Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/04/2016, 17:07 WIB

KOMPAS.com - Pasir itu terasa halus di telapak kaki. Di beberapa bagian, tumpukan pasir ambles saat dipijak.

Ombak kecil datang seirama. Di kejauhan, alat berat dan kontainer-kontainer berjejeran. Inilah salah satu pulau reklamasi itu. Dan, ratusan nelayan yang menjejakkan kaki di pulau itu pun menyegelnya.

Minggu (17/4) bukan hari biasa di Muara Angke. Sejak pukul 08.00, ratusan warga, juga nelayan, berkumpul di dermaga pelabuhan.

Tidak hanya pria, ibu-ibu beserta anak mereka ikut. Sekitar 100 kapal berbaris di dermaga, sementara sisanya bersiap di perairan Muara Angke.

Mereka berencana menyegel pulau reklamasi yang telah terbentang di depan tempat tinggal mereka.

Sejam setelahnya, kapal-kapal berangkat ke pulau yang berjarak sekitar 300 meter dari bibir dermaga.

Pulau ini, berdasarkan nama yang diberikan pemerintah, disebut Pulau G. Bagi pengembang, pulau seluas 161 hektare ini disebut Pluit City.

Kapal-kapal beraneka bentuk, warna, dan ukuran merapat ke bibir pulau. Warga melompat, menjejakkan kaki untuk pertama kali ke pulau buatan itu. Spanduk dibentangkan, pulau resmi disegel nelayan.

Sutan (38) bersemangat mengikuti unjuk rasa damai ini. Dia mengajak anak dan istrinya ikut serta.

"Saya sedih, marah, juga senang. Sedih dan marah karena lihat laut diuruk, tetapi senang karena bisa datang ke pulau ini," kata ayah tiga anak ini.

Sutan menceritakan, semenjak laut yang dulunya tempat mencari kerang ini diuruk, gerak nelayan terbatas.

Nelayan tidak boleh mendekat ke lokasi pengurukan. Ada patroli yang berjaga setiap waktu, siap mengusir nelayan yang mendekat.

Tidak hanya itu, penghasilan juga sangat jauh berkurang. "Tahun ini saja kami belum pernah panen," kata Suwarti (33), istri Sutan.

Menurut Suwarti, beberapa bulan belakangan ini, dapurnya sulit mengepul. "Jika dulu suaminya bisa membawa hingga Rp 1 juta saat panen, hari ini jadi Rp 200.000," ucapnya.

Adelita, anak bungsu Suwarti-Sutan, yang baru berusia tiga tahun berlarian di atas pasir saat diturunkan.

Belasan anak lainnya yang ikut orangtua mereka sangat menikmati berada di pulau reklamasi.

Meskipun hidup berdekatan dengan laut sebagai anak nelayan, di Jakarta yang nyaris tanpa pantai publik dan pantai publik yang tersisa tak terawat, Minggu kemarin mungkin menjadi saat pertama kalinya mereka menjejak pasir pantai.

Ketua Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke Syarifudin Baso menyampaikan, reklamasi sejauh ini hanya memberikan dampak buruk terhadap nelayan.

Di satu sisi, nelayan kehilangan laut tempat mereka mencari penghidupan sehari-hari.

"Ribuan nelayan tradisional mencari ikan setiap hari di Teluk Jakarta, yang semakin hari penghasilannya semakin berkurang. Kami tidak butuh reklamasi, kami butuh laut," katanya.

Reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta telah berlangsung beberapa tahun. Dua pulau, yang saat ini masih menyatu, telah terbangun di sisi barat Jakarta.

Pulau yang di atasnya telah berdiri ratusan bangunan ini dikembangkan oleh PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group.

Tidak hanya itu, PT Pembangunan Jaya Ancol juga telah melakukan reklamasi Pulau K, juga PT Pelindo II dan anak perusahaannya, PT Pengembang Pelabuhan Indonesia, yang membangun Pulau N.

Riza Damanik, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia, menegaskan, reklamasi bagaimanapun juga harus segera dihentikan. Dampak reklamasi telah begitu merugikan nelayan, utamanya nelayan kecil.

Setelah dihentikan, tambahnya, pemerintah perlu melakukan audit lingkungan yang menyeluruh.

Dengan begitu, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan bisa dilakukan dengan tujuan kesejahteraan nelayan. (Saiful Rijal Yunus)

----

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 April 2016, di halaman 25 dengan judul "Menjejak Laut yang Hilang".

Kompas TV Para Nelayan Tuntut Reklamasi Dihentikan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Megapolitan
Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Megapolitan
Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Megapolitan
Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Megapolitan
Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Megapolitan
Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Megapolitan
Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com