Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemilau Imlek dalam Denyut Pasar Lama

Kompas.com - 05/02/2015, 14:30 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap kali menjelang perayaan Tahun Baru China atau Imlek, warga Tionghoa tumplek ke Pasar Lama, Kota Tangerang, Banten. Mereka tidak hanya belanja pernak-pernik Imlek, tetapi juga bernostalgia, sembahyang, dan sekaligus berkunjung ke Kelenteng Boen Tek Bio yang berada dalam pasar tersebut.

Lampion dan segala pernak-pernik Imlek yang didominasi warna merah dan kuning keemasan menghiasi sepanjang Jalan Cilame, Cirarab, dan Ki Samaun, sejak tiga pekan sebelum 19 Februari.

Ketika kaki melangkah masuk ke Jalan Ki Samaun, titik nol kilometer Kota Tangerang, Kamis (29/1) siang, suasana semarak itu langsung menyergap, termasuk gerobak pedagang kaki lima yang berjajar. Suasana sama juga dirasakan ketika memasuki Jalan Cilame dan Cirarab hingga Kelenteng Boen Tek Bio (dalam pasar). Toko yang setiap hari menjual aksesori warga Tionghoa itu juga menggelar dagangan pernak-pernik Imlek tersebut.

”Setiap kali menjelang Imlek, pasti pernak-pernik seperti ini akan laku keras. Permintaan sangat banyak, naik hingga 100 persen dari hari biasa,” kata Teddy (50), pemilik toko pernak-pernik Tionghoa ”Teddy” di Pasar Lama.

Toko pernak-pernik Hokian Jaya juga menggelar dagangan khusus Imlek dalam jumlah lebih banyak dari hari biasanya.

Kesibukan menyambut Imlek mulai berdenyut di pasar ini sejak tiga pekan sebelum perayaan tahun baru itu, yang jatuh pada 19 Februari. PKL musiman dan pedagang lama mengadu keberuntungan memasuki Tahun Kambing Kayu ini.

”Saya dan istri sebenarnya berdagang di Kampung Cina, Cibubur. Tetapi, sejak lima tahun terakhir, setiap menjelang Imlek kami sengaja datang berjualan untuk sementara waktu di Pasar Lama selama sebulan saja,” kata Jantje (49), yang ditemani sang istri, Lani (45).

Berbekal pengalaman tahun sebelumnya, para pedagang ini bisa mendapat keuntungan Rp 1 juta per hari, dua-tiga kali lipat dari hari-hari normal. Mereka menggelar dagangan pukul 08.00 hingga 16.00. Sepekan menjelang Imlek, lanjut Lani, biasanya pendapatan mereka terus meningkat hingga Rp 3 juta per hari.

”Semoga di tahun Kambing Kayu ini rezekinya lebih baik dari tahun sebelumnya,” harap Lani.

Penjual masih mematok harga lama untuk setiap produk dari pernak-pernik Imlek ini. Misalnya, harga lampion mulai dari Rp 75.000 sampai Rp 150.000 per buah. Harga lilin bervariasi sesuai ukuran, mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 200.000 per batang, dan berbagai aneka gantungan, termasuk bergambar kambing kayu, Rp 5.000-Rp 50.000 per buah. Sementara harga cheng sam China (pakaian khas Imlek) bervariasi mulai dari Rp 75.000. Adapun angpao (amplop) berharga Rp 5.000 hingga Rp 25.000 per kemasan.

Pernak-pernik ini wajib dimiliki warga Tionghoa setiap kali menyambut Imlek.

”Kan, cuma setahun sekali merayakannya. Enggak apa-apa beli lagi tahun ini sebagai tanda sukacita datangnya tahun baru. Harapannya, rezeki berlimpah di tahun baru dan hari-hari berikutnya,” kata Valouis (40), wiraswasta asal Kebayoran Lama yang ditemui di Pasar Lama.

Valouis tidak hanya membeli lampion dan gantungan. Ia juga sengaja datang ke tempat itu juga untuk membeli angpao. Sebagian akan diletakkan di pohon rezeki, sebagian lagi dibagikan kepada sanak keluarga. ”Kalau baju, kue keranjang, dan dodol nanti kami beli seminggu sebelum Imlek,” kata Valouis.

Kue keranjang

Warga Tionghoa juga berdatangan ke pasar ini untuk membeli buah-buahan, kue keranjang, dan dodol untuk digunakan pada saat sembahyang.

Biasanya mendekati tahun baru, seminggu sebelum Imlek, kue keranjang dan dodol banjir di pedagang. Malah, pedagang lebih memilih memajang banyak kue keranjang dan dodol ketimbang dagangan utama karena kue itu banyak dicari orang.

