Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Ahok Masih Butuh PDI-P?

Kompas.com - 19/08/2016, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Babak baru di Pilkada DKI Jakarta diperkirakan akan cukup mengejutkan. Jakarta sebagai barometer politik nasional ini menjadi pertaruhan besar partai politik yang akan maju di Pemilu 2019.

Jika kalah di Pilkada DKI, bisa jadi parpol tersebut akan tersungkur di Pemilu 2019. Sebaliknya, jika menang, kemungkinan sukses di pemilu akan lebih terbuka. Inilah mengapa Jakarta begitu penting.

Calon petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak ingin menanggalkan jabatannya itu. Ia merasa kepemimpinannya di Jakarta masih harus dilanjutkan.

Kendaran politik Ahok untuk Pilkada DKI 2017 sejauh ini adalah 3 parpol dengan perolehan 24 kursi di DPRD DKI. Namun, Ahok masih belum puas dengan koalisi tersebut. Banyak yang heran dengan sikap Ahok yang masih menunggu dan melobi keputusan politik PDI-Perjuangan dalam pilkada tersebut.

Partai Golkar, Partai Hanura, dan Partai Nasdem sudah sepakat berkoalisi dan menyatakan dukungannya untuk Ahok maju di pilkada. Langkah 3 parpol tersebut membuat Ahok terbuai dan akhirnya memutuskan untuk maju di jalur parpol setelah sebelumnya bersikeras maju di jalur perseorangan dengan bantuan relawan "Teman Ahok".

Adapun PDI-P, dengan perolehan 28 kursi di DPRD, merupakan satu-satunya parpol yang memiliki syarat kursi mencukupi untuk mengajukan calon gubernur di perhelatan pilkada. Dibutuhkan 22 kursi untuk mengajukan bakal calon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada DKI 2017.

Perlu diingat, 3 parpol yang berjanji akan jadi pengusung Ahok di pilkada ini sudah berkali-kali menyebut koalisi tersebut tanpa syarat dan tidak perlu jadi kader partai. Sekali lagi, TANPA SYARAT.

Agak mustahil muncul istilah ini dalam pergaulan politik yang sarat kepentingan, yang artinya mendukung secara gratis, tanpa pamrih. Tapi akal sehat saya kemudian kembali berpikir, menjadi lumrah, karena mereka yang bicara ini adalah politikus, yang bicara hari ini A besok bisa berubah menjadi Z.

Tak bisa dipungkiri, lezat sekali janji yang diberikan 3 parpol tersebut untuk mengusung Ahok bersama bakal calon wakil gubernurnya, Heru Budihartono. Tiket Ahok untuk maju di Pilkada DKI 2017 sudah di genggaman tangan.

Mengapa masih berharap dari PDI-P?

PDI-P bukan sembarang partai, mereka punya idealisme. Parpol ini merupakan partai yang memiliki sikap politik yang tegas dan jelas.

Waktu mencatat, sejarah partai ini sejak dibentuk oleh Megawati Soekarnoputri tidak pernah tunduk terhadap tekanan, pun terhadap kekalahan. Saat menang di Pemilu 1999, PDI-P sempat "merelakan" Megawati tidak dapat diusung jadi Presiden RI, mereka justru dijegal oleh partai-partai yang suaranya lebih kecil melalui "Poros Tengah" bentukan Amien Rais.

Meski begitu, Megawati akhirnya berhasil naik tampuk kekuasaan setelah Abdurrahman Wahid diturunkan di tengah jalan oleh pihak yang sebelumnya membantunya naik ke tampuk pimpinan.

Namun, nasib baik tak berlangsung lama. Si "moncong putih" mengalami kekalahan di Pemilu 2004 oleh partai yang berasal dari Orde Baru, Partai Golkar.

Lebih telak lagi, Megawati kemudian dikalahkan dalam Pilpres 2004 oleh mantan anak buahnya di kabinet yang membentuk Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono.

