Pemerintah daerah setempat yang seharusnya mengusulkan kepada dinas-dinas terkait tentang pengadaan pelintasan kereta yang terkadang dianggap liar.
"Menurut amanah UU tersebut, pelintasan dibuat tidak sebidang dengan jalan raya. Kalau sudah ramai, tentunya itu sudah menjadi kepentingan publik. Dalam hal ini harus ada izin dari pemerintah setempat," kata Agus Komarudin kepada Kompas.com, Rabu (4/6/2014).
Agus melanjutkan, izin dari pemerintah daerah ini akan dilanjutkan Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan Dinas Perhubungan. Apabila izin turun, tambah Agus, tanggung jawab pelintasan berada di tangan pemerintah daerah atau pihak ketiga.
Agus mengatakan, pihak ketiga itu juga harus mendapatkan izin dari Ditjen Perkeretaapian. Contoh pihak ketiga adalah sebuah pabrik yang berlokasi di dekat rel kereta api. Pabrik tersebut meminta izin pengadaan melewati rel. Dengan begitu, pihak ketiga harus memiliki izin dan tanggung jawab atas pelintasan dan palang yang ada di lokasi.
Agus menegaskan, kecelakaan terkait pelintasan atau palang yang rusak juga bukan wewenang PT KAI. Agus pun mengaitkan beberapa kejadian kecelakaan yang melibatkan kereta disebabkan kurang disiplinnya pengguna jalan dalam berlalu lintas, seperti yang baru terjadi di pelintasan LAN kemarin dan bus metromini di Pasar Minggu.
Agus mengatakan, intinya dia menginginkan pintu pelintasan tersebut ditutup. Selain itu, kalaupun pintu pelintasan tersebut tetap ada, maka pemda terkait sudah diharuskan membangun jalan flyover ataupun underpass.
"Kalau bisa pihak pemda berusaha atau mengupayakan membangun jalan flyover atau underpass. Pintu pelintasan yang ada di lokasi kejadian ditutup saja," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.