Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jatinegara, dari Rawa Penuh Darah Pasukan Eropa hingga Jadi Kota Maju

Kompas.com - 17/08/2020, 10:22 WIB
Walda Marison,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jatinegara menyimpan banyak riwayat dan kisah. Kawasan yang menjadi salah satu jantung perekonomian warga Jakarta Timur ini tak luput dari coretan tinta sejarah.

Itu terlihat dari beberapa bangunan khas Belanda yang masih berdiri kokoh melawan zaman hingga saat ini.

Sejarah Jatinegara bermula dari sosok seorang yang lahir di Lontar, Pulau Belanda, Maluku bernama Meester Cornelis Senen. Dia adalah seorang yang sangat dihormati pada abad ke-17.  Kala itu, Senen membuka beberapa sekolah dan juga sebagai guru agama Kristen.

Meester Cornelis Senen juga diberi hak oleh VOC untuk mengelola tanah di Jatinegara. Hal tersebut  seperti tertulis dalam buku yang berjudul "Waktu Belanda Mabuk, Lahirlah Batavia"  yang ditulis Alwi Shahab.

Baca juga: Kisah Perjuangan dari Bekasi, Tanah Patriot dan Para Jawara yang Sulit Ditaklukkan Belanda

Awalnya, kawasan yang saat itu diberi nama "Meester Cornelis" hanya berupa hutan. Pelan-pelan kawasan ini bergerak menjadi pusat perekonomian yang mumpuni.

"Kawasan hutan ini cukup cepat berkembang. Padahal ketika itu letaknya jauh dari pusat kota di Pasar Ikan," tulis buku tersebut di halaman 90.

Bangunan-bangunan mulai dibangun. Salah satu bangunan yang masih berdiri sampai saat ini yakni Gereja GPIB Koinonia yang letaknya tak jauh dari Pasar Jatinegara.

Toko kelontong bergaya Cina di Pasar Jatinegara Lama juga mulai terbangun.

Baca juga: Gelora dari Rengasdengklok, Amarah Bung Karno dan Desakan untuk Merdeka

Pembangunan transportasi mulai muncul di kawasan tersebut. Contohnya, jalur kereta sepanjang 15 kilometer yang menghubungkan dengan Pasar Ikan Kota Tua.

Jalan setapak pun mulai dibangun untuk warga.

"Masyarakat dengan santai dan leluasa melewati jalan raya baik pejalan kaki, pengendara sepeda maupun kendaraan bermotor yang jumlahnya masih sedikit," tulis buku tersebut.

Sangking majunya, beberapa kebijakan khusus sempat diberlakukan Cornelis di wilayah itu. Salah satunya mewajibkan warga yang berjalan kaki saat malam hari untuk menyalakan obor.

Hal tersebut dikarenakan sempat terjadi peristiwa salah tembak yang dilakukan petugas polisi saat itu. Kala itu, polisi memerintahkan salah satu warga untuk berhenti karena diduga melakukan perampokan. Karena tidak mau berhenti dan lebih memilih lari, warga itu pun ditembak.

"Dia bukan penjahat. Dia ditembak karena tidak mau menuruti perintah polisi untuk dikejar. Dia mengira yang mengejarnya adalah orang jahat," ucap dia.

Namun setelah masuk ke masa kependudukan Jepang (1942), nama Meester Cornelis bergeser menjadi "Jatinegara" yang masih dipakai hingga saat ini.

Pertumpahan darah di Jatinegara

Bukan hanya kisah pembangunan dan perekonomian maju saja yang terjadi di Jatinegara.

Jatinegara dan Matraman juga pernah jadi saksi bisu pertempuran antar bangsa Eropa di tanah Melayu.

Tepat di samping gereja Koinonia ada kawasan yang dahulu disebut Rawabangke yang kini menjadi Rawabunga. Di kawasan itulah terjadi pertempuran besar antara pasukan Belanda/Perancis melawan Inggris guna mempertahankan Batavia ditahun 1813.

"Banyak korban jiwa dari kedua belah pihak yang mayatnya bergelimpangan di rawa, hingga dinamakan Rawabangke. Banyak yang menyangkan namanya diganti Rawabunga," kata dia.

Sejarah itu juga tercatat dalam pengantar di buku Perang Napoleon di Jawa 1811 (Penerbit Buku Kompas, 2011), sejarawan Asvi Warman Adam menuliskan adanya perang yang terlupakan selama 200 tahun.

”Dua ratus tahun yang lalu, bulan Agustus 1811, terjadi pertempuran yang sangat dahsyat di daerah Meester Cornelis (Jatinegara dan Matraman sekarang) antara pasukan Inggris dan Perancis-Belanda,” tulis dia.

Kini, Jatinegara sudah jadi wilayah padat penduduk, pusat ekonomi dan kawasan rawan banjir Jakarta.

Waktu pun memberikan banyak kontribusi dalam perubahan kawasan ini. Tidak ada lagi pertumpahan darah, tidak ada lagi era pemerintahan zaman kolonial Belanda.  Yang tersisa hanya sejarah dan bangunan khas kolonial yang kini hanya jadi penghias kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Pecat Ketua RW di Kalideres, Lurah Sebut karena Suka Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin

Megapolitan
Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke 'Call Center' dan Medsos

Sopir JakLingko Ugal-ugalan, Penumpang Bisa Melapor ke "Call Center" dan Medsos

Megapolitan
Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Penjelasan Polisi Soal Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ Berubah Jadi Pelat Putih

Megapolitan
Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Cerita Warga soal Tanah di Perumahan New Anggrek 2 GDC Depok yang Longsor Tiap Hujan

Megapolitan
Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Pemecatan Ketua RW di Kalideres Bukan Soal Penggelapan Dana, Lurah: Dia Melanggar Etika

Megapolitan
Kecelakaan yang Libatkan Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ Diselesaikan secara Kekeluargaan

Kecelakaan yang Libatkan Mobil Dinas Polda Jabar di Tol MBZ Diselesaikan secara Kekeluargaan

Megapolitan
Kronologi 4 Warga Keroyok Mahasiswa yang Beribadah di Kontrakan Tangsel

Kronologi 4 Warga Keroyok Mahasiswa yang Beribadah di Kontrakan Tangsel

Megapolitan
Viral Video Pelecehan Payudara Siswi SMP di Bogor, Pelaku Diduga ODGJ

Viral Video Pelecehan Payudara Siswi SMP di Bogor, Pelaku Diduga ODGJ

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com