JAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan incumbent Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat resmi maju pada Pilkada DKI 2017. Bagaimana tanggapan warga Jakarta dengan pencalonan kedua pasangan tersebut.
Beberapa warga Jakarta yang diwawancarai menilai Ahok-Djarot layak untuk maju kembali melihat dari kinerjanya di Ibu Kota selama dua tahun belakangan.
"Kalau layak (nyalon) lagi sih layak. Kelebihannya dia tegas, punya visi yang bagus buat bikin Jakarta lebih tertib," kata Bowo (36), warga Cakung Barat, Jakarta Timur, kepada Kompas.com, Kamis (22/9/2016).
Menurut dia, program kerja Ahok-Djarot seperti penertiban sudah tepat, baik untuk permukiman atau penertiban parkir liar. Kinerja lain yakni pasangan ini mendukung transportasi massal di Jakarta.
"Terutama pengadaan busway (transjakarta) dan sterilisasi jalur busway, itu bagus jadi lancar. Relokasi juga bagus, memanusiakan manusia," ujar Bowo.
Senada dengan Bowo, Aris (30), warga Cipinang Besar Utara, menilai Ahok-Djarot layak mencalonkan diri lagi melihat dari kinerja keduanya. Di zaman pasangan ini, banyak pembangunan untuk kepentingan masyarakat dilakukan.
"Dia banyak bangun rusun, bikin trotoar, bikin RPTRA, dia buat PPSU, itu bagus. CSR dari swasta juga lebih dimanfaatkan buat pembangunan, jadi ngirit APBD. Yang jelas program pembangunan di Jakarta cepat," ujar Aris.
Hario (28), warga Ciracas juga punya pendapat senada. Soal kinerja, kedua pasangan itu sudah layak mencalonkan diri lagi untuk memimpin Jakarta.
"Layak sih, kalau calon yang lain kan belum kelihatan kinerjanya," ujar Hario.
Hario memuji Ahok dengan kebijakannya mau membangun beberapa tempat ibadah bagi umat muslim.
"Baru kepemimpinan dia ada masjid di Balikota. Walaupun gitu (beda keyakinan), dia ngertilah akidah Islam," ujar Hario.
Meski begitu, ketiganya tetap menilai Ahok-Djarot punya kekurangan yang mesti diperbaiki. Misalnya, komunikasi politik Ahok kepada DPRD dan anak buahnya. Akibatnya, pernah terjadi masalah pada pengesahan anggaran APBD DKI beberapa waktu lalu.
"Jadinya menghambat program," ujar Bowo.
Aris menyoroti masalah aplikasi Qlue. Dia berharap kebijakan untuk para RT dan RW itu dikaji lagi.
"RT RW jabatan sosial bukan profesi. Kalau dituntut sehari tiga kali foto, satu foto Rp 10.000 dia seperti ngejar bayaran, sementara RT RW jabatan sosial," ujar Aris.
Hario menilai Kartu Jakarta Pintar (KJP) kurang bijak bagi anak sekolah. Rasa tanggung jawab anak atas bantuan pemerintah di bidang pendidikan itu malah jadi rendah. Sebab, banyak dana KJP malah disalahgunakan.
"Bagusnya dibuat kayak beasiswa, jadi dibuat siswa itu terpacu. Kalau KJP malah dicairin ke pasar buat jajan," ujarnya.