JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta masih menjadi daerah endemis flu burung. Hal ini antara lain karena masih banyak warga di DKI memelihara unggas kendati Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah melarang sejak tahun 2007. Kondisi itu dipicu minimnya sosialisasi dan ketidakpedulian warga.
Temuan unggas yang mati akibat terjangkit flu burung di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, beberapa hari lalu, menampar kesadaran warga ataupun pemerintah kota serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk kembali berbenah memerangi flu burung yang mematikan.
Di Kelurahan Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan, Selasa (22/3), 167 unggas, yang terdiri dari 108 ayam dan 59 merpati, dimusnahkan dengan cara disembelih dalam penertiban unggas oleh petugas Kecamatan Kebayoran Lama. Sebanyak 45 kandang juga dimusnahkan dalam kegiatan penertiban itu.
Kepala Seksi Suku Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Kecamatan Kebayoran Lama Yosiah Anis mengatakan, seluruh unggas yang dimusnahkan itu dalam kondisi sehat.
"Karena semua unggas dalam kondisi sehat, setelah dipotong ada yang dijual atau dimasak," katanya.
Saat ini diduga masih ada ratusan ekor unggas yang dipelihara masyarakat di kawasan Kebayoran Lama. Padahal, setiap Selasa, petugas Kecamatan Kebayoran Lama sudah rutin menggelar penertiban unggas hingga ke tingkat RW.
Penertiban ini dilakukan terhadap unggas pangan nonkomersial, yaitu unggas yang digunakan untuk pangan dan bukan untuk usaha. Adapun memelihara unggas hias dan komersial harus memperoleh izin dari suku dinas kelautan, pertanian, dan ketahanan pangan setempat.
Menurut Yosiah, saat ini Jakarta masih menjadi daerah endemis flu burung. Artinya, masih terdapat penularan dari waktu ke waktu.
Yosiah menambahkan, flu burung sangat rentan menular pada unggas. Virus mematikan ini juga dapat menular dari unggas ke manusia. Namun, banyak warga belum memiliki kepedulian terhadap ancaman itu.
"Jadi, ketika kami melakukan penertiban, ada yang menyembunyikan peliharaannya. Ada yang bilang ini usahanya atau hobi," katanya.
Ketua RT 002/RW 008 M Tiyar mengatakan, sebagian besar masyarakat yang masih memelihara unggas di wilayahnya disebabkan ketidaktahuan mengenai larangan tersebut. "Warga baru tahu setelah ada sosialisasi minggu lalu," ujarnya.
Setelah memperoleh sosialisasi, warga membongkar kandangnya. Setidaknya 16 kandang unggas dimusnahkan oleh pemiliknya pada pekan lalu.
Risiko penularan tinggi
Sebagian besar unggas juga sudah dijual sebelum penertiban oleh petugas Kecamatan Kebayoran Lama. Pada 2007, salah satu warga Kebayoran Lama Utara, berusia dua tahun, tewas karena menderita flu burung.
Wakil Camat Kebayoran Lama Endang Effendi mengatakan, beberapa kelurahan menjadi sasaran penertiban unggas, yaitu Cipulir, Kebayoran Lama Selatan, Grogol Selatan, dan Grogol Utara. Sebelumnya, penertiban dilakukan di Pondok Pinang. Penertiban ini akan berlangsung hingga pertengahan April mendatang.
Masih adanya ayam dan entok yang mati dan terbukti positif mengidap H5N1 di Cilandak, Jakarta Selatan, pekan lalu, misalnya, mengindikasikan masih tingginya potensi penularan virus mematikan itu di DKI Jakarta.
Pemerintah DKI Jakarta sudah melarang masyarakat memelihara unggas pangan nonkomersial, yaitu dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas.
Larangan ini diberlakukan karena salah satu syarat aman untuk memelihara unggas adalah diperlukan jarak minimal 25 meter dari kandang ke rumah. Syarat ini nyaris tak mungkin dipenuhi di Jakarta. Adapun unggas hias harus memperoleh izin dari suku dinas kelautan, pertanian, dan ketahanan pangan setempat.
Pada 2006, Indonesia memiliki jumlah kasus flu burung pada manusia terbanyak, yaitu 55 dari 111 kasus di dunia. Angka kematian 81,81 persen (45 dari 55 kasus), sedangkan angka kematian rata-rata dunia adalah 68,46 persen (Kompas, 2 Januari 2007 halaman 12).
Kepala Suku Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan Jakarta Selatan Kristrisasi Helenandari mengatakan, sejak adanya temuan unggas yang positif flu burung H5N1 di Cilandak, penertiban unggas di Jakarta Selatan ditingkatkan. Namun, dipastikan hingga pertengahan pekan ini, belum ada tambahan temuan ataupun laporan kematian mendadak unggas lagi.
Sepanjang tahun lalu, sesuai data Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta, terjadi lima kasus flu burung. Kelima kasus itu terjadi di Kebon Jeruk (Jakarta Barat), Pesanggrahan, Pasar Minggu, Cilandak (Jakarta Selatan), dan Pasar Rebo (Jakarta Timur).
Selain itu, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat 53 kasus flu burung pada manusia sejak awal 2015 hingga 20 Maret 2016. Kejadian menonjol antara lain di Kalideres dan Cengkareng (Jakarta Barat), Pesanggrahan (Jakarta Selatan), dan Cakung (Jakarta Timur). (IRE)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Maret 2016, di halaman 28 dengan judul "Jakarta Endemis Flu Burung".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.