 Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara.

Keluarga yang mengaku tidak lagi memiliki uang itu tidur beralaskan kardus di gerobak. Padahal, gerobak itu sebenarnya hanya muat untuk tiga orang.

Saat malam, Samadi memilih bergantian berjaga dengan sang istri. Mereka bergantian asalkan kedua buah hati bisa tidur di tengah rendaman banjir.

Anggota tim SAR, AJ Simbolong, mengatakan, keluarga Samadi memilih bertahan di sekitar rumah daripada ikut evakuasi. ”Mereka tidak tahu harus tinggal di mana sebab tidak punya uang,” katanya.

Samadi dan keluarga bergantung pada pemberian makanan dari tim evakuasi dan pos pengungsian. Bahkan, Indah (8), anak Samadi dan Siti Halimah, terserang diare meskipun sudah ditolong tim kesehatan. Tidur di gerobak di tengah genangan air tanpa selimut mengakibatkan anak ini kedinginan, masuk angin, dan diare.

Campur kambing

Di tempat lain, pengungsian yang padat memaksa keluarga Neng Nurlaela (41) mengungsi di bengkel milik keponakan di Patrasana, Kresek, Kabupaten Tangerang.

Keluarga Neng tidur dengan beralaskan kasur. Mereka mengungsi karena kediamannya diterjang banjir setinggi 1,5 meter akibat Sungai Cidurian meluap. ”Kami mengungsi jam sembilan malam ketika air tinggi masuk rumah,” katanya.

Keluarga Neng masih sempat mengangkut kasur, bantal, pakaian, dan perlengkapan memasak ke bengkel sekitar 10 meter dari rumah yang diterjang banjir. Di bengkel itu, Neng mendirikan dapur darurat untuk bertahan hidup.

”Saya masak nasi, mi instan, dan tempe. Supaya irit, satu bungkus mi instan untuk dua orang,” tutur Neng sambil menunjukkan sisa nasi dan tempe. Untuk minum, mereka membeli air Rp 1.000 untuk 5 liter yang digunakan dalam sehari.

Bengkel itu berukuran panjang 5 meter dan lebar 4 meter, dari bambu, dan beratap terpal. Bengkel sederhana itu tidak memiliki pintu dan dinding. Neng merupakan satu dari 7.498 korban banjir. Luapan Sungai Cidurian merendam 1.200 rumah di enam desa, yakni Koper, Pasir Ampo, Patrasana, Talok, Kresek, dan Renged.

Salem (70), warga Patrasana, juga mengungsi ke tenda darurat yang didirikan sendiri. Tenda dari terpal yang ditopang tiang-tiang besi setinggi 3 meter itu pinjaman tetangga. Rumah Salem dihajar banjir 1 meter.

Selama mengungsi, keluarga Salem tidur dekat dengan lima kambing peliharaannya. ”Saya memang memelihara kambing milik orang lain. Saat banjir, ya terpaksa dibawa juga,” tuturnya.

Lima kambing dan tempat tidur darurat keluarga Salem hanya disekat jarak 1 meter oleh kain spanduk.

Meski tempat tinggal mereka sudah menjadi langganan banjir, Neng dan Salem berharap banjir segera surut. Jika banjir surut, tentu mereka bisa kembali ke rumah dan tak perlu tinggal di bengkel atau tenda darurat.

Dikejar banjir

”Banyak posko, tetapi tadi pagi saja saya tidak kebagian jatah makan. Padahal, saya cuma pergi sebentar cari popok untuk bayi saya,” kata Nana (27), warga Rawajati, Kalibata, Pancoran, yang turut mengungsi di bawah jembatan layang Kalibata.

Bantuan bagi para korban banjir, baik dari pemerintah maupun swadaya masyarakat, sesungguhnya amat banyak. Pakaian pantas pakai, misalnya, teronggok di beberapa posko banjir. Demikian juga dengan bantuan mi instan yang bertumpuk-tumpuk di beberapa lokasi.

Namun, hingga Senin kemarin, pengungsi di Rawajati masih kekurangan toilet bersih. Saat banjir besar melanda pertengahan pekan lalu, sebagian tempat pengungsian di bawah kolong jembatan itu pun kebanjiran.

”Rasanya seperti dikejar banjir. Rumah terendam sampai atap, sampai di sini ternyata tetap ada genangan juga,” kata Wati, warga.

Diakui korban banjir, tak ada tempat khusus yang telah disiapkan sebelumnya untuk lokasi pengungsian saat Sungai Ciliwung meluap. Padahal, hampir tiap tahun, sedikitnya ada empat RW di Rawajati dilanda banjir.

”Kami menyelamatkan diri dengan melihat pergerakan air. Kalau tinggi, kami pergi. Kalau surut, kami balik lagi,” kata Surkasih, warga Rawajati.

Keluarga Surkasih hanya membawa uang, pakaian, ijazah, dan akta berharga ke pengungsian. Mereka membiarkan rumah dan isinya rusak diterjang banjir. ”Nyawa kami lebih berharga,” ujarnya.

Selamatkan ibu hamil

Di Kedung Waringin, Kabupaten Bekasi, tim SAR menyelamatkan seorang warga stroke dan ibu yang akan melahirkan dari banjir akibat Sungai Citarum meluap.

Dalam evakuasi, tim SAR dan warga bahu-membahu menyelamatkan korban banjir. Perahu kecil, kasur, bahkan ban yang kurang standar untuk evakuasi pun terpaksa digunakan demi menyelamatkan nyawa korban yang terancam.

Begitu mendengar ada warga stroke, tim SAR langsung bergegas mengevakuasi. Sesaat setelah korban dibawa dengan ambulans, ada ibu yang akan melahirkan. Tanpa istirahat, tim SAR bergerak lagi menyelamatkan ibu hamil sehingga bisa melahirkan di rumah sakit terdekat.

”Tim SAR cepat merespons sehingga kedua warga itu selamat,” kata Kepala Kepolisian Resor Bekasi Kabupaten Komisaris Besar Isnaeni Ujiarto saat bakti sosial di Kedung Waringin.

Padahal, dengan hanya bermodalkan satu perahu karet, sedangkan permintaan evakuasi sangat banyak, tim SAR bekerja dalam tekanan besar. Untungnya, strategi mengutamakan warga yang kritis itu cukup jitu.(K14/K02/AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO/NELI TRIANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com