Sebelum melakukan perjalan, Bowo sudah merancang beberapa strategi agar tiba ditujuan. Mengingat usianya yang tak lagi muda, ia memolorkan target sampai ke kampung halaman satu hari lebih lambat.
Baca juga: Lebaran, Pedagang Kuliner di Solo Wajib Pasang Daftar Harga Menu dan Minuman
"Tahun-tahun sebelumnya lima hari, kali ini saya molorin jadi enam (hari). Maklum, faktor tenaga. Jadi, kalau malam malah saya gas, pagi sama siang istirahat, lalu sore-sorean jalan lagi," ujar dia, sembari tersenyum.
Dia mengatakan, istri dan anaknya akan menyusul menjelang H-1 Lebaran. Saat ditanya apakah istri dan anaknya tahu, ia mengatakan sudah biasa.
"Istriku sama anak nyusul H-1 bawa mobil. Jadi, nanti pas pulang baru kita bareng. Sepeda saya pretelin masuk mobil. Sing penting aku info ke mereka sudah sampai mana dan lagi apa," kata dia.
Menurut dia, alasan tak lagi mengayuh sepeda saat pulang lebih karena sudah habis tenaganya. Selain itu, euforia pulang kampung juga sudah hilang.
"Semangat saat mudik itu ada, beda dengan saat pulang. Saya tuh kalau istirahat di emperan atau masjid, banyak kenalan, ngobrol. Nanti saat masuk Pantura, kadang ketemu yang sepedaan juga, lalu bareng deh," kata dia.
Suka duka
Momen mudik yang padat kendaraan baginya justru situasi yang baik, karena laju kendaraan cenderung tak secepat saat hari biasanya. Dengan begitu, ia bisa lebih tenang mengayuh sepeda di jalan raya, apalagi saat melintas wilayah rawan yakni Pantura.
Baca juga: Sopir Bus Angkutan Lebaran di Solo Jalani Tes Kesehatan
"Justru saat mudik ini malah enak, Mas, bus-bus di Pantura enggak kenceng kaya biasanya. Tapi, jujur, aku lebih takut sama motor, banyak yang sembrono," ucap dia.
Suka duka perjalanan yang jauh ini menurut dia cukup banyak. Mulai diberhentikan sama polisi dan masyarakat hanya untuk sekadar selfi, sampai yang dirasa kurang mengenakkan itu kerap dianggap seperti orang yang butuh bantuan.
"Gini loh, Mas, kadang lagi istirahat di jalan mau rokok-an gitu, tahu-tahu ada orang samperin kasih uang dan lain-lain. Walah, aku yo isin (malu) saya tolak, kadang lagi makan di warteg pas mau bayar, eh kata kasirnya sudah ada yang bayarin enggak tahu siapa," ungkap dia.
Namun, dia menganggap semua itu rezeki dan bagian dari hobinya melakukan petualangan. Ia berharap, masih kuat untuk mengayuh sepedanya sampai tujuan sesuai target perjalanan, sehingga bisa berkumpul dan Shalat Id bersama keluarga di kampung halaman.
Bagi pemudik yang bertemu denganya di jalan dan ingin mengobrol atau foro, silakan menegur dan menyapanya, ia dengan senang hati akan meluang waktunya sejenak.