Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Soekma Djaja", Gamang di Tengah Modernitas

Kompas.com - 05/06/2013, 04:58 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sandiwara musikal Betawi berjudul "Soekma Djaja" ini mengangkat kisah kehidupan warga Betawi pinggiran, lengkap dengan keseniannya: gambang keromong dan ondel-ondel, yang sedang gamang di tengah arus modernitas.

Dikisahkan, satu keluarga seniman hidup kian sulit karena desakan ekonomi yang tidak dapat dipenuhi dari pemasukan sebagai penggiat gambang keromong, apalagi tradisi musik ini kian tergerus oleh zaman.

Berbagai cara dilakukan oleh keluarga Maman Djaja untuk bertahan hidup. Namun, Jaya, si sulung peraih beasiswa di kampus ternama, sama sekali tidak berminat terhadap segala hal yang berhubungan dengan kesenian Betawi. Kesenian tradisional dianggap tidak bisa memenuhi kepentingan ekonomi keluarga. Sementara Yadi, si bungsu yang duduk di bangku SMA, malah bertekad meneruskan usaha keluarga tersebut, yakni mengembangkan gambang keromong.

Di akhir kisah, Jaya tersadar setelah adiknya meninggal akibat dikeroyok sesama pelajar SMA. Bersama rekan-rekan kampusnya, Jaya mengibarkan kembali Gambang Keromong Soekma Djaja.

Tema seperti di atas sebetulnya pengulangan lantaran sudah banyak orang membicarakan persoalan tabrakan peradaban semacam ini melalui sebuah pementasan drama. Jika demikian faktanya, yang bisa diadu adalah penggarapan serta para kemampuan pendukung.

Untuk dua hal tersebut, lakon drama "Soekma Djaja" cukup berhasil. Adjie Nurahmad selaku sutradara mampu membuat pertunjukan mengalir hidup. Soal ini tentu lantaran dukungan yang hebat dari Imam Firmansyah yang bertugas sebagai pengarah musik serta sebagian besar pemeran yang telah terampil berakting. Bahkan, pada saat adegan tawuran pelajar hingga ada jatuh korban jiwa, para pelakon sanggup membuat penonton terdiam dicekam oleh kesedihan mendalam.

"Soekma Djaja" merupakan wujud kreativitas Abang-None dari berbagai daerah di Jakarta yang tergabung dalam IANTA sebagai salah satu generasi penerus untuk peduli terhadap pelestarian kesenian tradisional khas Betawi, yakni gambang keromong dalam bentuk seni pertunjukan. Melalui Teater Abnon sebagai wadah mereka untuk berkarya, gambang keromong diangkat dengan cara yang menarik sehingga masyarakat lebih tertarik untuk mengenal dan menikmatinya. Upaya tersebut juga mereka buktikan dengan memainkan kesenian gambang keromong dalam pertunjukan tersebut.

Gambang keromong merupakan sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan alat-alat musik Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kongahyan. Sebutan gambang keromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan keromong.

Lagu-lagu yang dibawakan pada musik gambang keromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat humor, penuh gembira, dan kadang kala bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai lawannya.

Pementasan yang dimeriahkan oleh 30 Abang-None Jakarta ini akan digelar di tanggal 5 Juni 2013 pukul 19.30 WIB dan 6 Juni 2013 pukul 15.30 dan 19.30 WIB di Gedung Kesenian Jakarta. Tiket dijual dengan harga:
• VIP : Rp 250.000,-
• Kelas 1 : Rp 200.000,-
• Kelas 2 : Rp 100.000,-

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com