Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terimpit Setoran, Sopir Terpaksa Naikkan Tarif

Kompas.com - 24/06/2013, 12:07 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com- Sebagian besar sopir angkutan umum di Jakarta sudah menaikkan tarif angkutan pasca-kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kenaikan tarif sebesar Rp 500-Rp 1.000 sekali jalan sudah mulai dirasakan beberapa pengguna metromini, kopaja, dan mikrolet.

Daryo (29), sopir angkutan perkotaan (angkot) jurusan Tanah Abang-Kebayoran Lama, langsung meminta ongkos lebih saat penumpang turun dari angkotnya, Sabtu (22/6). ”Naik dari Slipi, kan? Kurang Rp 1.000,” kata Daryo saat seorang penumpang yang turun di Pasar Tanah Abang menyerahkan selembar pecahan Rp 2.000.

”Berapa, Bang?” tanya penumpang lain kepada Daryo saat turun di Pasar Tanah Abang. ”Dari Rumah Sakit Medika, kan? Rp 5.000,” ujar Daryo.

Sebelum kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif dari RS Medika Permata Hijau ke Tanah Abang Rp 4.000. Kini tarifnya disamakan dengan dari Pasar Kebayoran Lama ke Pasar Tanah Abang. ”Premium naik Rp 2.000. Seharusnya ongkos penumpang juga naik Rp 2.000, tetapi kalau naiknya segitu pasti banyak orang yang enggak mau naik angkot,” ujar Daryo.

Daryo mengatakan harus menaikkan tarif karena setoran harian kepada pemilik angkot sudah naik. ”Kemarin setorannya Rp 140.000, sekarang menjadi Rp 160.000,” katanya.

Alasan pemilik angkot, biaya servis kendaraan juga naik. ”Kata bos, harga oli dan onderdil kendaraan pada naik. Oli mesin 5 liter naik dari Rp 95.000 menjadi Rp 118.000,” ujarnya.

Hal yang sama dilakukan M Hilal (50), sopir angkot jurusan Tanah Abang-Kebayoran Lama. Hilal mengaku menaikkan tarif penumpang karena menyesuaikan dengan tarif yang dipatok sopir-sopir yang lain.

”Teman-teman bilang ongkosnya naik Rp 1.000, saya sih ikut saja. Saya mau tidak mau harus menaikkan ongkos karena setoran ke bos sudah naik. Kalau kemarin setorannya Rp 120.000, sekarang naik jadi Rp 130.000,” ujar Hilal.

Bila tarif tidak dinaikkan, beban hidup sopir akan semakin berat. ”Setiap hari kami harus kejar setoran. Apalagi, sekarang ini harga barang kebutuhan sehari-hari sudah pada naik,” ujar Hilal.

Bingung

Hal serupa dirasakan Uli (21), sopir angkot jurusan Pademangan-Tanah Pasir. Ia mengaku bingung. Di satu sisi, pemilik kendaraan meminta Uli menaikkan tarif. Namun, di sisi lain, sopir lainnya belum mau menaikkan tarif.

”Teman-teman saya masih belum mau menaikkan harga karena takut kehilangan penumpang. Sekarang saja sudah sepi, apalagi kalau harganya kami naikkan,” ucapnya.

Kegelisahan Uli cukup beralasan. Pasalnya, ia mendengar kabar pemilik mobil akan menaikkan setoran sewa. ”Katanya, karena harga onderdil sudah mulai naik, setoran juga mau dinaikkan dari Rp 140.000 menjadi Rp 150.000. Dulu Rp 10.000 bisa disimpan, sekarang justru harus disetorkan,” ujarnya.

Pengertian penumpang

Tidak semua sopir angkutan umum menaikkan tarif. Yusmin (55), pengemudi metromini jurusan Joglo-Blok M, misalnya. Kakek tiga cucu ini masih mengenakan tarif Rp 2.000 kepada setiap penumpang. ”Dengar-dengar beberapa teman sudah mulai menaikkan tarif menjadi Rp 2.500-Rp 3.000. Saya cuma mengandalkan pengertian dari penumpang,” ujarnya.

Penumpang yang memberi uang Rp 2.000 ia terima, yang memberi lebih ia balas dengan ucapan terima kasih. Siang itu, Yusmin menerima langsung uang yang diserahkan para penumpang. Sudah Tiga hari tak ada kernet bus sedang.

”Kalau pakai kondektur, keuntungan yang didapatkan hari ini harus dibagi empat, untuk sopir cabutan, dua kondektur, dan saya sendiri,” ujarnya.

Cara seperti itu tampaknya cukup efektif. Setiap hari uang yang didapatkan Yusmin harus dikurangi untuk setoran sebesar Rp 270.000 dan biaya membeli solar sekitar Rp 225.000.

”Sisanya sekitar Rp 240.000. Hasil itu kalau dibagi empat, setiap orang mendapat Rp 60.000. Karena saya tidak memakai kondektur, cukup dibagi tiga. Masing-masing mendapatkan Rp 80.000,” ujar Yusmin.

