Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perjuangan Basuki di Tengah Tragedi Mei 1998

Kompas.com - 19/05/2013, 21:33 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tragedi Mei 1998 yang menjadi titik reformasi Indonesia ternyata juga dirasakan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Terlebih saat peristiwa tersebut, tak sedikit yang berdampak pada warga keturunan.

Saat itu, Basuki yang bertempat tinggal di Pluit menjadi saksi saat salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Karawaci, Tangerang, dibakar dan dijarah oleh massa.

Istri Basuki, Veronica Tan, sedang mengandung berusia lima bulan anak pertamanya. Dalam keadaan Indonesia yang chaos itu, Veronica terus membujuk Basuki untuk keluar dari Indonesia karena situasi saat itu yang ia takutkan dapat berdampak negatif pada kondisi psikologis jabang bayi.

"Akhirnya, saya putuskan untuk tidak mengungsi dan saya putuskan untuk tidak keluar dari Indonesia. Pokoknya pertahankan sampai titik darah penghabisan karena yang harusnya keluar itu mereka yang tukang rusuh," kata Basuki, di Balai Agung, Balaikota Jakarta, Minggu (19/5/2013).

Pria yang akrab disapa Ahok itu pun memberanikan diri untuk mengendarai mobil dari Karawaci hingga rumahnya di Pluit, Jakarta Utara. Sepanjang jalan itu, tak henti-hentinya terjadi pembakaran ban, mobil, toko, dan sebagainya.

Saat itu, Basuki berpikir kalau memang ada hal yang tidak mengenakkan, ia telah mengikhlaskan agar satu keluarga meninggal bersamaan, bukan terpisah. Dengan itu, kata dia, mereka akan meninggalkan dunia dengan nama dan membuktikan tidak ada peluang provokator untuk memengaruhinya. Beruntung mobil Basuki tidak diberhentikan secara paksa dan ia bersama Veronica selamat hingga tujuan.

Akhirnya, pada September 1998, Veronica dan Basuki dikaruniai anak laki-laki pertama mereka dan diberi nama Nicholas Sean yang memiliki arti "memenangkan hati rakyat".

Oleh karena itu, Basuki mengimbau kepada semua pihak agar tidak melupakan peristiwa Mei 1998. Saat itu, Basuki pernah berpikir bahwa ia bersama keluarga lebih baik mengungsi ke luar negeri untuk menghindari diskriminasi terhadap mereka. Namun, ia diingatkan oleh ayahnya untuk tetap menetap di Indonesia karena ayahnya meyakini kalau Basuki dibutuhkan warga Indonesia, terutama untuk membela warga minoritas.

"Rakyat butuh kamu, jangan pergi. Satu hari kelak memperjuangkan hak mereka," kata ayahnya dikutip Basuki.

Akhirnya, pada tahun 2005, Basuki berhasil menduduki posisi Bupati Belitung Timur, di mana warga daerah tersebut 93 persen Muslim. 

"Yang penting sekarang, menangkan hati rakyat dan tidak membedakan SARA. Jangan sampai peristiwa 1998 ini terjadi lagi. Kalau kita lupa, pasti peristiwa itu akan terulang lagi," kata Basuki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com