Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kali Angke, Aliran Kemelut Sejarah Kelam Jayakarta

Kompas.com - 28/11/2016, 17:00 WIB

Setelah kejadian ini, pasukan VOC membabi buta memburu setiap orang Tionghoa di Batavia. Sebagian besar mereka kembali ke Tangerang, sebagian orang lainnya lari ke Depok, Jawa Barat, dan ada sebagian orang lain yang lari ke Jawa Tengah dan mendapat perlindungan Raja Mataram, Sunan Pakubuwono II.

Tanggal 1 Februari 1741, pecah pemberontakan terhadap VOC di Pati, Jawa Tengah. Sejak itu pemberontakan orang-orang Jawa dan peranakan Tionghoa meluas ke seluruh Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur. Setelah pasukan Pakubuwono II berhasil dipukul pasukan VOC, pemberontakan mereda dan baru berakhir pada 1743.

Kali Merah

Seusai hiruk-pikuk ini, orang-orang Tionghoa memberi arti baru Angke dalam bahasa Hokkian sebagai kali merah atau sungai darah. Sebelumnya, nama Angke dimaknai sebagai nama Tubagus Angke.

Tubagus Angke atau Kawis Adi Martha adalah Pangeran Jayakarta II, ayah Jayawikarta. Tubagus Angke menikah dengan Ratu Fatima Pembayun, anak keenam Sultan Maulana Hasanuddin, Sultan Banten pertama.

Leonard Y Andaya dalam bukunya, The Heritage Of Arung Palakka, menulis, tahun 1663, Arung Palakka, Sultan Bone, bersama para pengikutnya pernah tinggal di salah satu ruas tepian Kali Angke dan mendapat julukan Toangke (orang-orang Angke yang disegani). Arung dan kelompoknya tinggal di tepian Kali Angke tersebut setelah terdesak oleh pasukan Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Gowa, Makassar.

Empat tahun kemudian, setelah mendapat bantuan pasukan dan amunisi dari VOC, Arung dan kelompoknya menggulingkan Hasanuddin.

Tradisi dan festival

Karena Kesultanan Banten terus diwarnai pertikaian internal,VOC kemudian memindahkan pangkalan dagangnya ke Batavia. Kali Angke menjadi andalan transportasi air mengangkut bermacam bahan bangunan dari Tangerang (West Omilanden) ke Batavia. Di bawah Kapitan Tionghoa pertama, Souw Beng Kong, ribuan peranakan Tionghoa didatangkan dari Tangerang.

Sebagian besar mereka, kata pemerhati budaya peranakan Tionghoa, Udaya Halim, mengembangkan perkebunan tebu dengan memanfaatkan air terutama dari Kali Angke dan Ciliwung. Tak heran jika Batavia kemudian dikenal sebagai salah satu pemasok gula dunia.

Dari perkebunan tebu inilah kemudian muncul sejumlah tradisi dan festival air di tepian Kali Angke sejak dari ruas Tangerang sampai Batavia. Tradisi dan festival air tersebut antara lain Pek Cun (lomba perahu naga), melepas kura-kura, dan ikan ke sungai. Kelenteng-kelenteng dan rumah kawin (balai pernikahan) pun tumbuh bertebaran di beberapa ruas Angke.

Catatan Kompas, sampai awal tahun 1990-an, sejumlah rumah kawin di tepi Kali Angke di ruas Jalan Tubagus Angke, terutama di sekitar Pesing Poglar, Kedaung Kali Angke, Cengkareng, Jakarta Barat, masih tampak. Kini, rumah-rumah kawin tersebut hanya bisa dijumpai di kawasan Teluk Naga dan Sewan, di Kecamatan Kampung Melayu, Kabupaten Tangerang.

