Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Advokasi Desak Kapolri Minta Maaf atas Penangkapan 17 Aktivis Papua

Kompas.com - 01/10/2021, 13:18 WIB
Ihsanuddin,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi Papua mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk meminta maaf atas penangkapan dan kekerasan yang dilakukan 17 aktivis Papua.

Penangkapan dan kekerasan itu terjadi saat para aktivis Papua menggelar aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Gambir, Jakarta Pusat, pada Kamis (30/9/2021).

"Tim Advokasi Papua mendesak Kapolri meminta maaf kepada masyarakat Papua atas kejadian pelanggaran penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan, kekerasan, dan kekerasan seksual yang dilakukan terhadap massa aksi Papua," kata salah satu anggota tim advokasi Papua, Michael Human, dalam keterangan tertulis, Jumat (1/10/2021).

Baca juga: Diperiksa Polisi Semalaman, 17 Aktivis Papua Akhirnya Dilepas Tanpa Status Tersangka

Michael mengatakan, dalam aksi unjuk rasa kemarin, peserta aksi tiba di Gedung Kedubes AS pukul 11.00 WIB siang. Saat itu, aparat TNI-Polri telah bersiaga di sana.

Ketika koordinator lapangan hendak mengarahkan massa aksi untuk menyampaikan pendapat, aparat langsung memerintahkan massa aksi untuk membubarkan diri dengan alasan situasi Covid-19.

"Pembubaran massa aksi dilakukan secara paksa dan tanpa dasar, massa aksi didorong masuk ke dalam mobil, lalu dibawa ke Polres Metro Jakarta Pusat," kata Michael.

Akhirnya terjadi kontak fisik dan gesekan antara petugas dan demonstran.

"Pada saat pembubaran, terdapat massa aksi yang terkena pukulan di bagian mata, diinjak, ditendang dan dua orang perempuan Papua mengalami pelecehan seksual," kata Michael.

Baca juga: Polisi Tangkap 17 Aktivis Papua yang Akan Demo di Depan Kedubes AS

Total, ada 15 peserta aksi yang dibawa ke Polres Jakpus. Selanjutnya, aparat kepolisian juga melakukan tindakan penangkapan terhadap dua orang asli Papua di LBH Jakarta. Padahal, mereka sama sekali tidak mengikuti aksi yang dilakukan di Kedubes Amerika Serikat.

"Selain pelanggaran terhadap hukum dan HAM, hal tersebut juga merupakan tindakan rasis dan diskriminatif terhadap orang Papua," kata Michael.

Michael mengatakan, 17 aktivis itu telah dilepas oleh kepolisian pada Jumat pagi setelah ditahan di Polres Jakpus selama sekitar 18 jam. Ia menilai dilepasnya para aktivis tanpa status tersangka itu membuktikan bahwa mereka tidak melakukan pelanggaran apa pun.

Oleh karena itu, ia menilai petugas kepolisian telah melakukan kesalahan fatal dengan melakukan penangkapan dan kekerasan.

Selain desakan meminta maaf, ia juga mendesak Kapolri memerintahkan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan untuk melakukan tindakan tegas pada anggota yang melakukan pelanggaran-pelanggaran baik secara etik, disiplin, maupun pidana.

Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Hengki Hariyadi sebelumnya mengungkapkan, petugas membubarkan aksi unjuk rasa itu untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Ia mengingatkan saat ini Jakarta masih berstatus Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3. Kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan dilarang.

Hengki mengatakan, saat berupaya membubarkan aksi unjuk rasa itu, petugas kepolisian sebenarnya sudah melakukan upaya humanis. Salah satunya adalah dengan mengerahkan petugas kepolisian dengan alat pelindung diri (APD).

"Kami kedepankan polisi yang berseragam APD untuk hindari sentuhan dari mereka. Namun, yang terjadi mereka melakukan perlawanan dan melukai petugas kepolisian," kata Hengki.

Namun, salah satu peserta aksi, Ambrosius Mulait, membantah bahwa polisi menggunakan cara persuasif. Ia mengungkapkan bahwa massa aksi yang berjumlah 17 orang langsung diangkut paksa begitu tiba di depan Kedubes AS.

"Kami belum aksi satu pun, sudah dipaksa naik ke mobil Dalmas (Pengendalian Masyarakat)," kata Ambrosius saat dikonfirmasi, Kamis.

Ambrosius juga menyebut polisi melakukan tindakan represif saat mengamankan peserta unjuk rasa dengan penyemprotan gas air mata hingga terjadi bentrok fisik.

Adapun aksi unjuk rasa yang digelar para aktivis Papua ini bertujuan untuk menyampaikan enam tuntutan, yakni:

1. Aksi dalam rangka memperingati Roma Agreement yang ke-59.

2. Mendesak Presiden Joko Widodo menarik anggota TNI-Polri yang di Papua karena membuat situasi masyarakat Papua tidak nyaman

3. Bebaskan tahanan politik Victor Yeimo yang mengalami sakit dan ditahan di Mako Brimob Jayapura

4. Menolak perpanjangan Otsus karena dianggap sudah gagal menyejahterakan masyarakat Papua

5. Berikan hak untuk penentuan nasib sendiri (referendum)

6. Menolak rasisme dan tuntaskan pelanggaran HAM di Papua

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketika Ahok Bicara Solusi Masalah Jakarta hingga Dianggap Sinyal Maju Cagub DKI...

Ketika Ahok Bicara Solusi Masalah Jakarta hingga Dianggap Sinyal Maju Cagub DKI...

Megapolitan
Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Megapolitan
Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Megapolitan
Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Megapolitan
Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Megapolitan
Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut   Investasi SDM Kunci Utama

Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut Investasi SDM Kunci Utama

Megapolitan
Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Megapolitan
Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Megapolitan
Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Megapolitan
Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Cerita Pelayan Warteg di Tanah Abang Sering Dihampiri Pembeli yang Bayar Sesukanya

Megapolitan
Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Cegah Praktik Prostitusi, Satpol PP DKI Dirikan Tiga Posko di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Oli Tumpah Bikin Jalan Juanda Depok Macet Pagi Ini

Oli Tumpah Bikin Jalan Juanda Depok Macet Pagi Ini

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Komisi D DPRD DKI: Petugas Tak Boleh Kalah oleh Preman

RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi, Komisi D DPRD DKI: Petugas Tak Boleh Kalah oleh Preman

Megapolitan
DPRD DKI Minta Warga Ikut Bantu Jaga RTH Tubagus Angke

DPRD DKI Minta Warga Ikut Bantu Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com