Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Xavier Quentin Pranata

Xavier Quentin Pranata adalah penulis buku-buku inspirasi kehidupan. Pernah menjadi wartawan dan Pemimpin Redaksi Majalah Bahana. Tulisan-tulisan inspiratifnya tersebar di berbagai media.

Self-Fulfilling Prophecy Haris Simamora, Kesantunan Berbahasa, dan Call of Duty

Kompas.com - 19/11/2018, 08:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NGEBUT, benjut!”

“Dilarang kencing di sini kecuali anjing!”

“Membuang sampah di sini masuk neraka!”

Pernah lihat pengumuman seperti itu?

Rasanya juga baru kemarin saya mendengar ungkapan “Pemahaman nenek lo!” Apalagi filmnya sedang happening. Ya, kalimat itu diucapkan oleh Ahok yang dianggap ceplas-ceplos dalam mengungkapkan emosinya.

Ada bahaya tersembunyi maupun terang-terangan dari pengumuman atau ucapan yang terkesan kasar dan mengancam seperti itu.

Buktinya ini. Meskipun diidolakan banyak orang, Ahok pun punya haters yang cukup banyak. Pucuk gunung es kebencian inilah yang ditumpahkan keluar ketika ucapan Ahok diprotes dan diunggah ke media sosial yang berujung tragis: masuk penjara.

Kasus yang sama berujung ke pembunuhan satu keluarga yang dilakukan oleh Haris Simamora. Berdalih karena sering dihina dan dikata-katai tidak berguna, Haris merencanakan dan melakukan pembunuhan sadis dengan linggis.

Ancaman adalah bahasa politik "baru"

Sebenarnya, aksi ancam mengancam ini sudah terjadi sejak dulu. Selama pemerintahan Orde Baru, sudah menjadi rahasia umum bahwa orang yang tidak memilih partai tertentu dan memilih partai lain bisa kehilangan pekerjaan, minimal kariernya terhambat.

Bahasa yang mengancam itu sekarang justru dipakai secara masif.

Misalnya saja, ancaman bahwa Indonesia akan bangkrut pada tahun 2030. Jika negara tidak dikelola dengan baik, tempe yang sudah setipis ATM pun bakal tidak terbeli.

Pada Pilgub DKI kemarin, ancamannya lebih nyata. Jika memilih cagub tertentu, jika mati mayatnya tidak disalatkan. Tidakkah ancaman yang mengikutsertakan agama seperti itu mengerikan?

Politik identitas yang mengeksploitasi SARA jelas sangat berbahaya. Orang yang menghimbau masyarakat untuk merajut kembali tenun kebangsaan pun bisa memakai politik identitas ini untuk memenangkan pemilihan atau paling tidak membiarkan hal melenceng ini terjadi.

Bukankah pembiaran pun memiliki konsekuensi serius? Api kecil yang dibiarkan menyala bisa membakar seluruh hutan. Penebangan liar bisa menyebabkan banjir dan tanah longsor.

Pembunuh tubuh dan karakter

Bahasa yang tidak santun terbukti bisa berakibat fatal. Di dalam kasus Haris Simamora yang membantai majikan dan keluarganya sendiri berasal dari bahasa kasar yang dia terima.

Ada permainan logika yang menarik untuk diulik. Haris membunuh karena dihina sebagai orang yang tidak berguna. Sebaliknya, ketika dia melakukan pembunuhan karena tersinggung membuktikan bahwa dia benar-benar tidak berguna. Baca juga: Polisi: HS Bunuh Satu Keluarga di Bekasi karena Sering Dimarahi

Dunia psikologi menjulukinya ‘self-fullfilling prophecy’ alias nubuat yang digenapi sendiri.

Di samping pembunuhan fisik, bahasa yang tidak santun bisa membunuh karakter seseorang. Percakapan mesum yang menguar dari wilayah pribadi ke wilayah umum membuat seseorang bisa tersandung hukum.

Foto surat Baiq Nuril dan anaknya, R, yang ditujukan kepada Presiden Jokowi.Twitter: Muhadkly Acho/MuhadklyAcho Foto surat Baiq Nuril dan anaknya, R, yang ditujukan kepada Presiden Jokowi.

