Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Poin-poin Perdebatan Ahok dan BPK soal Pembelian Lahan RS Sumber Waras

Kompas.com - 18/04/2016, 09:44 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pembelian 3,6 hektar lahan Rumah Sakit Sumber Waras pada anggaran pendapatan belanja daerah perubahan (APBD-P) 2014 menuai sorotan.

Terjadi perdebatan sengit terjadi antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait hasil audit pembelian lahan tersebut.

Perdebatan semakin panjang setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan dari Ahok pada Selasa (12/4/2016). KPK masih menyelidiki pembelian sebagian lahan rumah sakit yang akan dijadikan RS khusus jantung dan kanker ini.

Penyelidikan ini dilakukan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK untuk Provinsi DKI tahun 2014, yang menyebutkan adanya indikasi kerugian negara Rp 191 miliar dalam proses pembelian lahan tersebut.

Adapun beberapa poin yang menjadi perdebatan antara Ahok dan BPK adalah:

Transaksi tunai pembelian lahan

Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK Yudi Ramdan mengatakan, awal kecurigaan pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras berawal dari transaksi tak lazim yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.

Hal senada juga diungkapkan Ketua BPK RI Harry Azhar yang menyebut transaksi pembelian sebagian lahan itu menggunakan cek tunai sebesar Rp 755,69 miliar. Anggarannya diambil dari uang persediaan (UP).

"Namanya cek, ini kertas dibawa-bawa, apa itu lazim? Kenapa tidak ditransfer saja?" kata Harry saat menghadiri diskusi di Jakarta, Sabtu (16/4/2016).

Sistem pembayaran melalui cek tunai ini, kata dia, sama seperti pembayaran uang tunai. Caranya dengan mencairkan cek tersebut di bank dan kemudian ditransfer ke rekening pihak ketiga, dalam hal ini Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW).

Harry menyoroti waktu transaksi pembayaran yang dilakukan pada pukul 19.49, 31 Desember 2014. Selain itu, ia menyebut, pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras terkesan dipaksakan. Sebab, sudah lewat batas tutup buku anggaran pada 25 Desember dan dilakukan sebelum tutup tahun.

"Cek tunai itu kemudian ditransfer ke rekening pihak ketiga melalui rekening Bank DKI. Nah, itu masuk laporan audit investigasi, dan saya tidak bisa bicara itu," kata Harry.

Menanggapi hal itu, Ahok meminta wartawan mengonfirmasi perihal itu kepada Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang melakukan transaksi pembayaran. Hanya saja, hingga kini belum diperoleh konfirmasi dari pihak terkait.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama RS Sumber Waras Abraham Tedjanegara menegaskan bahwa pembayaran pembelian lahan itu melalui sistem transfer. Pemprov DKI Jakarta mentransfer uang tersebut ke rekening Bank DKI RS Sumber Waras.

"Yang benar, pembayarannya itu kami terima di Bank DKI rekening kami. Rekening kami Bank DKI sudah lama, bukan gara-gara kami jual ini (baru buka), enggak," ujar Abraham.

( Baca: Polemik Pembelian Lahan dan Penjelasan Sumber Waras )


Lokasi dan nilai jual obyek pajak (NJOP) 

Salah satu penyebab munculnya indikasi kerugian negara sebesar Rp 191 miliar itu disebabkan adanya perbedaan pandangan terkait lokasi lahan RS Sumber Waras yang dibeli Pemprov DKI Jakarta. Hal ini berdampak pada nilai jual obyek pajak (NJOP) lahan tersebut.

Dalam audit BPK, Pemprov DKI Jakarta membeli lahan RS Sumber Waras yang berada di Jalan Tomang Utara. Merujuk lokasi itu, NJOP-nya sekitar Rp 7.440.000.

Sementara Pemprov DKI Jakarta membeli sebagian lahan tersebut dengan NJOP sebesar Rp 20.755.000 per meter persegi, dengan merujuk lokasi di Jalan Kyai Tapa.

Pembelian lahan dilakukan sesuai harga NJOP. Menanggapi perbedaan ini, Ahok menyebut Kementerian Keuangan yang berhak menghitung besaran NJOP.

