Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Terowongan Penyeberangan Kini

Kompas.com - 15/04/2013, 03:02 WIB

Sewaktu diresmikan pada 2008 oleh Gubernur DKI Jakarta kala itu Fauzi Bowo, fasilitas terowongan penyeberangan orang merupakan sebuah proyek prestisius yang menghubungkan langsung masyarakat ke Stasiun Kereta Api Beos dan halte bus transjakarta.

Sarana publik itu terlihat megah dengan dihiasi air pancuran yang berada di tengah-tengah sebuah taman bunga yang hijau. Warga pun bisa memanfaatkan tempat itu untuk sekadar mengobrol dan beristirahat sejenak.

Namun, kini, terowongan penyeberangan orang (TPO) yang belum genap berusia 10 tahun ini kelihatan seperti bangunan tua yang kusam dan kumuh. Fasilitas air mancur tersebut tidak lagi berfungsi dan bunga-bunga di taman itu tampak layu. Selain itu, beberapa bagian dinding di tempat tersebut mulai retak-retak.

Menurut Heriyanto Sugito, seorang warga yang sering menghabiskan waktunya sejenak di TPO sebelum naik kereta rel listrik menuju Bekasi, keadaan fisik tempat ini sangat berbeda dengan beberapa tahun lalu.

”Terkesan perawatan tempat ini hanya ala kadarnya. Padahal, sarana ini sangat diperlukan bagi masyarakat yang ingin sejenak melepas lelah. Oleh karena itu, beberapa sarana fisik, seperti dinding, sudah semestinya harus selalu direhab dan dicat ulang kembali,” kata Heriyanto.

Pada pintu masuk tempat itu berjajar pedagang kaki lima (PKL) dengan lapaknya. Kondisi seperti ini cukup menghambat masyarakat ketika masuk. Sementara itu, pada tangga naik dan turun di TPO dipenuhi kaum tunawisma yang mencoba mengais nafkah dari masyarakat yang berlalu-lalang melewati tempat itu dan juga anak-anak komunitas punk yang menjadi pengamen.

Puji Handayani, salah seorang warga yang ditemui di TPO, mengaku dirinya cukup terganggu dengan adanya pedagang PKL tersebut. ”Mereka membuat jalan masuk ke tempat penyeberangan ini terasa sempit,” ungkap Puji.

Banyaknya pedagang PKL, pengamen, dan kaum tunawisma di sebuah tempat publik tampaknya sudah menjadi fenomena umum di Jakarta.

Achmad Humaini, seorang pedagang PKL di sekitar TPO, mengaku lahan untuk berjualan di Jakarta semakin sempit. ”Inilah yang membuat saya nekat tetap berjualan di tempat ini walaupun sering dikejar-kejar petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP),” tutur warga Depok ini.

Alasan yang sama juga disampaikan Dewi, seorang tunawisma yang biasa mangkal di TPO.

”Saya sudah sering ditegur petugas, tetapi mau bagaimana lagi. Jika saya tidak mengemis, ketiga anak saya mau diberi makan apa? Di tempat ini, per hari, saya bisa mendapatkan uang minimal Rp 50.000,” kata Dewi.

Perlu sinergi

Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua, Gathut Dwi Hastoro berpendapat, kurang terawatnya tempat penyeberangan orang yang berada di kawasan kota tua ini karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak sinergi dengan pihak lain untuk memberikan perhatian bagi tempat itu.

”Sekarang tempat ini menjadi tanggung jawab Dinas Perhubungan (Dishub) DKI. Namun, apabila UPK diberikan kepercayaan untuk melakukan perawatan fisik TPO, pihak kami akan melakukannya,” ungkap Gathut.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono ketika dihubungi mengakui banyak kekurangan yang ada pada sarana TPO tersebut.

Namun, dia mengungkapkan bahwa tidak ada kendala untuk melakukan perawatan TPO. Meskipun demikian, harus disusun program perbaikannya, sehingga dilaksanakan secara berkala.

”Secepatnya, kami akan bekerja sama dengan dinas pertamanan untuk segera mempercantik kembali taman bunga tersebut serta mengfungsikan lagi air mancur,” tutur Pristono.

Selain itu, tambah Pristono, Dishub DKI Jakarta akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial DKI Jakarta dan Satpol PP untuk menertibkan pedagang PKL, serta memasukkan tuna- wisma dan pengamen ke panti rehabilitasi.

Pristono pun menyatakan bahwa dalam tahun ini pihaknya berencana akan menggandeng pihak swasta untuk membuat fasilitas pendukung dalam jumlah yang minimal. Misalnya, disediakan minimarket dan restoran cepat saji. (K06)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com