Warga Kecamatan Senen itu datang bersama tetangganya ke depan Gedung Mahkamah Konstitusi. Mereka diajak untuk mengikuti acara Prabowo Subianto di sana. Namun, acara apa yang dimaksud, Uwah mengaku tidak mengetahui persis.
”Saya cuma diajak ke acaranya Pak Prabowo. Ya, ikut saja,” ujarnya.
Demonstrasi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa bukanlah demonstrasi pertama yang diikuti Uwah. Selama ini, dia biasa diajak untuk mengikuti aneka unjuk rasa. Bersama tetangga, dia datang ke tempat aksi dengan menumpang bus. Seperti kemarin, mereka datang dengan dua bus kota ke Jalan Medan Merdeka Barat.
Dan, di tengah orasi para pendukung di tengah jalan, Uwah dan tetangganya memilih berteduh. Perut mereka sudah terasa lapar, sementara belum ada tanda-tanda pembagian nasi kotak.
”Biasanya, sih, dikasih makan juga. Tetapi, ini cuma air saja yang dikasih,” katanya saat jarum jam sudah menunjukkan angka 11.00.
Sejak jalan dari rumah sekitar pukul 08.00, Uwah tidak sempat sarapan. Pagi-pagi benar, dia sudah mulai menjalankan pekerjaannya sebagai tukang cuci di rumah tetangga. Pekerjaan ini tidak diselesaikan seluruhnya kemarin pagi karena tiba-tiba diajak ikut demonstrasi di depan Mahkamah Konstitusi.
”Saya izin saja ke majikan. Dia juga sudah paham saya mau ikut (demonstrasi). Jadi diizinkan,” katanya.
Uwah segera bergegas bergabung dengan tetangga lain karena berharap bisa mendapatkan sedikit uang dari kegiatan ini. Amplop diberikan setelah demonstrasi usai. Isinya Rp 50.000 per orang. Uang itu dia pakai untuk mencukupi kebutuhan harian. Setelah demonstrasi usai, dia juga segera mempersiapkan kebutuhan untuk berjualan di sekitar rumahnya pada sore hari.
Oleh karena itu, untuk menghemat pengeluaran, siang itu dia terus menanyakan jatah nasi bungkus. ”Kalau tidak ada nasi bungkus, bisa dipesenin jajanan yang ada di tukang makanan sekitar sini, ya,” katanya disambut persetujuan dari tetangga yang juga tengah berteduh di sekitar pohon.
Dapat amplop berapa?
Pertanyaan itu tiba-tiba dilontarkan salah satu pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa kepada Kompas saat berunjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu.
Pengunjuk rasa yang mengaku bernama Bopak itu tak terlihat malu saat menanyakan hal tersebut. ”Kalau saya dijanjikan Rp 200.000 per orang. Demo dari pagi sampai pukul satu siang,” kata pemuda yang datang dari Cikande, Banten, itu.
Dia tidak sendiri datang ke Gedung MK, ada belasan pemuda asal Cikande lain yang turut serta. Dengan bus, mereka berangkat dari Serang ke Gedung MK. ”Diajak demo, dikasih amplop, terus makan gratis, ya, ikut saja daripada nganggur di rumah,” ujar pemuda itu lagi.
Tak lama, rekan sebayanya yang duduk di samping Bopak bertanya heran kepada Kompas.
”Ini, tuh, demo sebenarnya soal apa, sih? Kan, Jokowi sudah resmi jadi presiden, kok, masih demo saja Prabowo? Emang Jokowi belum resmi presiden?” ucap pemuda bernama Heru tersebut.
Heru tidak peduli dengan tujuan unjuk rasa itu. Bagi dia, yang terpenting memperoleh amplop berisi uang Rp 200.000 sebagai imbal ikut unjuk rasa.
Ketika sidang perdana dari perkara perselisihan hasil pemilu presiden yang diajukan Prabowo-Hatta belum juga usai dan orasi pimpinan pengunjuk rasa di depan Gedung MK masih keras terdengar, Bopak dan rekan-rekannya sudah memilih meninggalkan lokasi unjuk rasa.
Namun, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta, Andre Rosiade, membantah hal itu. Menurut dia, adanya tuduhan pengunjuk rasa yang dibayar merupakan upaya mengerdilkan gerakan moral yang sedang dilakukan pendukung pasangan Prabowo-Hatta.
”Bisa dilihat di lapangan. Penampilan pengunjuk rasa itu bukan penampilan pengunjuk rasa bayaran. Selain itu, mereka militan, mau berunjuk rasa dari pagi sampai sore hari. Mereka juga mau berunjuk rasa di MK, lalu ikut unjuk rasa di DPR, padahal kedua tempat itu berjauhan. Kalau mereka bayaran, mereka tidak akan mau melakukan semua itu,” tutur dia.
Menurut dia, relawan Prabowo-Hatta dan kader partai-partai Koalisi Merah Putih akan tetap berunjuk rasa selama persidangan di MK. ”Ini bentuk komitmen kami untuk mengawal MK agar MK bisa memutuskan seadil-adilnya atas kecurangan selama pilpres,” lanjut Andre.
Sukarela
Meski demikian, tidak semua peserta demo dijanjikan bayaran. Yogi Matsuni, penyandang tunanetra yang datang dari rumahnya di Cililitan, Jakarta Timur, misalnya, sukarela mendukung Prabowo-Hatta. Ia akan bergabung dengan Komunitas Difabel yang berjanji bertemu di depan Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Yogi yang sehari-hari bekerja sebagai guru komputer dan tukang urut ini mengatakan, ia selalu mengikuti perkembangan politik lewat media. Ia paling sering dapat informasi dari Facebook dan televisi. ”Sekarang ada aplikasi di komputer dan Android untuk screen reader lalu otomatis diubah jadi kata-kata bicara,” ujar Yogi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.