Kefamenanu, Kompas -
Direktur Program Studi Pengembangan Ekonomi dan Pembangunan Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, Tomas Ola, Rabu (20/2), di Kupang, menuturkan, keterlambatan pembahasan APBD itu terkait kisruh antara DPRD dan Bupati Timor Tengah Utara Raymundus Fernandes. Konflik terjadi sejak awal pelantikan Fernandes sebagai bupati tahun 2010. Sejumlah anggota DPRD Timor Tengah Utara tidak mengakui kepemimpinan Fernandes.
Tahun 2012 di Kupang, Gubernur NTT Frans Lebu Raya dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sudah menyelesaikan konflik itu. Namun, Tomas menilai anggota DPRD dan Bupati lebih memperjuangkan kepentingan kelompok dan terus berseteru. Pembangunan kesejahteraan rakyat pun terlupa.
Asisten III Sekretariat Daerah Timor Tengah Utara Tinus Toleo mengatakan, sesuai surat edaran Menteri Keuangan, APBD paling cepat ditetapkan akhir Desember 2012 dan paling lambat 31 Januari 2013. Sesuai jadwal sidang DPRD, seharusnya Rabu, 20 Februari 2013, adalah batas akhir pembahasan APBD.
”Keterlambatan ini membuat pemerintah belum bisa berbuat apa-apa karena tak ada anggaran untuk proyek dan lainnya. Program fisik, termasuk infrastruktur jalan, jembatan, dan fasilitas yang rusak, belum diperbaiki,” kata Tinus lagi.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPRD Timor Tengah Utara Gildus Bone mengatakan, penetapan APBD itu tak terlambat.
Di Kudus, penetapan APBD terganggu konflik antarpimpinan DPRD. Konflik itu menyebabkan pula dua sidang paripurna yang dipimpin satu pimpinan DPRD dianggap tidak sah oleh tiga pimpinan lainnya. Selama konflik itu, Ketua DPRD Kudus Tri Erna Sulistyawati membawa pulang stempel pimpinan DPRD Kudus.
Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Kudus Eko Djumartono mengatakan, akibat APBD belum ditetapkan, dana hibah sebanyak Rp 367,2 miliar terkatung-katung. Padahal, dana itu untuk pelayanan masyarakat.
Menurut Tri Erna, stempel pimpinan DPRD dibawa pulang agar tak disalahgunakan. Pemakaian stempel harus sesuai kesepakatan pimpinan.