Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengakhiri Subsidi BBM

Kompas.com - 04/05/2013, 02:51 WIB

Montty Girianna

Undang-undang mengamanatkan pemerintah untuk menyediakan energi, termasuk BBM.

Selain menjamin ketersediaannya, pemerintah juga ditugaskan menyediakan BBM dengan harga terjangkau. Karena itu, pemerintah melakukan dua kebijakan bersamaan, yakni membuka keran impor BBM dan memberlakukan harga BBM bersubsidi. Namun, akhir-akhir ini kedua kebijakan ini cukup berat untuk tetap dipertahankan.

Selain ketergantungan terhadap impor BBM semakin tinggi, subsidi BBM pun membengkak. Ini memengaruhi postur APBN secara negatif. Mau tak mau pemerintah harus memperhitungkan kembali kebijakan ini dan secara bertahap melepaskan harga BBM bersubsidi ke harga pasar. Namun, opsi ini terkendala kemungkinan gejolak sosial.

Akhir tahun lalu, pemerintah didesak menaikkan harga BBM dan mengurangi subsidi BBM. Namun, desakan itu tak cukup kuat untuk menghilangkan kekhawatiran gejolak sosial yang mungkin terjadi sehingga pemerintah kembali memberlakukan harga BBM bersubsidi. Pada tahun berjalan ini, subsidi BBM dipatok Rp 193,8 triliun dan subsidi listrik Rp 78,6 triliun sehingga total subsidi energi Rp 272,4 triliun, sekitar 18 persen dari belanja APBN. Adapun impor BBM diproyeksikan 30 juta-32 juta kiloliter atau 46-48 persen dari total konsumsi nasional.

Konsumsi BBM tak pernah turun, bahkan pada tahun-tahun terakhir laju pertumbuhan permintaan jauh di atas pertumbuhan ekonomi. Tahun lalu, konsumsi BBM sekitar 70 juta kl. Jika melihat pola konsumsi BBM, konsumsi akan terus meningkat dari tahun ke tahun. BBM jenis bensin akan tumbuh 11 persen per tahun, sementara solar 5 persen. Meski proyeksi ini belum memperhitungkan upaya penghematan, gambaran ini memberikan magnitude konsumsi BBM yang cukup mengkhawatirkan.

Yang justru lebih mengkhawatirkan, tren peningkatan konsumsi BBM ini tak dibarengi peningkatan produksi BBM. Bahkan, produksi cenderung menurun. Produksi BBM nasional terkendala dua hal: kapasitas kilang dan pasokan minyak mentah.

Saat ini, kapasitas kilang sekitar 1,2 juta barrel per hari (bph), dengan produksi BBM sekitar 38 juta kl. Produksi minyak mentah sudah lama tak menyentuh 1 juta bph. Tahun lalu, produksi tak lebih dari 0,9 juta bph, sekitar 20 persen diekspor, padahal kebutuhan minyak mentah untuk intake kilang 1 juta bph. Artinya, perlu impor minyak mentah sedikitnya 25 persen dari kebutuhan intake nasional.

Padahal, dulu, produksi minyak pernah 1,4 juta bph lebih. Mulai 2005, produksi di bawah 1 juta bph. Saat ini, dua lapangan minyak yang memberikan kontribusi terbanyak adalah Duri dan Minas- Sumatra Light Crude. Dalam 5-10 tahun mendatang, kontribusi kedua lapangan dipastikan jauh berkurang. Bahkan, pada 2020 produksi lapangan Minas praktis akan habis.

Impor tak terbendung

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com