Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tawuran di Johar Baru Ditandai dengan Petasan

Kompas.com - 10/09/2015, 07:35 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada satu momen yang menjadi perhatian khusus sebelum terjadinya tawuran di Johar Baru. Momen tersebut dinilai menjadi pemicu tawuran di pemukiman tempat penduduk tersebut.

"Ada hal yang menarik. Kalau tawuran, apalagi kalau tawuran besar, selalu ada sinyal bakal ada tawuran, (yakni) mercon," kata Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede di Mapolda Metro Jaya, Rabu (9/9/2015).

Petasan tersebut bukan tipe murahan. Dari penelusuran Mangara, harga satu petasan tersebut bisa mencapai Rp 300.000. "Itu dibunyiin, terus terjadi tawuran. Dan mercon itu yang menghantam tangan Pak Kapolsek Johar Baru (saat melerai tawuran)," kata Mangara.

Mangara pun tak tahu dari mana asal petasan tersebut. Apalagi jika melihat kondisi masyarakat di Johar Baru yang dinilai kurang memungkinkan untuk membeli petasan dengan jumlah cukup banyak. "Karena di sana, mohon maaf, tingkat ekonomi masyarakat di Johar Baru berada di menengah ke bawah," ucap Mangara.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Sektor Johar Baru Komisaris Wiyono membenarkan perihal tangannya yang terkena petasan saat melerai tawuran di Johar Baru. Wiyono menceritakan peristiwa tersebut terjadi pada 18 Agustus 2015 silam.

"Kita bersama anggota melerai dari jembatan besi ke kanan, kita dorong sudah mundur. Ternyata dari sebelah kiri Kampung Rawa malah ngikut dari belakang."

"Ternyata dari Tanah Tinggi makin nyerang lagi. Ada beberapa petasan yang besar, salah satunya kena tangan saya," kata Wiyono.

Setelah peristiwa tersebut, Wiyono menemukan sebuah kardus yang dijadikan tempat menaruh petasan. Ia pun bertanya perihal kardus tersebut kepada para pemuda yang terlibat tawuran.

"Mereka bilang petasan tersebut ditaruh oleh seseorang kalau terjadi tawuran. Jadi orang yang tawuran itu langsung mengambil untuk digunakan. Jadi tidak dari rumahnya. Tidak tahu siapa yang naruh," kata Wiyono.

Sementara itu, Wakil Kepala Kepolisian Metro Jakarta Pusat Ajun Komisaris Besar Roma Hutajulu, dalam beberapa kesempatan, menyebut adanya sekelompok orang yang masuk ke pemukiman pada penduduk dengan sepeda motor. Mereka memprovokasi warga untuk bentrok.

"Kira-kira, ada lima sepeda motor dengan sepuluh orang langsung masuk ke lingkungan sekitar dan langsung memberikan tanda untuk mengarahkan ke mercon sebelahnya."

"Setelah itu pihak dari kampung sebelah berpikir dan dijawab kampung sebelah dengan mercon lagi," kata Roma.

Tak ada yang tahu dari mana asal dan maksud petasan tersebut. Sampai saat ini polisi pun masih menyelidiki temuan tersebut.

Transformasi

Sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo mengatakan adanya tanda berupa petasan sebelum tawuran merupakan bagian hal paling ujung. Yang terpenting yakni perihal pemetaan masalah tawuran sebenarnya.

"Setiap tempat itu ada kelompok-kelompok. Kalau secara negatif melabel, mereka adalah geng. Tapi sebetulnya mereka adalah kelompok anak muda yang secara wajar mau melakukan aktivitas," kata Imam di Jakarta, Rabu petang.

Secara konkret, mereka tak mampu merumuskan sendiri kemauannya. Apalagi sampai bisa terfasilitasi oleh pemerintah.

"Orang-orang seperti ini, tidak ada kegiatan, tidak ada ruang publik, akhirnya terjadi (tawuran). Apalagi wilayah ini padat penduduk, begitu banyak sekali pengangguran."

"Bisa saja orang memanfaatkan, jualan narkoba tadi. Bisa saja orang mencari keributan karena kepengapan," kata Imam.

Imam melanjutkan, setiap kelompok pasti memiliki pemimpin atau biasa disebut pentolan. Untuk itu, pentolan tersebut dinilai penting agar bisa mencegah tawuran dengan mentransformasikan kelompok secara bersama.

"Satu orang berubah belum tentu saat dia sosialisasi ke gengnya itu berubah. Oleh karena itu kita butuh transformasi kelompok. Setelah itu kita butuh transformasi antara kelompok," jelas Imam.

Dekat

Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia Paulus Wirutomo meyakini persoalan tawuran dapat terpecahkan lewat empat langkah, yakni kompak, dekat, fasilitasi, dan organisasi.

Kompak, misalnya, harus bisa berkomitmen untuk berubah. "Kalau kita ngomong, mereka merasa gak dilibati. Ketika mereka didekati, ternyata mereka kepengen main musik, seni dan mural," kata Paulus.

Bagian pendekatan tersebut harus disertai upaya memfasilitasi gagasan mereka. Sehingga, hal ini dapat berjalan dengan baik dalam pencegahan tawuran. "Setelah mereka dekat, maka kita bentuk organisasi. Maka akan bertahan," tegas Paulus.

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian menyambut baik ide gagasan para pakar tersebut. Menurut jenderal bintang dua ini polisi harus bisa melakukan langkah pro aktif daripada represif semata.

"Perlu mendalami akar masalah tersebut. Bahkan sampai pada titik terkecil, yakni orang-orang dalam kelompok tersebut, misalnya tokoh kunci," kata Tito.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadwal Pendaftaran PPDB Kota Bogor 2024 untuk SD dan SMP

Jadwal Pendaftaran PPDB Kota Bogor 2024 untuk SD dan SMP

Megapolitan
Sejumlah Warga Setujui Usulan Heru Budi Bangun 'Jogging Track' di RTH Tubagus Angke untuk Cegah Prostitusi

Sejumlah Warga Setujui Usulan Heru Budi Bangun "Jogging Track" di RTH Tubagus Angke untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Taruna Tingkat 1 STIP Dipulangkan Usai Kasus Penganiayaan oleh Senior

Taruna Tingkat 1 STIP Dipulangkan Usai Kasus Penganiayaan oleh Senior

Megapolitan
Ketika Ahok Bicara Solusi Masalah Jakarta hingga Dianggap Sinyal Maju Cagub DKI...

Ketika Ahok Bicara Solusi Masalah Jakarta hingga Dianggap Sinyal Maju Cagub DKI...

Megapolitan
Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Megapolitan
Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Megapolitan
Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Megapolitan
Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Megapolitan
Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut   Investasi SDM Kunci Utama

Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut Investasi SDM Kunci Utama

Megapolitan
Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Megapolitan
Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Megapolitan
Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Megapolitan
Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Megapolitan
Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com