Sebab, dua dari empat teroris yang bernama Muhammad Ali dan Dian Juni, merupakan warga Kampung Sanggrahan.
Salah seorang warga, Haripah, menceritakan pengalamannya ketika mengetahui salah satu teroris merupakan tetangganya.
Haripah mengatakan pada hari ketika ledakan bom terjadi, banyak foto-foto terduga teroris yang tewas beredar di media sosial.
Ketika melihat beberapa foto tersebut, Haripah kaget karena merasa mengenali salah satunya.
"Waktu lihat foto teroris, Ya Allah ternyata tetangga saya," ujar Haripah, Sabtu (16/1/2016).
Malam hari setelah ledakan, kampung itu dikejutkan dengan kedatangan Densus 88 yang menggerebek rumah Muhammad Ali.
Haripah bercerita warga sekitar sangat kaget sekaligus penasaran juga. Mereka keluar dari rumah masing-masing untuk menyaksikan penggerebekan itu.
"Padahal udah dimarahin sama polisinya, 'Bu, masuk aja di sini berbahaya,'. Saya jawab aja enggak mau masuk, soalnya saya mau lihat Pak Polisi, ganteng-ganteng dan gagah," ujar Haripah.
Warga yang lain, Iis, mengakui hal itu. Namun, dia mengatakan keramaian pada malam itu masih belum ada apa-apanya. Tim Densus 88 yang mendatangi lingkungan mereka tidak begitu banyak.
Iis mengatakan, warga kembali kaget ketika pada malam berikutnya polisi kembali mendatangi lingkungan rumah mereka. Kali ini dengan membawa pasukan yang lebih banyak.
"Yang ramai itu pas Jumat malam. Itu wartawan pada kumpul juga, polisinya banyak. Kalau Kamis malam cuma polisi aja," ujar Iis.
Iis mengatakan, hampir semua warga tidak tidur pada malam itu karena terkejut dengan kedatangan polisi dalam jumlah banyak.
Mereka juga tidak bisa tidur karena memikirkan tetangga yang mereka kenal selama ini ternyata seorang teroris.
Tidak diduga
Haripah mengatakan, dia tidak pernah menduga Muhammad Ali menjadi salah satu dalang ledakan bom Sarinah. Sebab, dalam kesehariannya, Muhammad Ali dikenal ramah dan pendiam.
Dia bingung bagaimana bisa tetangganya yang pendiam itu menjadi perakit bom.
"Belajar sama siapa ya dan bergaul sama siapa," ujar dia.
Tetangga yang lain, Mamay, gemetar ketika mengetahui fakta itu. Apalagi, polisi mengatakan bahwa bom yang meledak dirakit di rumah Muhammad Ali dan kos-kosan yang ditinggali Dian Juni di Kampung Sanggrahan.
Mamay tidak menyangka pernah berada sedekat itu dengan bom yang gegerkan dunia.
"Saya gemetar loh, enggak nyangka bom Sarinah dibuat di sini," ujar Mamay.
Bahkan, tetangga yang lain yaitu Susilo Pandoyo mengatakan dia tidak tahu apakah nantinya warga akan menerima jenazah Muhammad Ali.
Dia mengatakan rasanya sulit bagi mereka untuk menerima dan mengurus prosesi pemakaman jenazah yang mereka kenal sebagai teroris.
"Gimana ya, saya juga enggak yakin apa kita-kita ini mau ngurusi," ujar dia.
Mencoba adil
Meski demikian, Susilo mengatakan warga Kampung Sanggrahan akan mencoba adil dalam memperlakukan keluarga Muhammad Ali. Mereka akan tetap berlaku baik kepada istri dan anak-anak Muhammad Ali.
"Kita tetap harus objektif terhadap yang tidak bersalah. Yang kita kutuk kan hanya perbuatan Muhammad Ali saja," ujar Susilo.
Begitupun dengan Mamay. Mamay kasihan kepada tiga anak Muhammad Ali yang masih kecil kalau sampai dikucilkan.
Sebagai tetangga yang baik, Mamay akan tetap bersikap biasa terhadap keluarga Muhammad Ali. Mamay yakin keluarga tidak menginginkan Muhammad Ali menjadi seorang teroris.
Anak-anak kecil terlihat bebas berkeliaran di sekitar rumah Muhammad Ali. Mereka terlihat penasaran dengan wartawan yang datang silih berganti ke rumah itu. Mereka juga bertanya-tanya kenapa anak-anak Muhammad Ali tidak keluar rumah seperti biasanya.
Anak-anak kecil itu, sudah mengetahui apa yang terjadi dengan keluarga Muhammad Ali.
"Tapi kita tetap mau main kok sama Is, Fa, dan Fi,"ujar salah seorang bocah, Debora, menyebutkan nama-nama anak Muhammad Ali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.