Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Minta Penghapusan KRL Ekonomi Ditunda

Kompas.com - 27/03/2013, 01:56 WIB

Jakarta, Kompas - Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tundjung Inderawan mengatakan, PT KAI diminta menunda penghapusan kereta rel listrik ekonomi. ”Keberpihakan terhadap masyarakat yang tidak mampu harus tetap ada. Jika KRL ekonomi harus dihapus karena pertimbangan bisnis, monggo saja, tetapi jangan sekarang,” katanya, Selasa (26/3), di Jakarta.

Menurut Tundjung, sebaiknya KRL ekonomi non-AC tetap ada sampai sistem e-ticketing terpadu bisa berjalan. Sistem e-ticketing terpadu diperkirakan akan selesai pada Juni-Juli 2013.

”Sambil menunggu sistem itu selesai, sosialisasi tentang bagaimana proses pemberian subsidi kepada masyarakat yang berdaya beli rendah bisa berjalan baik harus dilakukan. PSO (public service obligation) itu tujuannya buat masyarakat berdaya beli rendah, jadi harus tepat sasaran,” ujar Tundjung.

Sistem e-ticketing akan memberikan hak bagi pemegang kartu gakin, kartu pintar, dan kartu sehat untuk menggunakan commuter line tanpa dipungut biaya. Tundjung membantah dihapuskannya KRL ekonomi karena sudah tak layak. ”Kalau soal mogok, bukan hanya KRL ekonomi yang pernah mogok. Commuter line juga pernah mogok. Jadi tak bisa dijadikan justifikasi. Yang penting keberpihakan,” ujarnya.

Perintah tertulis

Direktur Utama PT KAI Ignasius Jonan mengatakan siap menjalankan perintah penundaan penghapusan KRL ekonomi. Keputusan jalan atau tidak jalan adalah kewenangan Dirjen Perkeretaapian kepada PT KAI melalui kontrak penugasan. Namun, keputusan penundaan tersebut harus dilakukan tertulis.

”Kami siap melaksanakannya, tetapi kasih instruksi tertulisnya kepada kami. Dengan demikian, jika terjadi sesuatu atau insiden terhadap perjalanan KRL ekonomi,

ada yang bertanggung jawab. Selama ini, kan, tidak ada. Kami berharap, sebaiknya hal yang menyangkut kepentingan publik dan sensitivitasnya tinggi jangan hanya disampaikan kepada media, tetapi juga kepada PT KAI sebagai operator secara tertulis,” ujar Jonan.

Selain itu, jika pemerintah juga tetap menghendaki tarif KRL ekonomi tidak naik, atau tetap ada subsidi, aturannya harus diubah. Aturan yang ada sekarang, tarif subsidi hanya bisa diberikan ke KRL ekonomi non-AC.

Padahal, KRL ekonomi pengganti KRL non-AC kondisinya memprihatinkan. KRL sering mogok, pintu tidak bisa ditutup, dan pengadaan suku cadang sulit sehingga harus dikanibal. Hal ini sangat membahayakan perjalanan KRL dan penumpangnya. ”KRL ekonomi kami tarik bertahap karena kami juga mempertimbangkan kepentingan masyarakat,” ujarnya.

Tarif KRL AC naik dari Rp 2.000 menjadi Rp 7.500- Rp 9.000 per perjalanan. Bila dipaksa tetap disubsidi, aturannya harus diganti. ”Lagi pula, layanan KRL ekonomi merupakan kontrak penugasan dari Kementerian Perhubungan kepada PT KAI, padahal tahun ini penugasan itu belum ada,” kata Jonan.

Tidak manusiawi

Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) mendukung penghapusan KRL ekonomi karena armada yang digunakan sudah tidak manusiawi lagi. Deputi V UKP4 T Nirarta Samadhi mengatakan, penghapusan KRL ekonomi ini akan menyisakan satu kelas KRL, yakni KRL commuter line.

Persoalan akan muncul bagi penumpang yang selama ini memanfaatkan tarif KRL ekonomi bersubsidi. Harga tiket KRL ekonomi hanya 25 persen dari tarif KRL nonsubsidi. ”PSO yang berlaku saat ini belum sempurna karena belum diikuti dengan perhitungan pembayaran infrastructure maintenance and operation (IMO) dan track access charge (TAC),” kata Nirarta.

Berdasarkan Perpres Nomor 53 Tahun 2012, IMO dibayarkan pemerintah kepada PT KAI. Adapun TAC dibayarkan PT KAI kepada pemerintah selaku pemilik prasarana. Sebelum ada Perpres, IMO dan TAC selalu dianggap impas. Padahal, PT KAI menghitung pengeluaran IMO Rp 1,5 triliun per tahun. Beban ini turut memengaruhi perhitungan biaya yang ditanggung PT KAI dan berimbas pada harga tiket.

Nirarta optimistis tiket KRL bisa bergeser ke angka yang baik secara bisnis dan pelayanan setelah IMO, TAC, dan PSO diterapkan secara benar. Besaran IMO tengah diupayakan masuk dalam APBN Perubahan 2013.

Saat ini, UKP4 bersama sejumlah pihak tengah memperhitungkan mekanisme pencairan IMO agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. (NEL/BRO/ARN/ART/AST)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com