Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Satgas Udara Izinkan Wisatawan Karantina di Wisma Atlet karena Khawatir Dianggap Arogan

Kompas.com - 23/12/2021, 05:25 WIB
Muhammad Naufal,
Nursita Sari

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Lamanya proses untuk menjalani karantina kesehatan gratis di Wisma Atlet dikeluhkan oleh seorang penumpang perempuan dari luar negeri yang tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang.

Keluhan itu terekam dalam sebuah video berdurasi sekitar dua menit yang beredar di aplikasi pengirim pesan WhatsApp.

Peristiwa yang terekam itu terjadi pada Sabtu (18/12/2021) pagi.

Baca juga: Wisatawan dari Luar Negeri Jalani Karantina di Wisma Atlet, Ini Penjelasan Satgas Udara

Seusai mengeluhkan lamanya proses untuk menjalani karantina kesehatan, akhirnya perempuan yang merupakan wisatawan itu terpaksa diberangkatkan Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta ke Wisma Atlet.

Belakangan terungkap, tak hanya perempuan tersebut yang menjalani karantina di Wisma Atlet. Banyak wisatawan lainnya yang memaksa menjalani karantina di Wisma Atlet.

Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta pun terpaksa mengizinkan mereka agar tak dianggap arogan.

Wisatawan perekam video dihukum tetapi tetap karantina di faskes pemerintah

Perempuan perekam video itu mengaku seorang turis. Dia menyebutkan bahwa video itu diambil pada Sabtu sekitar pukul 04.00 WIB.

Dia mengaku sudah menunggu untuk karantina sejak pukul 18.00 WIB pada hari sebelumnya, Jumat (17/12/2021).

Komandan Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta Letkol Agus Listiono mengatakan, waktu tunggu untuk menjalani karantina menjadi lama karena Wisma Atlet ditutup setelah seorang petugas kebersihan di sana terinfeksi virus corona varian Omicron.

Sehingga, Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta harus mengirim para penumpang ke lokasi karantina lain.

Baca juga: Izinkan Wisatawan Karantina di Wisma Atlet, Satgas Udara: Mau Tak Mau, Nanti Saya Dibilang Arogan

Lagi pula, Agus menyebutkan bahwa perempuan perekam video merupakan wisatawan yang tak berhak menjalani karantina di Wisma Atlet.

Sebab, berdasarkan Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19 Nomor 25 Tahun 2021, penumpang dari luar negeri yang diizinkan untuk karantina di Wisma Atlet hanya pekerja migran Indonesia (PMI), pelajar, dan aparatur sipil negara (ASN).

Namun, perempuan itu ogah menjalani karantina berbayar di hotel sehingga Satgas Udara terpaksa mengizinkan dia menjalani karantina gratis di fasilitas kesehatan milik pemerintah.

Baca juga: Wisatawan yang Memaksa Karantina di Wisma Atlet Beralasan Tak Punya Uang padahal Penampilannya Glamor

Karena wisatawan itu menolak untuk dikarantina di hotel, Satgas Udara memberikan hukuman, yakni menempatkan perempuan itu di antrean paling belakang saat proses pemindahan para penumpang pesawat ke lokasi karantina gratis.

Dengan demikian, perempuan yang sudah menunggu karantina kesehatan sejak Jumat malam itu baru berangkat ke lokasi karantina pada Sabtu siang atau sore.

Menurut Agus, hukuman diberikan agar perempuan itu mengubah sifatnya.

"Maka saya taruh paling belakang. Nanti setelah ada penerbangan terakhir, baru dia tak bawa ke Wisma (Atlet). Itu punishment-nya, biar dia berubah," papar Agus.

Banyak wisatawan karantina di Wisma Atlet

Menurut Agus, banyak wisatawan, terutama warga negara Indonesia (WNI), yang tak memahami aturan soal kelompok yang berhak untuk menjalani karantina kesehatan di Wisma Atlet.

Tak sedikit di antara mereka yang memaksa untuk dikarantina di sana.

Akhirnya, Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta terpaksa mengizinkan para wisatawan dari luar negeri menjalani karantina di Wisma Atlet.

Syaratnya, para wisawatan ditempatkan di antrean paling belakang saat akan diberangkatkan ke Wisma Atlet.

Baca juga: WNI yang Pulang Wisata dari Luar Negeri Tak Boleh Karantina di Wisma Atlet, Ini Ketentuannya...

PMI, pelajar, dan ASN didahulukan karena merekalah yang berhak menjalani karantina di Wisma Atlet.