Hal yang sama dirasakan Sutono (52), sopir angkot jurusan Pademangan-Tanah Pasir. Sutono yang siang itu menunggu penumpang mengatakan belum menaikkan tarif angkutan. ”Selain belum ada edaran resmi dari Organda, saya tak berani menaikkan tarif karena takut kehilangan penumpang,” katanya.

Siang itu, sebagian penumpang memberikan uang sesuai tarif yang berlaku Rp 2.500. Akan tetapi, ada juga yang memberi Rp 3.000. ”Hari ini beberapa penumpang tidak meminta kembalian walau uangnya lebih Rp 500. Saya paling suka sama penumpang yang pengertian seperti itu,” ujarnya.

Kenaikan tarif sepihak yang diberlakukan sopir angkot membuat beberapa penumpang kaget. Saat penumpang membayar, kernet minta tambahan karena tarif sudah naik.

Menurut Sulastri (25), penumpang angkot M-11 jurusan Kebon Jeruk-Tanah Abang, kenaikan tarif penumpang Rp 500 wajar karena harga BBM dan semua barang kebutuhan pokok sudah naik. ”Namun, kalau kenaikannya Rp 1.000, itu, sih, keterlaluan,” katanya.

Harapan justru muncul dari penumpang lain, Riza (20), yang hendak ke Ragunan. Kenaikan tarif wajar saja asalkan jangan terlalu tinggi. Sebaiknya naik Rp 500. Kalau kenaikan terlalu tinggi, bisa saja orang pilih ke sepeda motor.

Mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Ibu Kota itu berharap, kenaikan tarif juga dibarengi dengan penataan layanan transportasi umum yang lebih baik. (K01/K08/K10)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pengamat: Jika Ahok Diperintahkan PDI-P Maju Pilkada Sumut, Suka Tak Suka Harus Nurut

    Pengamat: Jika Ahok Diperintahkan PDI-P Maju Pilkada Sumut, Suka Tak Suka Harus Nurut

    Megapolitan
    Pria Tanpa Identitas Ditemukan Tewas Dalam Toren Air di Pondok Aren

    Pria Tanpa Identitas Ditemukan Tewas Dalam Toren Air di Pondok Aren

    Megapolitan
    Polisi Dalami Keterlibatan Caleg PKS yang Bisnis Sabu di Aceh dengan Fredy Pratama

    Polisi Dalami Keterlibatan Caleg PKS yang Bisnis Sabu di Aceh dengan Fredy Pratama

    Megapolitan
    Temui Komnas HAM, Kuasa Hukum Sebut Keluarga Vina Trauma Berat

    Temui Komnas HAM, Kuasa Hukum Sebut Keluarga Vina Trauma Berat

    Megapolitan
    NIK KTP Bakal Jadi Nomor SIM Mulai 2025

    NIK KTP Bakal Jadi Nomor SIM Mulai 2025

    Megapolitan
    Polisi Buru Penyuplai Sabu untuk Caleg PKS di Aceh

    Polisi Buru Penyuplai Sabu untuk Caleg PKS di Aceh

    Megapolitan
    Tiang Keropos di Cilodong Depok Sudah Bertahun-tahun, Warga Belum Melapor

    Tiang Keropos di Cilodong Depok Sudah Bertahun-tahun, Warga Belum Melapor

    Megapolitan
    Polri Berencana Luncurkan SIM C2 Tahun Depan

    Polri Berencana Luncurkan SIM C2 Tahun Depan

    Megapolitan
    Caleg PKS Terjerat Kasus Narkoba di Aceh, Kabur dan Tinggalkan Istri yang Hamil

    Caleg PKS Terjerat Kasus Narkoba di Aceh, Kabur dan Tinggalkan Istri yang Hamil

    Megapolitan
    'Call Center' Posko PPDB Tak Bisa Dihubungi, Disdik DKI: Mohon Maaf, Jelek Menurut Saya

    "Call Center" Posko PPDB Tak Bisa Dihubungi, Disdik DKI: Mohon Maaf, Jelek Menurut Saya

    Megapolitan
    Polisi: Ada Oknum Pengacara yang Pakai Pelat Palsu DPR

    Polisi: Ada Oknum Pengacara yang Pakai Pelat Palsu DPR

    Megapolitan
    Pemprov DKI Razia 2.070 Pengemis dan Gelandangan Sejak Awal 2024

    Pemprov DKI Razia 2.070 Pengemis dan Gelandangan Sejak Awal 2024

    Megapolitan
    Caleg PKS Asal Aceh Dapat Sabu dari Malaysia, Dikemas Bungkus Teh China

    Caleg PKS Asal Aceh Dapat Sabu dari Malaysia, Dikemas Bungkus Teh China

    Megapolitan
    KAI Commuter Line: Tak Ada Korban Dalam Kecelakaan KRL dan Sepeda Motor di Ratu Jaya Depok

    KAI Commuter Line: Tak Ada Korban Dalam Kecelakaan KRL dan Sepeda Motor di Ratu Jaya Depok

    Megapolitan
    Banyak Remaja Nongkrong di Bundaran HI hingga Dini Hari, Polisi Minta Orangtua Awasi

    Banyak Remaja Nongkrong di Bundaran HI hingga Dini Hari, Polisi Minta Orangtua Awasi

    Megapolitan
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com