Salah satunya adalah Jumaing, seorang warga RT 008/01. Warga bantaran aliran Kali Ciliwung itu mengatakan harus banyak uang yang dikeluarkan jika tinggal di rusun.
"Kalau di sini kami cuma bayar listrik dan air. Kalau tinggal di rusun, kami harus bayar retribusi keamanan, parkir, air, listrik," kata Jumaing di Jalan Kerapu, Minggu (8/11/2015).
"Sesusah-susahnya kami tinggal di sini, tapi kami bisa kontrakkin kamar. Kalau di rumah, kamar lebih dari satu bisa dikontrakkin. Di rusun mana bisa ngontrakkin," kata Jumaing lagi.
Jumaing mengatakan, banyak pemilik rumah yang mengontrakkan kamar mereka. Biasanya rumah-rumah berlantai dua atau lebih yang kamarnya dikontrakkan.
Sulitnya akses transportasi menuju rusun juga dikeluhkannya.
Jumaing mengatakan, lahan tempat tinggalnya sudah pernah dibebaskan pada tahun 1990. Jarak trase 5 meter dari bibir kali.
"Katanya mau dibikin jalan inspeksi, tapi karena lahannya nganggur enggak diapa-apain. Akhirnya (lahannya) digunakan lagi sama warga, dibangun lagi (pemukiman liar)," kata Jumaing.
Kemudian pada awal tahun 2015, lahan tersebut dibebaskan lagi dan warga direlokasi ke rusun. Rumah miliknya hanya terkena sedikit pembongkaran, tidak sampai total dibongkar.
Namun, jika Pemprov DKI kembali akan membebaskan lahan 10 meter dari bibir kali, maka rumahnya akan terdampak.
Selain itu, dia mengaku tidak mengantongi sertifikat kepemilikan tanah maupun Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di sana.
"Kami enggak diberi informasi apa-apa dari pemerintah, kami dipersulit. Jangan salahkan warga dong, karena warga juga maunya ada sertifikat," kata Jumaing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.