Halaman:


Terkini Lainnya

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Jemaah Haji Asal Bogor Diimbau Waspada dan Jaga Kesehatan

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Jemaah Haji Asal Bogor Diimbau Waspada dan Jaga Kesehatan

Megapolitan
Tiap Hari, Jukir Liar Minimarket di Koja Mengaku Harus Setoran ke RW

Tiap Hari, Jukir Liar Minimarket di Koja Mengaku Harus Setoran ke RW

Megapolitan
Aturan Walkot Depok, Dishub Wajib Rilis Surat Kelayakan Kendaraan 'Study Tour'

Aturan Walkot Depok, Dishub Wajib Rilis Surat Kelayakan Kendaraan "Study Tour"

Megapolitan
Penyelenggara 'Study Tour' di Depok Diimbau Ajukan Permohonan 'Ramp Check' Kendaraan ke Dishub

Penyelenggara "Study Tour" di Depok Diimbau Ajukan Permohonan "Ramp Check" Kendaraan ke Dishub

Megapolitan
KNKT Telusuri Lisensi Pilot Pesawat Tecnam P2006T yang Jatuh di Tangsel

KNKT Telusuri Lisensi Pilot Pesawat Tecnam P2006T yang Jatuh di Tangsel

Megapolitan
KNKT Sebut Pesawat Jatuh di Tangsel Statusnya Bukan Pesawat Latih, tapi Milik Perseorangan

KNKT Sebut Pesawat Jatuh di Tangsel Statusnya Bukan Pesawat Latih, tapi Milik Perseorangan

Megapolitan
Jenazah Korban Pesawat Jatuh Telah Diambil dari RS Polri, Kini Dibawa Keluarga Menuju Rumah Duka

Jenazah Korban Pesawat Jatuh Telah Diambil dari RS Polri, Kini Dibawa Keluarga Menuju Rumah Duka

Megapolitan
948 Calon Jemaah Haji Asal Kota Bogor Diberangkatkan pada Musim Haji 2024

948 Calon Jemaah Haji Asal Kota Bogor Diberangkatkan pada Musim Haji 2024

Megapolitan
Casis Bintara yang Dibegal di Kebon Jeruk Dapat Hadiah Motor Baru

Casis Bintara yang Dibegal di Kebon Jeruk Dapat Hadiah Motor Baru

Megapolitan
Jenazah Korban Pesawat Jatuh di Tangsel Utuh, RS Polri: Kematian Disebabkan Benturan

Jenazah Korban Pesawat Jatuh di Tangsel Utuh, RS Polri: Kematian Disebabkan Benturan

Megapolitan
Jasad Wanita di Selokan Bekasi, Polisi Masih Dalami Dugaan Korban Hamil

Jasad Wanita di Selokan Bekasi, Polisi Masih Dalami Dugaan Korban Hamil

Megapolitan
Muncul Lagi meski Sudah Ditertibkan, Jukir Liar di Koja: Makan 'Gimana' kalau Dilarang?

Muncul Lagi meski Sudah Ditertibkan, Jukir Liar di Koja: Makan "Gimana" kalau Dilarang?

Megapolitan
Sebelum Hilang Kontak, Pilot Pesawat Jatuh di Tangsel Sempat Hubungi Menara Pengawas

Sebelum Hilang Kontak, Pilot Pesawat Jatuh di Tangsel Sempat Hubungi Menara Pengawas

Megapolitan
KNKT Pastikan Pesawat yang Jatuh di Tangsel Tidak Punya 'Black Box'

KNKT Pastikan Pesawat yang Jatuh di Tangsel Tidak Punya "Black Box"

Megapolitan
Siasat Begal di Jaktim: Berpura-pura Jadi 'Debt Collector' lalu Tuduh Pengendara Motor Berwajah Lugu Telat Bayar Cicilan

Siasat Begal di Jaktim: Berpura-pura Jadi "Debt Collector" lalu Tuduh Pengendara Motor Berwajah Lugu Telat Bayar Cicilan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com