Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APTB, Masalah yang Tak Kunjung Usai

Kompas.com - 08/03/2016, 08:04 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Akhir pekan lalu, Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta melarang bus-bus Angkutan Perbatasan Terintegrasi Bus Transjakarta (APTB) masuk Jakarta.

Namun baru tiga hari berjalan, mereka merevisi aturan tersebut.

Polemik mengenai APTB bukan kali ini saja terjadi. Sejak awal 2015, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sudah mempermasalahkan layanan bus tersebut. Hal itu dilatarbelakangi perilaku sopir-sopir bus APTB yang sering mengetem sembarangan serta menaikturunkan penumpang di sembarang tempat.

Ahok menyebut perilaku sopir APTB ini menyebabkan terganggunya layanan bus Transjakarta. Ia pun meminta Kepala Dishubtrans saat itu, Benjamin Bukit, untuk segera menindak APTB. Jika tidak, ia akan mencopot Benjamin.

Menurut Ahok, alasan dirinya mencopot dua Kepala Dishubtrans sebelumnya, yakni Udar Pristono dan Muhammad Akbar ialah karena mereka tak berani menghentikan operasional APTB.

"Kemarin (saat kepemimpinan Pristono dan Akbar), saya sudah bilang sama Dishub DKI untuk stop operasi APTB. Ternyata enggak jalan. Kalau Kadishub sekarang enggak bisa menjalankan lagi, saya ganti lagi Kadishubnya," kata Ahok pada  Januari 2015.

Ahok menginginkan operasional APTB digabung dengan pengelolaan Transjakarta. Sebab, apabila layanan APTB sudah berada di bawah pengelolaan PT Transjakarta, bus-bus akan terintegrasi dengan sistem pembayaran per kilometer.

Saat itu, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menawarkan solusi kepada operator APTB agar layanan bus tersebut tidak dihapuskan. Ada dua pilihan metode pengelolaan yang disodorkan kepada operator APTB. Dua pilihan itu yakni menjadikan APTB sebagai bus pengumpan (feeder) transjakarta tanpa harus mengikuti pola pengelolaan Transjakarta, atau tetap membebaskan bus APTB masuk jalur Transjakarta, tetapi dengan syarat, sistem pengelolaannya mengikuti aturan yang diterapkan dalam pengelolaan layanan bus Transjakarta, yakni pembayaran per kilometer.

Namun, ancaman tinggal ancaman. Setahun berlalu, tidak ada tindakan apapun terhadap APTB. Bus-bus itu tetap bebas beroperasi seperti biasa. Sopir masih terlihat ngetem di sembarang tempat, menaik-turunkan penumpang di luar jalur Transjakarta, dan memungut biaya tambahan kepada penumpang yang naik dari halte Transjakarta.

Gebrakan Kadishubtrans Baru

Ahok sudah mencopot Benjamin sebagai Kepala Dishubtrans. Jabatan itu kini diisi Andri Yansyah, yang tidak pernah bekerja di bidang transportasi.

Setelah beberapa bulan menjabat, pada 6 Maret 2016, Andri mengeluarkan larangan operasional APTB masuk ke Jakarta. Menurut Andri, dilarangnya APTB masuk Jakarta dilatarbelakangi adanya permintaan dari Kementerian Perhubungan.

Andri menyebut Kemenhub menilai APTB sudah bermasalah sejak awal kemunculannya pada 2012. Masalah ada pada perizinan. Sebab, meskipun melayani rute antarkota, izin bus ini justru diterbitkan oleh Dishubtras DKI Jakarta. Menurut Andri, seharusnya izin bus yang melayani rute antarkota diterbitkan Kemenhub.

"Saya sudah ditegur Kemenhub sebanyak empat kali. Makanya mulai hari ini APTB sudah tidak boleh masuk dalam kota," ujar Andri, Sabtu (5/3/2016).

Penumpang Bingung

Warga dari luar Jakarta yang biasa menggunakan APTB sempat mengeluhkan pelarangan APTB masuk Jakarta. Seperti yang dialami penumpang APTB Bekasi-Tanah Abang, Sari (52). Ia biasanya turun di Jalan Gatot Subroto. Sejak pelarangan, ia harus turun di Halte UKI Cawang. Dari Cawang, ia kemudian melanjutkan perjalanan naik Transjakarta koridor 9.

"Bingung saya, biasa cuma sekali naik saja, sekarang harus ganti lagi pakai Transjakarta," ujar Sari.

Adanya keluhan dari warga membuat Dishubtrans meninjau ulang pelarangan itu. Setelah hampir tiga hari dilarang masuk Jakarta, bus-bus APTB diperbolehkan kembali masuk Jakarta per Selasa ini.

Andri mengatakan, diperbolehkannya kembali APTB masuk Jakarta disebabkan belum beroperasinya 600 bus hibah dari Kementerian Perhubungan. Saat ini, bus-bus tersebut masih menjalani pengurusan surat-surat dan uji kir.

"Kalau kita stop, 600 (bus) belum beroperasi, kasihan juga masyarakat," kata Andri usai rapat dengan operator APTB di Kantor Dishubtrans, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin sore.

Namun, Andri menegaskan, diperbolehkannya APTB masuk Jakarta dijalankan dengan sejumlah ketentuan, yakni operator APTB dilarang untuk memungut biaya tambahan Rp 5.000 kepada penumpang yang naik di jalur Transjakarta. Selain itu, sopir bus APTB diwajibkan untuk berjalan di jalur Transjakarta tanpa terkecuali.

"Harus beroperasi di busway, tidak boleh zig-zag ke luar busway," tutur Andri.

Ia menegaskan, jika dalam pelaksanaannya didapati laporan adanya penumpang yang tetap diminta bayaran atau sopir bus keluar dari jalur Transjakarta, Dishubtrans DKI Jakarta akan mengenakan sanksi tegas, berupa pencabutan trayek.

Tidak hanya itu, ia memastikan jika 600 bus hibah dari Kemenhub sudah bisa dioperasikan, operasional APTB akan langsung dihentikan. Rencananya, ia mengalihkan bus-bus APTB untuk melayani rute-rute dalam kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Megapolitan
Kronologi Jari Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Sampai Putus, Pelaku Diduga Mabuk

Kronologi Jari Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Sampai Putus, Pelaku Diduga Mabuk

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Ditangkap di Rumah Istrinya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Ditangkap di Rumah Istrinya

Megapolitan
DJ East Blake Nekat Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih sebab Tak Terima Diputuskan

DJ East Blake Nekat Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih sebab Tak Terima Diputuskan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com