Nurrohim
Banyak anak jalanan merasa tidak memiliki masa depan. Mereka beranggapan, mimpi indah itu hanyalah milik kaum berada. Nurrohim (42) tidak memercayainya. Menurut dia, masa depan adalah hak semua orang jika memang ingin mendapatkannya dan masa depan itu hanya bisa diraih melalui pendidikan.
Sayangnya, tidak semua warga mendapatkan akses itu. Anak jalanan lebih banyak menjadi pelengkap penderita ketatnya kehidupan kota, tidak terkecuali di sekitar Terminal Kota Depok.
Berangkat dari kenyataan itu, sejak tahun 2000 pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, ini merintis pendirian sekolah dari dana patungan. Pendidikan dilakukan di sebuah masjid di Terminal Kota Depok dengan kondisi yang serba terbatas. Awalnya, tidak mudah membangkitkan semangat belajar anak jalanan yang telanjur apatis terhadap kehidupan.
Tidak banyak yang yakin masa depan bisa dikejar dengan kerja keras. ”Kami menyampaikan kepada mereka, takdir manusia bisa diubah, sejauh ada kemauan. Setiap manusia memiliki pilihan hidup. Kami akan bantu mereka ke masa depan yang diinginkan. Kami tidak main-main,” katanya.
Ayah empat anak ini kemudian mengorganisasi sukarelawan dan donatur. Dana tersebut dipakai untuk operasional Sekolah Master, kependekan dari Masjid Terminal. Gerakan ini kemudian berkembang, menggeliat seperti semangat Nurrohim mengentaskan nasib anak jalanan.
Mereka bisa bersekolah tanpa harus tersekat-sekat oleh formalitas kelas, seragam, dan biaya. Ilmu pengetahuan yang sebelumnya kering akhirnya mengalir ke anak-anak jalanan. Kegiatan yang semula dicibir banyak orang itu kini mampu menyedot sekitar 1.600 siswa.
Sekolah Master memiliki nama formal Yayasan Bina Insan Mandiri. Sekolah ini kini mengelola kegiatan pendidikan kejar Paket A setingkat SD, kejar Paket B setingkat SMP, dan kejar Paket C setara SMA. Jumlah siswa sekolah terbuka sekitar 500 orang dan 1.600 siswa bergabung dalam sekolah nonformal.
Anak-anak jalanan itu belajar di 16 ruang kelas, 2 laboratorium komputer, 2 studio musik dan tari, 1 ruang praktik garmen, serta 1 ruang salon kecantikan. Adapun guru sekolah terdiri dari 60 guru tetap dan 50 guru tidak tetap. Bagi lulusan terbaik, pengelola menghubungkan mereka kepada penyedia lapangan pekerjaan.
Sekolah ini menempati tanah wakaf seluas 6.000 meter persegi di tengah Terminal Kota Depok. Sebagian ruang sekolah menempati rumah toko yang disewa pengelola di sekitar sekolah. Selain bangunan semipermanen dan permanen, sebagian besar bangunan sekolah juga berupa kotak peti kemas.
Sekolah yang semula menjadi anak bawang itu kini mulai diperhitungkan. Hampir setiap tahun lulusan Sekolah Master mampu menembus perguruan tinggi negeri ataupun perguruan tinggi swasta berkualitas. Perjuangan belum selesai, katanya. (Andy Riza Hidayat)
Dato’ Sri Tahir
Dalam hidup, tidak salah jika ada keinginan untuk meraih kesuksesan, bahkan kesuksesan itu memang perlu diperjuangkan. Namun, jika sukses sudah diraih, maka cara turun dan mengakhiri jalan kehidupan juga harus elegan serta meninggalkan nama baik. Jangan sampai, masa akhir kehidupannya malah berbuat buruk. Jangan sampai, menjelang pensiun, atau bahkan ketika pensiun, malah dipenjara dan tidak disukai banyak orang.
Inilah yang mengilhami Dato’ Sri Tahir, pendiri Mayapada Group. Sejak beberapa tahun terakhir, ia sudah memutuskan untuk menjadikan kegiatan filantropi sebagai aktivitas utamanya saat menapaki tangga menurun dalam kehidupannya. Bukan sekadar komitmen pada dunia filantropi, ia juga bersikukuh untuk membantu masyarakat Indonesia.
”Ibarat orang yang sudah naik panggung, saya sekarang ingin turun panggung dengan jalan yang gagah, punggung yang tegak,” ujar Tahir yang tetap senang menyantap kambing muda bakar menu Timur Tengah.