Percakapan mesum yang dilontarkan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, M, kepada Baiq Nuril Maknun yang dia rekam sebagai sarana jaga-jaga pertahanan diri ternyata jadi membesar setelah diserahkan kepada seseorang dan dilaporkan ke dinas pendidikan.

Meskipun lolos di pengadilan daerah, Baiq Nuril dinyatakan bermasalah di pengadilan tinggi dan dihukum 6 bulan serta membayar denda Rp 500 juta. Baca juga: Saat Nuril Masih Memburu Keadilan (1), Ditunda Beberapa Jam, Kejari Mataram Antar Surat Panggilan

Hukuman yang dirasa tidak adil oleh masyarakat baik di dunia nyata maupun maya—warganet—menuai simpati. Koin Nuril sampai tulisan ini saya buat, sudah tembus Rp 200 juta.

Mengapa aksi ini dengan begitu cepat membesar? Karena hukum dianggap tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Sang kepala sekolah yang dianggap ‘modus’ dan ‘menjurus’ ke tindakan asusila lewat percakapan seksnya justru mendapat promosi.

Rakyat sudah semakin cerdas sehingga bisa membedakan mana yang layak dikasihani dan dibantu dan mana yang playing victim.

Sontoloyo, genderuwo dan lagu Charlie Puth

Mungkin karena terlalu jengkelnya dengan maraknya pemakaian bahasa politik yang mengancam inilah Jokowi sampai menggunakan kata ‘sontoloyo’ dan ‘genderuwo’ yang viral itu.

Jika seseorang tidak bisa menjatuhkan lawan karena kinerja dan rekam jejaknya, bisa saja dia memakai strategi argumentum ad hominem, yaitu mencari—lebih tepatnya mencari-cari—celah atau kesalahan orang itu.

Tudingan sebagai pengikut PKI, keturunan Tionghoa, antek-antek aseng dan plonga-plongo merupakan contoh yang gampang sekali dicari jejak digitalnya.

Lalu, apakah tudingan ‘plonga plongo’ bisa diredakan dengan ‘sontoloyo’ dan ‘genderuwo’?

Tampaknya tidak. Yang terjadi justru perang puisi antara para pendukungnya. Jika di film “Dead Poets Society” John Keating—yang diperankan dengan apik oleh Robin Williams—membuat puisi yang “mati” bagi sebagian murid generasi milenial menjadi “hidup” lewat komunikasi yang kreatif, perang puisi antarpolitisi justru membuat kedua kubu sama-sama mati. Menang jadi arang, kalah jadi abu.

Persis seperti kata-kata Duryudana kepada Bima yang mengalahkannya di Padang Kurusetra: “Apa yang didapat dari kemenangan ini selain tumpukan abu di wajahmu?”

Ketimbang mengharapkan munculnya phoenix dari abu kematiannya sendiri, bukankah lebih baik jika kita mencegahnya lebih dulu lewat pemikiran, sikap, ucapan, dan tindakan yang terpadu?

Daripada memviralkan lagu saling serang bukankah lebih baik kita berdendang:

I'm only one call away
I'll be there to save the day
Superman got nothing on me
I'm only one call away

Memakai analogi Charlie Puth, bangsa ini tidak butuh Superman. Ibu Pertiwi butuh, meminjam istilah Suster Teresa, orang biasa seperti kita yang melakukan pekerjaan yang luar biasa. Itulah call of duty kita sebagai orang Indonesia!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Megapolitan
Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Megapolitan
Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Taruna STIP Dipukul Senior hingga Tewas, Kemenhub Bentuk Tim Investigasi

Megapolitan
Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Dedie Rachim Ikut Penjaringan Cawalkot Bogor ke Beberapa Partai, PAN: Agar Tidak Terkesan Sombong

Megapolitan
Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Kebakaran Landa Ruko Tiga Lantai di Kebon Jeruk, Petugas Masih Padamkan Api

Megapolitan
Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas, Pukulan Fatal oleh Senior dan Pertolongan yang Keliru

Megapolitan
Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Dijenguk Adik di RSJ Bogor, Pengemis Rosmini Disebut Tenang dan Tak Banyak Bicara

Megapolitan
Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com