Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Joki Tidak Setuju Pemprov DKI Hapus "3 in 1"

Kompas.com - 24/12/2013, 11:35 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana Pemprov DKI Jakarta menghapus three in one mendapat penolakan dari para joki. Mereka merasa penghasilannya terancam.

"Kalau saya enggak (setuju). Namanya ini penghasilan kita, kan halal," kata Ed (38), salah satu joki 3 in 1 di kawasan SCBD, samping Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2013).

Ed mengaku heran dengan kebijakan tersebut. Sebab, kata dia, selain mengancam mata pencahariannya, banyak para joki lainnya yang tidak memiliki pekerjaan dan bergantung dengan mancari nafkah sebagai joki.

"Kita aneh dihapus ini. Katanya April tahun depan kan? Ini yang sudah berkeluarga banyak Bang," ujar Ed.

Kendati demikian, dari informasi yang didengarnya, akan ada uang kerahiman yang diberikan kepada para joki terkait keputusan pemerintah tersebut. Dia menyebut besarannya mencapai Rp 2 juta. Namun, dia tidak mengetahui apakah informasi itu benar atau tidak.

Ed merupakan salah satu dari sekian banyak para joki di Ibu Kota. Dia mengajak istrinya, DS (30) dan CL (4), buah hatinya, menjadi joki pula.

Untuk mendapatkan rupiah, setiap pagi, Ed mangkal mulai pukul 07.00 sampai pukul 10.00, dan berlanjut pada pukul 17.00 sampai dengan malam hari. Bersama istrinya, Ed memperoleh penghasilan total Rp 4.000.000 per bulan, hanya dengan menjadi joki. Uang tersebut digunakan untuk membiayai hidupnya di Ibu Kota.

Tidak bisa ditertibkan

Salah seorang petugas patroli kawasan SCBC (dari Artha Graha-red) berinisial A, mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan Pemda DKI untuk meniadakan sistem 3 in 1. Dengan demikian, keberadaan joki 3 in 1 pun dapat dihilangkan.

Namun, dia berharap agar pemerintah mau memberdayakan mereka dengan keterampilan, atapun memberikan pekerjaan kepada para joki. "Saya mendukung, tapi mereka diberikan lapangan pekerjaan. Mereka juga kan sama warga kita juga. Ya disalurkan ke tempat-tempat kerja," ujar A.

Tiap hari, A bersama tiga rekannya menggunakan mobil patroli bertugas mengamankan kawasan SCBD agar bersih dari PKL, termasuk para joki. Dengan kendaraan patroli, dia mendorong para joki dan memberikan batas agar paling tidak mereka bergeser hingga di samping tembok Polda Metro Jaya, tidak dibagian dalam kawasan SCBD.

"Ya kita hanya bisa upayakan, kasih kebijakan biar mereka bisa cari makan. Batas utamanya di sini," ujarnya.

A mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menindak para joki. Wewenang tersebut menurutnya berada di tangan petugas Satpol PP.

"Kesulitan kita belum ada Undang-undang juga. Kalau ini tugasnya Satpol PP bisa dipantau. Karena di sini juga harusnya bebas joki," ujar A.

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai, sistem three in one (3 in 1) untuk mengurangi kemacetan di Ibu Kota tak lagi efektif. Menurut dia, daripada menerapkan 3 in 1, lebih baik menjalankan sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP).

Saat ini, Dinas Perhubungan fokus untuk segera menjalankan ERP. Awalnya, ERP akan diberlakukan dari tengah, di mana angkutan massalnya sudah kuat. Misalnya, jalur Koridor I Blok M-Kota dan Koridor IX Pinangranti-Pluit. Untuk area penerapan ERP, tahap pertama akan diberlakukan di kawasan 3 in 1 dan Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Mengapa kawasan tersebut dipilih sebagai prioritas penerapan ERP? Kawasan tersebut dikelilingi oleh tiga koridor bus transjakarta, yaitu Koridor I (Blok M-Kota), Koridor VI (Kuningan-Ragunan), dan Koridor IX (Pinangranti-Pluit). Sedangkan tarif yang akan diterapkan sekitar Rp 21.072 per sekali lewat, sesuai kajian yang sudah dilaksanakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Megapolitan
Ladang Uang di Persimpangan Cakung-Cilincing, Dinikmati 'Pak Ogah' Hingga Oknum Polisi

Ladang Uang di Persimpangan Cakung-Cilincing, Dinikmati "Pak Ogah" Hingga Oknum Polisi

Megapolitan
Jelang Pilkada, Bawaslu Kota Bogor Imbau ASN Jaga Netralitas

Jelang Pilkada, Bawaslu Kota Bogor Imbau ASN Jaga Netralitas

Megapolitan
Ada Donasi Palsu Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana, Keluarga: Kayaknya Orang 'Random'

Ada Donasi Palsu Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana, Keluarga: Kayaknya Orang "Random"

Megapolitan
Serba-serbi Penertiban Jukir Minimarket, Ada yang Mengaku Ojol hingga Pakai Seragam Dishub

Serba-serbi Penertiban Jukir Minimarket, Ada yang Mengaku Ojol hingga Pakai Seragam Dishub

Megapolitan
Dharma Pongrekun Melaju, Sudirman Said hingga Poempida Batal Ikut Pilkada DKI Jalur Independen

Dharma Pongrekun Melaju, Sudirman Said hingga Poempida Batal Ikut Pilkada DKI Jalur Independen

Megapolitan
Orangtua Calon Taruna Minta Seleksi Masuk STIP Tak Ditutup demi Perjuangkan Cita-cita Anak

Orangtua Calon Taruna Minta Seleksi Masuk STIP Tak Ditutup demi Perjuangkan Cita-cita Anak

Megapolitan
Donasi Palsu untuk Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Disebut Tembus Rp 11 Juta

Donasi Palsu untuk Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Disebut Tembus Rp 11 Juta

Megapolitan
Para Jukir Lansia Minimarket Itu Diputus Rezekinya...

Para Jukir Lansia Minimarket Itu Diputus Rezekinya...

Megapolitan
Penerimaan Mahasiswa STIP Dimoratorium, Orangtua Calon Taruna Minta Seleksi Dilanjutkan

Penerimaan Mahasiswa STIP Dimoratorium, Orangtua Calon Taruna Minta Seleksi Dilanjutkan

Megapolitan
Muncul Donasi Palsu untuk Korban Kecelakaan Pelajar SMK Lingga Kencana

Muncul Donasi Palsu untuk Korban Kecelakaan Pelajar SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Seleksi Mahasiswa Baru STIP Ditunda, Calon Taruna: Jangan Sampai Pak Menteri Hancurkan Mimpi Kami

Seleksi Mahasiswa Baru STIP Ditunda, Calon Taruna: Jangan Sampai Pak Menteri Hancurkan Mimpi Kami

Megapolitan
Orangtua Calon Taruna Minta Kemenhub Tinjau Ulang Moratorium Seleksi Mahasiswa Baru

Orangtua Calon Taruna Minta Kemenhub Tinjau Ulang Moratorium Seleksi Mahasiswa Baru

Megapolitan
436 Mahasiswa Baru Terancam Gagal Masuk STIP Imbas Kasus Penganiayaan Taruna hingga Tewas

436 Mahasiswa Baru Terancam Gagal Masuk STIP Imbas Kasus Penganiayaan Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com