JAKARTA, KOMPAS. com — GW, bocah lima tahun, harus merasakan sakitnya dianiaya sebelum akhirnya meregang nyawa. Tragisnya, penganiayaan itu dilakukan NW (25), ibu kandung GW.
GW tinggal bersama ibunya di sebuah kamar indekos di Jalan Asem Raya, Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
GW bersekolah di sebuah taman kanak-kanak yang terletak di kawasan Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Letak TK tak begitu jauh dari indekos tempat GW dan ibunya tinggal.
Awalnya GW diantar dan dijemput ke sekolah oleh bibinya dengan sepeda kayuh karena NW sibuk bekerja. Namun, akhir-akhir ini NW sendiri yang kerap mengantar dan menjemput GW ke sekolah.
Anehnya, perilaku GW di sekolah kian berubah. GW yang semula periang tiba-tiba saja murung, tak bersemangat. Bahkan, guru di sekolah GW sering melihat bocah lelaki tersebut pergi ke sekolah dengan sejumlah luka tak lazim di tubuhnya.
Luka-luka
Mery, kepala sekolah TK tempat GW bersekolah, mengaku telah beberapa bulan curiga dengan keanehan sikap siswanya itu yang telah bersekolah di tempat itu selama dua tahun.
Mery menyebut, GW kerap duduk menunduk, meletakkan kepalanya di meja, dan melipat kedua tangannya, sementara temannya asyik bermain.
Wajah GW pun disebut sering "dihiasi" luka memar. Saat ditanya guru tentang luka-luka itu, GW beralasan itu hanya luka benturan akibat jatuh saat bermain.
Guru semakin terkejut ketika beberapa hari lalu GW semakin terlihat lemas dan menundukkan kepalanya ke meja. Tak seperti biasanya juga, GW mengenakan kaus lengan panjang sebagai pelapis baju seragamnya.
Guru pembimbing pun mengusap punggung GW dan menanyakan keadaannya.
"Kami usapnya pelan, tetapi tiba-tiba GW menjerit kesakitan. Kami intip punggungnya penuh luka garis seperti cakar. Ternyata luka cakar itu banyak sekali di punggung," kata Mery, Senin (13/11/2017).
Mery saat itu meminta GW membuka bajunya untuk dicek lebih lanjut. Namun, GW menolak dan sekali lagi melontarkan jika luka-luka itu akibat jatuh saat bermain.
Mery dan guru lainnya tak percaya begitu saja. Ia berusaha memanggil NW guna menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, NW tak pernah memenuhi undangan pihak sekolah.
"Kami pernah hubungi juga via WhatsApp, kadang hanya dibaca dan tidak dibalas, kadang beralasan terlalu sibuk sehingga tak dapat memenuhi undangan," lanjut Mery.
Pihak sekolah bertanya kepada bibi GW yang sebelumnya rutin mengantar dan menjemput bocah lelaki tersebut ke sekolah. Namun, tetap nihil. Tak ada yang dapat memberi informasi pasti mengapa GW sering terluka.
Tewas di Tangan Ibunya
Hari Sabtu lalu, sekitar pukul 17.30, kabar mengejutkan terdengar. GW meregang nyawa di tangan ibu kandungnya. GW tewas di kamar indekos yang ia tinggali bersama ibunya dalam kondisi tangan dan kaki terikat. Kening GW terluka sayatan benda tajam.
NW menceritakan kepada polisi apa yang telah dia lakukan terhadap putranya.
Dari tempat kejadian perkara polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa kantong plastik merah yang digunakan untuk menutup kepala korban, tali plastik warna hitam, pembasmi serangga semprot, dan gunting.
Alasan NW menganiaya GW sangat sederhana dan terkesan tak masuk akal. NW mengaku kepada polisi bahwa ia kesal lantaran anaknya sering mengompol.
Menurut pelaku, GW berubah sikap beberapa bulan belakangan. GW disebut menjadi hiperaktif dan membuat pelaku kesal.
Hingga saat ini polisi masih melakukan penyelidikan terhadap kasus itu, termasuk terkait kondisi kejiwaan pelaku.
NW terancam dikenakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.