JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta seakan menjadi kota yang tidak pernah tidur. Aktivitas warga tidak henti selama 24 jam. Selama itu pula, ada kebutuhan mobilitas.
Lihat saja pertokoan yang makin banyak tutup pada pukul 22.00. Atau pusat perbelanjaan yang sering mengadakan acara belanja malam hingga lewat tengah malam.
Juga sejumlah restoran dan minimarket yang beroperasi 24 jam penuh. Di tengah malam atau dini hari, masih ada saja konsumen yang datang ke restoran dan minimarket itu.
Belum lagi sejumlah perkantoran yang menuntut kerja karyawannya hingga larut malam.
Semua aktivitas ini memunculkan kebutuhan akan ketersediaan transportasi massal yang nyaman dan aman. Meskipun jumlah penumpang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penumpang pada pagi hingga sore, tetapi kebutuhan ini tidak bisa diabaikan.
Operator angkutan umum merespons kebutuhan ini dengan penyediaan jadwal hingga malam.
Bus transjakarta merintis operasional 24 jam mulai 1 Juni lalu. Layanan yang disebut angkutan malam hari (amari) ini baru diterapkan di tiga koridor yang dianggap memiliki potensi penumpang pada malam hari. Ketiga koridor itu adalah Koridor I (Blok M-Kota), Koridor III (Kalideres-Harmoni), serta Koridor 9 (Pinang Ranti-Pluit).
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta M Akbar, Minggu (13/7), mengatakan, ada 3.000-4.000 penumpang amari.
”Jumlah ini termasuk banyak karena yang dilayani sekarang baru tiga koridor. Menurut rencana, amari akan diterapkan di semua koridor,” kata Akbar.
Bus yang beroperasi malam hari juga tidak sebanyak pada pagi hingga sore hari. Karena itu, waktu tunggu bus berkisar 15-30 menit.
Keterbatasan jumlah bus dan petugas baik awak bus ataupun petugas di loket, menjadi kendala yang membuat amari belum bisa diterapkan di seluruh koridor.
Ketersediaan amari ini diharapkan bisa mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Warga yang harus beraktivitas pada malam hari tidak harus membawa kendaraan mereka ke tempat kegiatan sebab perjalanan mereka bisa diakomodasi layanan transportasi massal.
”Masyarakat bisa mendapatkan kepastian akan terangkut bus jika mereka memakai amari ini. Kepastian ini tak didapatkan pada bus umum lain,” ujarnya.
Keamanan
Meskipun layanan angkutan massal sudah mulai beroperasi 24 jam, tetapi Rani (35) tetap memilih taksi untuk mengantarkannya pulang kerja jika harus lembur sampai tengah malam. Karyawan swasta di daerah Blok M ini mengaku masih kesulitan mengakses transportasi massal yang jumlahnya terbatas dengan tingkat keamanan yang belum memadai.