”Namanya pedagang, kita jual apa saja. Kalau lagi menjelang Imlek, biasanya tiga hari menjelang Imlek, saya tidak jualan asinan lagi. Tetapi, lebih fokus jualan kue keranjang, dodol, dan kue semprong. Enggak kepegang kalau jualan asinan,” kata Ny Liu Lan Jin (63), pedagang asinan sayur yang tertua dan sohor di Pasar Lama.

Selain itu, bunga potong, termasuk bunga anggrek, banyak dicari warga Tionghoa untuk mempercantik ruangan rumah mereka. Bunga potong itu dimasukkan dalam pot dan diletakkan dalam ruangan tamu.

Tingginya permintaan membuat harga buah-buahan, kue keranjang, dodol, dan bunga potong naik.

Harga buah-buahan, terutama jeruk, apel, dan pir naik Rp 5.000-Rp 10.000 menjadi Rp 35.000-Rp 70.000 per kilogram. Sementara harga kue keranjang naik Rp 1.000-Rp 2.000 per kg dari tahun sebelumnya (bergantung merek dan ukuran), yakni Rp 25.000-Rp 47.000 menjadi Rp 26.000-Rp 50.000 per kg. Sementara harga dodol bervariasi dari Rp 15.000-Rp 18.000 menjadi Rp 16.000-Rp 20.000 per bungkus.

Harga bunga potong dan anggrek naik hingga 50 persen, dari harga sebelumnya Rp 7.500-Rp 10.000 per tangkai (bunga potong, tergantung jenis) menjadi Rp 10.000-Rp 15.000 per potong. Sementara harga anggrek dari Rp 15.000-Rp 20.000 menjadi Rp 25.000-Rp 30.000 per tangkai (harga dihitung per bunga).

Meskipun pernak-pernik seperti ini banyak dijual di pasar lain dan mal, banyak yang sengaja datang ke Pasar Lama. Selain mencari suasana baru, ketersediaan pernak-pernik lebih lengkap.

Pusat perjumpaan

Dalam buku Menuju Masyarakat Berperadaban Akhlakul Karimah yang ditulis mantan Wali Kota Tangerang Wahidin Halim disebutkan, kawasan Pasar Lama merupakan salah satu kampung tua di Tangerang.

Kawasan tersebut pada era 1740 ditetapkan oleh penguasa VOC sebagai permukiman warga Tionghoa. Jauh sebelum itu, kawasan tersebut telah menjadi pusat perjumpaan, baik antarmasyarakat Tionghoa maupun dengan komunitas lain yang berasal dari berbagai penjuru Tangerang.

Salah satu yang menjadi magnet Pasar Lama antara lain keberadaan Kelenteng Boen Tek Bio, kelenteng tua yang dibangun pada tahun 1684. Selain menjadi pusat ritual keagamaan, Boen Tek Bio juga memainkan peran sosial dan budaya. Misalnya, setiap 12 tahun, saat tahun Naga, digelar arak-arakan dewa atau gotong Toapekong yang menyedot perhatian penduduk setempat dan wisatawan.

Tidak jauh dari kelenteng itu, tepat di Jalan Cilame, ada sebuah rumah tua yang diduga dibangun pada masa yang sama dengan era pembangunan Boen Tek Bio. Rumah itu kini lebih dikenal sebagai Benteng Heritage, sebuah museum kecil yang menyimpan serpihan jejak dan sejarah kehadiran, perjumpaan, dan akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa.

Denyut Pasar Lama tidak pernah berhenti. Selama 24 jam, mulai dari sebelum fajar menyingsing, berbagai lapak pedagang sayur, ikan, buah-buahan, bunga, dan daging sudah tertata. Pagi hingga sore, toko serba ada dan pedagang makanan pun berdenyut. Sementara senja hingga tengah malam lokasi ini menjadi tempat kuliner berbagai jenis makanan.

Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar sangat menikmati dan bernostalgia di kawasan Pasar Lama. Zaki, panggilan akrab bupati, mengatakan, dirinya tumbuh dan besar di kawasan Pasar Lama.

”Nostalgia sewaktu kecil. Kawasan pusat jajanan ini menjadi salah satu tujuan untuk menikmati berbagai pilihan makanan,” kata Zaki.

Anda mempunyai pengalaman lebih seru dari Pak Bupati? Bisa jadi.... (PINGKAN ELITA DUNDU)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

Megapolitan
Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Megapolitan
Viral Video Geng Motor Bawa Sajam Masuk Kompleks TNI di Halim, Berakhir Diciduk Polisi

Viral Video Geng Motor Bawa Sajam Masuk Kompleks TNI di Halim, Berakhir Diciduk Polisi

Megapolitan
Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Megapolitan
Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Megapolitan
Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Megapolitan
DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

Megapolitan
Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com