Sementara, di sudut yang lain, kita juga capek hati melihat para politisi yang memanfaatkan media untuk memilin dan menafsirkan kebenaran versi mereka sendiri.
Seolah ada yang hilang dari sistem perpolitikan negeri ini: hati nurani.
Langkah Ahok di jalur independen seperti mencerminkan bahwa kita memang tidak memerlukan partai politik sebagai mekanisme pemilu. Terlebih lagi, popularitas dan elektabilitas Ahok tinggi.
Survei yang dilakukan Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI) mendapatkan, popularitas Ahok mencapai 98,5 persen, sedangkan tingkat elektabilitasnya 43,5 persen. (Baca: Secara Popularitas dan Elektabilitas, Ahok Masih Unggul)
Elektabilitas yang tinggi juga didapati oleh Populi Center, yaitu 59 persen. (Baca: Survei Pilkada DKI, Elektabilitas Ridwan Kamil Tak Meningkat Pesat)
Kita harus sepaham dengan pernyataan Prasetio yang menyebut bahwa segala upaya deparpolisasi harus dilawan. Namun, menyebut ada upaya deparpolisasi di balik langkah Ahok adalah berlebihan, kebakaran jenggot yang keterlaluan.
Deparpolisasi justru terjadi di dalam partai politik sendiri oleh sepak terjang para politisinya yang menelikung hati nurani publik.
Partai politik
Eksistensi partai politik dalam sistem demokrasi kita sudah final. Tidak bisa ditawar. Partai politik merupakan salah satu tiang penyangga demokrasi. Penihilan partai politik sama saja dengan menghapus sistem tata kenegaraan kita. Kita tidak sedang membutuhkan revolusi atas sistem yang telah disepakati oleh para bapak bangsa pendiri republik ini.
Kader-kader pemimpin daerah yang lahir dari rahim partai politik tidak semuanya buruk. Kita mengenal Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dari PDI-P yang menorehkan prestasi sebagai wali kota terbaik ketiga di dunia pada 2015 World Mayor.
Presiden Joko Widodo yang mengukir prestasi di Solo dan Jakarta adalah juga kader PDI-P. Di Kabupaten Banyuwangi, kader muda Partai Kebangkitan Bangsa Azwar Anas juga banyak menuai pujian. Azwar kini menduduki periode kedua sebagai bupati.
Di pihak lain, mekanisme jalur independen adalah sah, dimungkinkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi undang-undang.
Hati nurani
Jalur independen tidaklah harus dimaknai sebagai upaya deparpolisasi. Hal itu harus dipahami sebagai ruang alternatif untuk bernapas bagi kebuntuan hati nurani yang mungkin sedang tidak bersinar dalam sistem internal kepartaian di Indonesia.
Mereka yang menempuh jalur independen juga harus menjaga agar koridor partai tidak dinisbikan. Para politisi yang memilih jalur ini hendaknya juga menjaga kehormatan partai politik. Tidak melecehkannya.