Sejarawan Jakarta, Mona Lohanda, menyampaikan hal serupa. "Perkebunan tebu berawal dari Tangerang, kemudian meluas ke Batavia. Ini menunjukkan, imigran Tiongkok terbesar ke Batavia berasal dari Tiongkok Selatan. Ya, dari suku Hokkian. Mereka umumnya petani tebu," tutur Mona.

Ekonomi desa kota

Ia mengakui imigran Tiongkok kala itu lebih memilih tepian Kali Angke sebagai kawasan permukiman dibandingkan dengan tepian Kali Ciliwung. Selain karena Angke lebih kecil dibandingkan Ciliwung, juga karena Ciliwung melintas di tengah kota Batavia, sedangkan Angke tidak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pesawat Latih yang Jatuh di BSD Serpong Selesai Dievakuasi

Pesawat Latih yang Jatuh di BSD Serpong Selesai Dievakuasi

Megapolitan
RS Polri Buka Posko untuk Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Jatuh di BSD

RS Polri Buka Posko untuk Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Jatuh di BSD

Megapolitan
Saksi Sebut Satu Korban Pesawat Jatuh di BSD Serpong Terlempar 3 Meter

Saksi Sebut Satu Korban Pesawat Jatuh di BSD Serpong Terlempar 3 Meter

Megapolitan
Jenazah Salim Said Dimakamkan di TPU Tanah Kusir

Jenazah Salim Said Dimakamkan di TPU Tanah Kusir

Megapolitan
'Ada Mayday, Mayday, Habis Itu Hilang Kontak...'

"Ada Mayday, Mayday, Habis Itu Hilang Kontak..."

Megapolitan
Awak Pesawat yang Jatuh di BSD Sulit Dievakuasi, Basarnas: Butuh Hati-hati

Awak Pesawat yang Jatuh di BSD Sulit Dievakuasi, Basarnas: Butuh Hati-hati

Megapolitan
Ini Identitas Tiga Korban Pesawat Jatuh di BSD Tangerang

Ini Identitas Tiga Korban Pesawat Jatuh di BSD Tangerang

Megapolitan
Jenazah Korban Kecelakaan Pesawat Latih di BSD Dievakuasi ke RS Polri

Jenazah Korban Kecelakaan Pesawat Latih di BSD Dievakuasi ke RS Polri

Megapolitan
Kondisi Terkini Lokasi Pesawat Jatuh di Serpong, Polisi-TNI Awasi Warga yang Ingin Saksikan Evakuasi Korban

Kondisi Terkini Lokasi Pesawat Jatuh di Serpong, Polisi-TNI Awasi Warga yang Ingin Saksikan Evakuasi Korban

Megapolitan
Saksi: Pesawat Tecnam P2006T Berputar-putar dan Mengeluarkan Asap Sebelum Jatuh

Saksi: Pesawat Tecnam P2006T Berputar-putar dan Mengeluarkan Asap Sebelum Jatuh

Megapolitan
Dua Korban Pesawat Jatuh di BSD Telah Teridentifikasi

Dua Korban Pesawat Jatuh di BSD Telah Teridentifikasi

Megapolitan
Pesawat Latih yang Jatuh di BSD Serpong Menyisakan Buntut, Bagian Depan Hancur

Pesawat Latih yang Jatuh di BSD Serpong Menyisakan Buntut, Bagian Depan Hancur

Megapolitan
Ratusan Warga Nonton Proses Evakuasi Pesawat Jatuh di BSD Serpong

Ratusan Warga Nonton Proses Evakuasi Pesawat Jatuh di BSD Serpong

Megapolitan
Pesawat yang Jatuh di BSD Sempat Tabrak Pohon sebelum Hantam Tanah

Pesawat yang Jatuh di BSD Sempat Tabrak Pohon sebelum Hantam Tanah

Megapolitan
Saksi: Pesawat Latih Jatuh di BSD Serpong Bersamaan dengan Hujan Deras

Saksi: Pesawat Latih Jatuh di BSD Serpong Bersamaan dengan Hujan Deras

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com