JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi unjuk rasa pengemudi Go-Jek, di Kantor Go-Jek, Kemang, Jakarta Selatan, Senin (3/10/2016), sempat beberapa kali memanas bahkan nyaris terjadi bentrokan fisik.
Unjuk rasa tersebut merupakan salah satu unjuk rasa terbesar yang dilakukan pengemudi Go-Jek dari wilayah Jakarta dan sekitarnya.
"Rekan-rekan semua saya minta tetap tenang, jangan sampai merugikan. Kita semua di sini cari nafkah, untuk anak istri kata. Kalian butuh manajemen, manajemen juga bukan apa-apa tanpa kalian," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Tubagus Ade Hidayat saat berusaha menenangkan pengunjuk rasa.
(Baca: Jawaban Sementara PT Go-Jek terhadap Tuntutan Para Pengemudinya)
Para pengemudi Go-Jek berunjuk rasa karena kesal dengan kebijakan baru yang diterapkan manajemen dan dianggap merugikan, salah satunya soal aturan performa. Salah seorang pengemudi, Agus Haryadi (42), menjelaskan bahwa ia dan rekan-rekan sangat mengandalkan bonus sebagai pengemudi Go-Jek.
Namun, sistem performa dinilai mempersulit pengemudi Go-Jek mendapatkan bonus.
Untuk mendapatkan bonus sebesar Rp 140.000, pengemudi Go-Jek harus mendapat penilaian perfoma minimal 50 persen dan 50 poin. Pengemudi bisa meraih 2 poin jika menempuh minimal 10 kilometer perjalanan mengantar penumpang atau pesanan penumpang.
Penilaian performa dipengaruhi antara lain pengambilan dan pembatalan pesanan penumpang. Ketika sistem menyodorkan pesanan ke pengemudi dan tidak diambil, maka akan dikurangi poin performanya. Begitu pula jika sudah mengambil pesanan lalu membatalkan, maka performa akan dikurangi.
"Ada banyak alasan cancel seperti kejauhan, atau macet, akhirnya performa turun terus," kata Agus.
(Baca: Ini Alasan Manajemen Go-Jek Perketat Sistem Performa yang Diprotes Pengemudi )
Agus mengatakan, dia dan rekan sesama pengemudi tidak memahami aturan mengenai penurunan performa yang diterapkan manajemen Go-Jek. Menurut Agus, beberapa kali performa bisa turun hingga 50 persen tanpa alasan yang jelas.
Padahal, kata Agus, mendapatkan performa di atas 50 persen bukan perkara mudah. Selain tak dapat bonus, pemasukan sendiri juga sudah menurun ketika tarif perjalanan dipotong dari Rp 4.000 per kilometer menjadi Rp 2.000 per kilometer.
Manajemen Go-Jek menjelaskan bahwa sistem performa diberlakukan agar para pengemudi semangat untuk bekerja keras. Sebelum adanya aturan ini, manajemen Go-Jek mengaku banyak mendapat keluhan karena order yang tak selesai, pesanan penumpang tidak diambil, dan sebagainya.
Dengan sistem tersebut, pengemudi Go-Jek terancam terkena pemberhentian sepihak apabila tingkat penyelesaian order kurang dari 20 persen.
Merespons aturan tersebut, ratusan pengemudi Go-Jek menggelar unjuk rasa dari kantor Go-Jek di Kemang hingga ke Balai Kota DKI Jakarta. Pasalnya, CEO PT Go-Jek, Nadiem Makarim, tidak ada di tempat.
Di Balai Kota, para pengemudi Go-Jek meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk membantu proses mediasi antara pengemudi dengan pihak manajemen.
(Baca: Tujuh Tuntutan Pengemudi Go-Jek)
Pada pekan lalu, manajemen Go-Jek sebenarnya sudah bertemu dengan para pengemudi dan menyanggupi sebagian permintaan pengemudi mereka. Pihak manajemen sudah menghapus batas penyelesaian order kurang dari 20 persen.
Sistem yang dinilai masih banyak kekurangan juga dijanjikan akan diperbaiki.
Sebagai tindak lanjut dari unjuk rasa pengemudi Go-Jek tersebut, pada Selasa (4/10/2016), polisi akan memfasilitasi pertemuan itu di Mapolda Metro Jaya pada pukul 13.00.