JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta Sumarno, komisioner KPU DKI Dahliah Umar, dan Ketua Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta Mimah Susanti dilaporkan oleh Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Mereka dilaporkan karena menghadiri rapat kerja tim pemenangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat. Dengan menghadiri rapat itu, mereka bertiga diduga melanggar kode etik penyelenggara pemilu yang mewajibkan penyelenggara pemilu bersikap dan bertindak non-partisan dan imparsial.
Dalam persidangan, Mimah, Sumarno, dan Dahliah menjelaskan mereka hadir sebagai narasumber mengenai putaran kedua Pilkada DKI 2017. Mereka juga mengaku menerima honor dari rapat itu.
"Dua jam Rp 3.000.000," ujar Mimah dalam sidang kode etik yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung Nusantara IV, Kompleks DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2017).
Baca: Penjelasan Ketua KPU dan Bawaslu DKI soal Terima Honor saat Hadiri Rapat Tim Ahok-Djarot
Sumarno mengatakan, biasanya honor seperti itu memang ada jika diundang sebagai narasumber. Namun, hal tersebut bergantung pada kebijakan pihak pengundang.
"Enggak ada (honor) juga sering. KPU sama sekali tidak melihat itunya (honornya)," ujar Sumarno.
Sumarno menuturkan, KPU DKI Jakarta akan menghadiri undangan dari pihak mana pun apabila waktu penyelenggaraannya memungkinkan untuk dihadiri. KPU DKI Jakarta tidak pernah mengukur kehadiran berdasarkan honor yang diberikan.
Dianggap wajar
Pemberian honor tersebut dinilai wajar oleh sejumlah pihak. Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono mengatakan menerima honor setelah menjadi narasumber adalah hal yang wajar. Menurut Sumarsono, tidak ada aturan yang dilanggar dengan menerima honor tersebut.
"Menurut saya tidak apa-apa. Saya pun diundang kalau dikasih honor ya saya terima karena memang tidak ada aturan yang dilanggar," ujar Sumarsono.
Baca: Sumarsono: Saya Pun Kalau Diundang dan Dikasih Honor, Saya Terima
Sumarsono mengatakan honor yang didapat setelah menjadi narasumber boleh diterima selama bisa dipertanggungjawabkan. Dalam birokrasi, seorang gubernur hingga kepala dinas boleh menerima honor saat diundang menjadi narasumber.
Asalkan pihak pengundang berasal dari pihak swasta di luar dari instansi PNS itu. Sumarsono mengatakan pemberian honor kepada KPU dan Bawaslu diperbolehkan karena tidak diatur dalam kode etik.
Basuki atau Ahok pun mengakui bahwa dia kerap menerima honor saat diundang menjadi narasumber. Menurut Ahok, pemberian honor tersebut merupakan hal yang wajar.
"KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) undang kami bicara saja, kami dapat honor. Kami boleh terima (honor) dipotong pajak," kata Ahok.
Baca: Ahok Anggap Wajar Komisioner KPU DKI Terima Honor Narasumber
Selain itu, Ahok mengaku dibayar oleh Ditjen Pajak dan instansi lainnya yang pernah mengundang dia sebagai narasumber. Untuk setiap acara, Ahok mengaku menerima honor sebesar Rp 3 juta hingga Rp 5 juta.
"Ya saya ambil (honor) saja, setelah tanda tangan," kata Ahok.
Dinilai tidak etis
Meski demikian, pemberian honor kepada penyelenggara pemilu juga dikritisi beberapa pihak. Misalnya calon wakil gubernur nomor urut 3 DKI Jakarta Sandiaga Uno. Sandiaga menilai tidak tepat secara etika apabila penyelenggara pemilu menerima uang dari pihak pasangan calon.
"Tapi menurut saya pribadi, bukan posisi resmi dari Tim Anies-Sandi, etikanya enggak tepat karena mestinya seorang petugas itu kan independen," kata Sandiaga.
Baca: Sandi Nilai Tak Etis Penyelenggara Pemilu Terima Honor dari Tim Paslon
Sandiaga menyerahkan urusan tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sandiaga menambahkan, meskipun menerima honor dianggap sebagai hal yang wajar, hal itu akan sedikit menimbulkan pertanyaan dari segi etika, baik kepada pemberi dan penerima honor.
Sandiaga mengatakan itu hanya pendapat pribadinya saja. Tim pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno pun kerap memberi honor tiap mengundang KPU dan Bawaslu sebagai narasumber.
"Enggak (masalah). Kami juga sering kan undang KPU, undang Bawaslu, kami kasih honor, biasa itu," ujar Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Keamanan Anies-Sandi, Yupen Hadi.
Baca: Penyelenggara Pemilu Masa Terima Honor dari yang Dilayani?
Ketua majelis hakim yang juga Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengatakan, hingga saat ini tidak ada larangan menerima honor sebagai narasumber untuk penyelenggara pemilu.
Namun, Jimly menyebut penyelenggara pemilu yang memiliki rasa kepantasan tinggi tidak akan menerima honor tersebut.
"Bagi yang rasa kepantasannya tinggi, enggak akan terima (honor). Walaupun dibolehkan, dia enggak mau terima," ujar Jimly.
Persoalan honor ini akan dijadikan bahan perbaikan peraturan yang berkaitan dengan penyelenggara pemilu ke depan.
"Ini kan kualitas rasa kepantasan kita meningkat seiring berkembangnya kualitas peradaban. Tugas penyelenggara pemilu melayani peserta pemilu, masa terima honor dari yang dilayani?" kata Jimly.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.