JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik alih sewa diduga masih terjadi di Rumah Susun Sederhana Sewa Marunda, Jakarta Utara. Ketidaktegasan pengelola dan lemahnya pengawasan dimanfaatkan sejumlah penghuni untuk keuntungan pribadi. Kondisi itu mengaburkan target memenuhi kebutuhan papan yang layak dan terjangkau bagi masyarakat bawah.
Sejumlah penghuni, dalam beberapa kesempatan sepekan terakhir, menceritakan, beberapa unit rumah yang sebelumnya diperuntukkan bagi warga korban banjir di Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, telah berganti penghuni. Mereka menduga unit tersebut telah dialihsewakan atau dikontrakkan kepada orang lain secara ilegal.
Pengelola sempat menempel foto dan mencantumkan nama penghuni di pintu rumah susun (rusun). Namun, foto dan kertas petunjuk itu tidak terlihat lagi di sejumlah unit.
Dalam beberapa kesempatan berkunjung ke Rusun Marunda, Januari-Maret 2013, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama berulang mengatakan, pengawasan terhadap alih sewa dan pengamanan aset rusun jadi tanggung jawab bersama.
Selain pidana penjara, pelanggaran diancam sanksi pengusiran paksa penghuni satu lantai. Namun, satu tahun sejak relokasi lebih dari 1.000 keluarga ke rusun itu belum pernah terjadi pengusiran paksa penghuni satu lantai.
Padahal, selain unit rumah, alih sewa diduga terjadi pada beberapa kios di lantai dasar rusun. Sebagian kios tidak lagi buka, termasuk sejumlah gerobak yang sebelumnya diberikan cuma-cuma kepada warga yang direlokasi dari bantaran sungai dan waduk.
Di lantai dasar Blok 2 Kluster B, misalnya, enam dari sembilan gerobak tidak dipakai lagi. Situasi serupa terjadi di Blok 3 Kluster B yang menjadi tempat penampungan warga dari bantaran Waduk Pluit.
Disewa Rp 8 juta
Menurut seorang penghuni, satu unit rusun yang berukuran 30 meter persegi di Kluster B Rusun Marunda dialihsewakan kepada orang lain seharga Rp 5 juta hingga Rp 8 juta per tahun. Alasannya, penghasilan penghuni tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk membayar uang sewa rumah, air, dan membeli pulsa listrik.
Seorang mahasiswa berseragam sekolah pelayaran masuk ke sebuah unit di Kluster B. Praktik menyewakan rusun ke mahasiswa dari luar kota marak terjadi sebelum 2012 dan jadi perhatian banyak kalangan karena rusun sejatinya diperuntukkan bagi warga DKI Jakarta yang belum memiliki rumah dan berpenghasilan rendah.
Proses pemilikan gerobak dan kios, menurut Jonni (52), pedagang yang menghuni kios di lantai dasar Blok 7 Kluster B Rusun Marunda, tidak sesuai janji pemerintah yang diumumkan di awal penghunian, yakni melalui pengundian secara terbuka.
”Ada kios yang berganti pengelola, tetapi katanya masih satu keluarga dengan pengelola sebelumnya,” ujarnya.
Kepala Unit Pengelola Rusun Wilayah I Jakarta Utara Maharyadi tidak mengangkat telepon saat dikonfirmasi terkait kondisi itu. Dia juga tidak membalas pesan dan pertanyaan tentang praktik alih sewa di rusun itu. Staf pengelola di lapangan tidak berkenan menjelaskan soal alih sewa rusun dan kios tanpa sepengetahuan pengelola.
Hingga Rabu (12/2/2014), sekitar 600 unit rumah di Kluster A dan Kluster C Rusun Marunda di Cilincing, Jakarta Utara, belum terhuni. Unit itu rusak dan sebagian dalam perbaikan.
Empat blok dengan sekitar 400 unit rumah di Kluster A bahkan terlihat terbengkalai. Halaman rusun ditumbuhi rumput liar, sementara kusen jendela dan pintu rusak atau hilang. Sejumlah sisi tembok penuh dengan coretan. Pipa air dan instalasi listrik terlihat putus.
Sejumlah penghuni Rusun Marunda mengeluhkan sarana transportasi untuk pergi-pulang kerja, sekolah, atau belanja. Dua bus yang disediakan pemerintah untuk akomodasi penghuni dari Marunda ke Muara Baru sudah tidak beroperasi 3-4 bulan lalu. Pengoperasian angkutan perairan untuk rute yang sama juga terganggu karena cuaca buruk di laut dua pekan terakhir.
Warsinah (43), penghuni Rusun Marunda asal Muara Baru lainnya, mengatakan terpaksa menginap di Muara Baru dan pulang ke Marunda di akhir pekan. ”Habis waktu dan biaya kalau setiap hari pergi-pulang,” ujarnya.
Upaya Pemprov DKI menghidupkan kawasan belum berhasil. Selain gerobak dan kios yang ditinggal pemegang hak, upaya lain belum jalan maksimal. (MKN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.