"Rapat seperti rapat fraksi, komisi, banggar, paripurna itu harus melibatkan publik untuk berbicara. Mereka harus sebanyak mungkin diundang dan terlibat," kata Taufik berseloroh, kepada wartawan, seusai pengukuhan 106 anggota DPRD DKI 2014-2019, di Gedung Dewan DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (25/8/2014).
Taufik mengaku akan menempatkan sebuah meja bundar di lobi gedung DPRD DKI untuk media diskusi warga. Dengan itu, menurut dia, warga Jakarta merasa DPRD DKI sebagai rumah mereka.
Meja bundar itu, lanjut dia, juga bisa dipergunakan untuk dialog publik. Sehingga, anggota DPRD DKI dapat mengetahui dan memantau problem masyarakat sedini mungkin.
"Warga itu kalau problemnya didengarkan saja, mereka senang. Apalagi kalau problem mereka, kita selesaikan," kata mantan Ketua KPU DKI itu.
Kakak kandung Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Mohamad Sanusi tersebut juga meminta agar kartu akses masuk DPRD DKI dihilangkan. Untuk dapat masuk ke Gedung DPRD DKI yang baru, warga harus memiliki sebuah kartu akses.
Akses masuk itu biasanya hanya dimiliki oleh anggota DPRD, pejabat Pemprov DKI, pegawai DPRD DKI, dan yang terkait. Keberadaan kartu akses, kata Taufik, justru membuat DPRD DKI semakin jauh dengan warga.
Gedung DPRD DKI yang disebut Taufik sebagai rumah rakyat itu layaknya seperti rumah rahasia. "Kan sudah ada staf pamdal (pengamanan dalam), ada satpam, ngapain pakai akses lagi. Mau masuk pintu, pakai akses, naik lift pakai akses juga. Ini prinsip tidak boleh dikalahkan sama hal-hal teknis," ujarnya.
"DPRD tidak boleh ada sekat sama publik, buang tuh kartu akses. Saya janji, saya gantung kartu akses saya di pintu depan untuk umum," kata Taufik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.