Penetapan NJOP berdasarkan zonasi sebagai satu hamparan tanah (satu nomor obyek pajak menghadap Jalan Kyai Tapa) yang ditetapkan sejak tahun 1994 sesuai database yang diserahkan oleh Kementerian Keuangan Cq Dirjen Pajak.

Menurut Ahok, Pemprov DKI Jakarta melakukan pengadaan lahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 beserta turunannya dengan nilai harga tanah sesuai NJOP tahun 2014.

Adapun total pembelian lahan yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta sesuai dengan NJOP, yakni Rp 755 miliar, dengan berbagai keuntungan karena tidak harus membayar biaya dan administrasi lainnya.

Nilai transaksi sudah termasuk nilai bangunan dan seluruh biaya administrasi, atau dengan kata lain Pemprov DKI tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan lainnya. Selain itu, bukti formal sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas lahan tersebut menyatakan alamat Jalan Kyai Tapa.

Sesuai dengan hasil appraisal, nilai pasar lahan tersebut per 15 November 2014 yaitu Rp 904 miliar. Artinya, nilai pembelian Pemprov DKI Jakarta jauh di bawah harga pasar.

Pada kesempatan berbeda, Kepala Badan Pertanahan Nasional Jakarta Barat Sumanto mengatakan, sebagian lahan Sumber Waras yang dibeli Pemprov DKI Jakarta terletak di Jalan Kyai Tapa RW 10 RT 10, Tomang, Jakarta Barat.

Luas lahan milik YKSW yang dibeli Pemprov DKI Jakarta mencapai 36.410 meter persegi. Hal itu sesuai dengan sertifikat hak guna bangunan (HGB) Nomor 2878.

Perdebatan HGB

Salah satu pertanyaan auditor BPK yang membuat Ahok kesal perihal habisnya masa berlaku HGB RS Sumber Waras pada tahun 2018. Ahok menyebut, hal ini bukan berarti lahan itu langsung dapat dimiliki negara.

"Sekarang saya tanya kalau HGB berakhir 2018 apakah itu berarti disita buat negara? Kalau kamu berpikir kayak gitu, berarti semua mal, rumah sakit, gedung swasta, termasuk gedung sawit di daerah bisa langsung disita buat negara," kata Ahok.

Habisnya masa berlaku HGB hanya membuat si pemilik tanah perlu memperpanjang sertifikat HGB-nya.

Klarifikasi audit investigasi RS Sumber Waras

Ahok juga kesal ketika protesnya terhadap audit investigasi BPK terkait pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras tidak pernah ditanggapi. Surat protes tersebut sudah dikirim Ahok kepada BPK pada 3 Agustus 2015.

Dalam surat itu, Ahok mempertanyakan hasil audit BPK Provinsi DKI Jakarta tersebut. Surat protes itu kemudian dibalas BPK pada 18 Agustus 2015.

Dalam surat balasan, BPK berjanji akan segera memanggil Ahok terkait protes terhadap hasil audit.

"Dia (BPK) ngaku sudah terima ya. Surat pengaduan tersebut telah dicatat dan telah diregistrasi untuk kepentingan sidang MKKE (Majelis Kehormatan Kode Etik), pelapor akan dipanggil untuk dimintai keterangan," ucap Ahok.

Namun, hingga kini, Ahok mengaku belum dipanggil BPK untuk mengklarifikasi protesnya akan hasil audit BPK terkait pembelian lahan RS Sumber Waras itu.

Menanggapi hal itu, Harry Azhar menjelaskan ada tiga jenis audit. Pertama, audit keuangan negara demi kepentingan publik. Kedua, audit kinerja yang dilakukan tiap semester kedua; dan ketiga, audit investigasi.

Audit pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras merupakan audit investigasi.

"Audit jenis ketiga dengan tujuan tertentu atau audit investigasi ini tidak perlu komentar pihak terkait. Kalau audit keuangan dan kinerja harus pakai komentar institusi terkait," kata Harry.

Kompas TV Lokasi Sumber Waras Ada di Jalan Kyai Tapa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Megapolitan
Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com