Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/09/2020, 10:21 WIB
Muhammad Isa Bustomi,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Pondok Pesantren Darut Tasbih di Desa Gelam Jaya, Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Banten berbeda dengan pesantren pada umumnya. Pesantren ini khusus menerima orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaaan. 

Namun kegiatan di dalam pesantren itu tidak berbeda dengan pesantren pada umumnya. Para santri di tempat itu menggelar ibadah, mengaji, mendengarkan tausiyah, dan melakukan ruqiyah.

Pengasuh pondok pesantren itu, KH Rafiudin mengatakan, kegiatan-kegiatan tersebut membuat para santri yang semula punya gangguan kejiwaan lama-lama pulih dan kembali hidup normal. 

"Saya tidak menganggap (mereka) pasien, tapi santri. Karena nama bawa pengaruh mereka jika diakui sebagai santri," kata Rafiudin saat dihubungi, Kamis (3/9/2020).

Baca juga: Polisi Duga Pencuri Ribuan Pakaian Perempuan Punya Gangguan Kejiwaan

Rafiudin sudah menangani orang yang mengalami gangguan kejiwaan sejak 30 tahun lalu. Awalnya dia membawa pulang sejumlah orang dengan gangguan kejiwaan dari pinggir jalan ke kontrakannya di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

"Di sini (Tangerang) itu baru tahun 2000 bulan Ramadhan mulai saya tempati ini, dengan kapasitas tidak lebih dari 50 santri," katanya.

Dia mengatakan, para santri itu mengalami gangguan kejiwaan karena berbagai permasalahan seperti masalah bisnis dan  cinta. Di tempat itu dia kemudian melakukan pendekatan dan mengajak mereka beribadah.

"Pengobatan dialog. Malam itu zikir dan wirid sampai nanti subuh santai, nyapu, ngepel dan duha kemudian sarapan pagi. Waktu ruqiyah malam Selasa, malam Jumat, dan Minggu," kata Rafiudin.

Umumnya yang menjalani pengobatan di tempat itu sembuh atau pulih.

Namun, santri datang silih berganti. Kini santri yang datang tak lagi orang terlantar tetapi mereka yang diantar oleh keluarganya.

"Namun karena ada Covid-19, dari 60 santri dibalikan (sebagian) ke keluarga masing-masing dulu. Jadi saat ini ada 30 santri," ujar dia.

Rafiudin tak mengingat jumlah pasti para santri yang sembuh setelah menjalani pengobatan di pesantrennya itu.

Para santri yang sembuh umumnya sudah menjalani hidup normal dan memiliki berbagai pekerjaan.

Bahkan, ada santri yang saat ini sudah menjadi pengusaha di bidang kuliner di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

"Jadi ada yang bekerja, guru, dan berdagang. Ada yang punya rumah makan besar di Samarinda, itu cabang di sana ada empat. Belum kota lain," uajr dia.

Rafiudin mengatakan, lima tahun lalu santrinya yang kini pengusaha restoran itu mengalami gangguan kejiwaan akibat mendalami ilmu kebatinan. Santri tersebut sampai harus menjalani pengobatan selama dua tahun, melebihi waktu rehabilitasi pada umumnya.

"Tahun 2015 dia masuk, dua tahun berikutnya baru sembuh," katanya.

Saat ini, Rafiudin juga membuat sebuah majelis taklim khusus untuk orang-orang yang mempunyai keterbelakangan mental.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Mama Mau Pergi Demo Dulu, demi Masa Depan Kalian...'

"Mama Mau Pergi Demo Dulu, demi Masa Depan Kalian..."

Megapolitan
Ada 8 Kasus DBD di RSUD Tamansari, 6 Pasien di Antaranya Anak-anak

Ada 8 Kasus DBD di RSUD Tamansari, 6 Pasien di Antaranya Anak-anak

Megapolitan
Pengedar Titipkan Narkoba ke Tahanan yang Lagi Sidang di PN Depok

Pengedar Titipkan Narkoba ke Tahanan yang Lagi Sidang di PN Depok

Megapolitan
Bandar Tembakau Sintetis di Pesanggrahan Terbongkar, Berpindah-pindah Sebelum Akhirnya Pengguna Ditangkap

Bandar Tembakau Sintetis di Pesanggrahan Terbongkar, Berpindah-pindah Sebelum Akhirnya Pengguna Ditangkap

Megapolitan
Berkas Perkara Pembunuh 4 Anak Kandung di Jagakarsa Dilimpahkan ke Kejaksaan, tetapi Belum Lengkap

Berkas Perkara Pembunuh 4 Anak Kandung di Jagakarsa Dilimpahkan ke Kejaksaan, tetapi Belum Lengkap

Megapolitan
Angkot Listrik Bakal Mengaspal di Kota Bogor, Dishub Bakal Seleksi Calon Sopir

Angkot Listrik Bakal Mengaspal di Kota Bogor, Dishub Bakal Seleksi Calon Sopir

Megapolitan
Dinas LH DKI Imbau Warga Terapkan Konsep 'Green Ramadhan' demi Lestarikan Lingkungan

Dinas LH DKI Imbau Warga Terapkan Konsep "Green Ramadhan" demi Lestarikan Lingkungan

Megapolitan
Tarif Tol Jakarta-Cirebon untuk Mudik Lebaran 2024

Tarif Tol Jakarta-Cirebon untuk Mudik Lebaran 2024

Megapolitan
Brankas Beserta Isinya Dirampok, Warga Ciracas Kehilangan BPKB hingga Logam Mulia

Brankas Beserta Isinya Dirampok, Warga Ciracas Kehilangan BPKB hingga Logam Mulia

Megapolitan
JPO Depan Kampus Trisakti Rusak, Pengamat: Merusak Budaya Berjalan Kaki

JPO Depan Kampus Trisakti Rusak, Pengamat: Merusak Budaya Berjalan Kaki

Megapolitan
JPO Depan Kampus Trisakti Sempat Bolong, Pengamat: Mengabaikan Prinsip Memanusiakan Pejalan Kaki

JPO Depan Kampus Trisakti Sempat Bolong, Pengamat: Mengabaikan Prinsip Memanusiakan Pejalan Kaki

Megapolitan
Rumah di Ciracas Dibobol Maling, Isi Brankas Senilai Rp 150 Juta Raib

Rumah di Ciracas Dibobol Maling, Isi Brankas Senilai Rp 150 Juta Raib

Megapolitan
Jadwal Mundur, Uji Coba Lima Angkot Listrik di Bogor Dimulai Awal April

Jadwal Mundur, Uji Coba Lima Angkot Listrik di Bogor Dimulai Awal April

Megapolitan
Rumah Kos di Jagakarsa Jadi Tempat Produksi Tembakau Sintetis Selama 3 Bulan

Rumah Kos di Jagakarsa Jadi Tempat Produksi Tembakau Sintetis Selama 3 Bulan

Megapolitan
Meski Jadi Korban Main Hakim Sendiri, Pengemudi Ford Ecosport yang Mabuk Tetap Ditilang

Meski Jadi Korban Main Hakim Sendiri, Pengemudi Ford Ecosport yang Mabuk Tetap Ditilang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com