Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghuni Kompleks Akabri: Kami Punya Kedudukan dan Hak yang Sama di Mata Hukum

Kompas.com - 21/08/2017, 08:54 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Kami berharap Panglima TNI mendengar aspirasi kami, karena kami warga punya kedudukan dan hak yang sama di mata hukum," kata S, salah seorang warga Komplek Perumahan Akabri, Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan, Minggu (20/8/2017).

Selama dua bulan terakhir, S dan sekitar 57 keluarga lainnya dibuat resah dengan rencana penggusuran oleh pihak TNI. Sejauh ini, sudah ada 11 keluarga yang mendapat surat peringatan (SP) 1 hingga 3. Sisanya tinggal menunggu. Warga menyesalkan tidak ada dialog.

"Warga kaget tidak ada satu pembicaraan secara setingkat, dialog. Yang ada pemberitahuan tentu sangat kecewa dan marah karena warga ini kan sudah tinggal cukup lama dari sejak akhir 60-an," ujar S.

Meski hidup selama puluhan tahun tanpa sertifikat, warga merasa memiliki. Sebab selama ini pihak TNI nyaris tak pernah mengurus komplek ini. Sama dengan berbagai kasus penggusuran di komplek tentara, TNI tiba-tiba datang ingin mengusir penghuni sebab rumahnya akan digunakan sebagai rumah dinas tentara aktif.

Padahal, Surat Izin Perumahan (SIP) yang diperbarui setiap beberapa tahun sekali sebagai izin legal menempati rumah itu, tak lagi diberikan. Warga pun membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang biasanya tak jadi kewajiban penghuni rumah dinas negara.

Baca: Diminta Kosongkan Rumah, Warga Kompleks Akabri Gugat TNI dan BPN

Apalagi melihat historis lahan di kawasan Menteng Atas, klaim TNI yang memiliki rumah itu dipertanyakan. TNI menyebut bahwa komplek ini adalah aset Akademi TNI dengan sertifikat nomor 09020208403117.

Di kantor pertanahan, komplek ini tercatat dikuasai oleh Kementerian Pertahanan sesuai dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 03117/Menteng Atas yang diterbitkan Kantor BPN Jakarta Selatan tanggal 2 Agustus 2016.

"Sertifikatnya kenapa baru keluar sekarang tiba-tiba atas nama TNI? Padahal kami tidak pernah didatangi BPN untuk melakukan pengukuran, warga tidak ada yang tahu," ujar S.

S mengaku ia dan warga lainnya tak pernah berupaya mensertifikatkan rumah mereka. Hal ini dikarenakan kondisi rumah yang unik.

Sejak pertama dihuni pada akhir 60-an, seluruh rumah di perumahan ini terdiri dari dua lantai yang dihuni dua keluarga berbeda.

Baca: Rumah Dikosongkan Kodam Jaya, Warga Cijantung II Mengadu ke Komnas HAM

Kondisi ini membuat mereka bingung bagaimana harus memecah tanah itu. Komplek Perumahan Akabri menambah daftar panjang "anak kolong" yang diusir dari rumahnya, sejak tahun lalu.

Lagi-lagi warga hanya bisa mengadu ke Komnas HAM. Kali ini, ditambah dengan pengajuan gugatan perdata melawan Kementerian Pertahanan, Akademi TNI, dan Kantor Badan Pertanahan Wilayah Jakarta Selatan.

Sidang pertama dengan nomor perkara 471/Pdt.G/PN JKT.SEL itu akan digelar pertama kali pada Selasa (22/8/2017).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Megapolitan
Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Megapolitan
Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Megapolitan
Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Megapolitan
PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

Megapolitan
Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Megapolitan
Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Megapolitan
Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Megapolitan
Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Megapolitan
Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Megapolitan
17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

Megapolitan
Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Megapolitan
Viral Video Geng Motor Bawa Sajam Masuk Kompleks TNI di Halim, Berakhir Diciduk Polisi

Viral Video Geng Motor Bawa Sajam Masuk Kompleks TNI di Halim, Berakhir Diciduk Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com