"Dia saya sendirikan, saya kelompokkan, untuk mengikuti jalur setelah yang berhak ke wisma. Dia yang paling terakhir untuk saya kirim ke Wisma (Atlet)," kata Agus.

Tiap harinya, Agus menuturkan, sebanyak 50-60 wisatawan dari luar negeri yang tiba di Bandara Soekarno-Hatta dimasukkan ke Wisma Atlet untuk menjalani karantina.

Padahal, mereka tak berhak menjalani karantina gratis di Wisma Atlet.

"Kisaran 50-60 itu ada setiap hari. Itu yang tidak berhak di wisma. Namun, dia memaksakan diri di wisma, yang tak kasih sebutan angel itu tadi," kata Agus.

Satgas udara khawatir dianggap arogan

Saat ditanya apakah diizinkannya para wisatawan menjalani karantina di Wisma Atlet adalah bentuk pelonggaran, Agus membantahnya.

"Bukan ada kelonggaran. Mau tidak mau, apabila Mas itu kan bagaimana? Digitukan (tidak diizinkan karantina di wisma) aja, saya dibilang tidak manusiawi. Nanti saya sebagai petugas dibilang arogan," ujar Agus.

Baca juga: 2 Anggota TNI yang Tulis Nomor HP di Paspor Mahasiswi Dibebastugaskan dari Wisma Atlet

Agus mengungkapkan, wisatawan yang meminta dikarantina di Wisma Atlet beralasan tidak memiliki uang.

"Alasannya uang. Rata-rata itu, (wisatawan minta karantina di Wisma Atlet) endak punya uang," ungkapnya.

Padahal, menurut Agus, mereka yang meminta untuk karantina secara gratis bertolak belakang dengan penampilannya atau latar belakang perjalanannya di luar negeri.

"Dari segala penampilan glamor dan sebagainya, itu bisa ke luar negeri, jalan-jalan. Dilihat dari paspornya, dilihat dari penampilan, itu berhak (karantina) di hotel, bukan karantina di wisma," papar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Stasiun di Jakarta yang Layani Pembatalan Tiket Kereta Api

Daftar Stasiun di Jakarta yang Layani Pembatalan Tiket Kereta Api

Megapolitan
Kasus Ibu di Tangsel Lecehkan Anaknya, Keluarga Suami Mengaku Dapat Ancaman

Kasus Ibu di Tangsel Lecehkan Anaknya, Keluarga Suami Mengaku Dapat Ancaman

Megapolitan
Sepakat Damai, Eks Warga Kampung Bayam Bersedia Direlokasi ke Rusun Nagrak

Sepakat Damai, Eks Warga Kampung Bayam Bersedia Direlokasi ke Rusun Nagrak

Megapolitan
Tiga Pemuda Jadi Tersangka Pembacokan Polisi di Kembangan

Tiga Pemuda Jadi Tersangka Pembacokan Polisi di Kembangan

Megapolitan
Jadwal Konser Musik Jakarta Fair 2024

Jadwal Konser Musik Jakarta Fair 2024

Megapolitan
Puluhan Warga di Bogor Diduga Keracunan, 1 Orang Meninggal Dunia

Puluhan Warga di Bogor Diduga Keracunan, 1 Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pemalsu Dollar AS, Satu Pelaku WNA

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pemalsu Dollar AS, Satu Pelaku WNA

Megapolitan
Deklarasi Jadi Cawalkot Depok, Supian Suri Ingin Berikan Kebijakan yang Baik untuk Warga

Deklarasi Jadi Cawalkot Depok, Supian Suri Ingin Berikan Kebijakan yang Baik untuk Warga

Megapolitan
Mediasi Berhasil, Eks Warga Kampung Bayam dan Jakpro Sepakat Berdamai

Mediasi Berhasil, Eks Warga Kampung Bayam dan Jakpro Sepakat Berdamai

Megapolitan
Polisi Minta Video Ibu Cabuli Anak Tak Disebar Lagi, Penyebar Bisa Kena UU ITE

Polisi Minta Video Ibu Cabuli Anak Tak Disebar Lagi, Penyebar Bisa Kena UU ITE

Megapolitan
Kronologi Polisi Dibacok Saat Bubarkan Remaja yang Hendak Tawuran

Kronologi Polisi Dibacok Saat Bubarkan Remaja yang Hendak Tawuran

Megapolitan
Panitia HUT Ke-79 RI Siapkan 2 Skenario, Heru Budi: Di Jakarta dan IKN

Panitia HUT Ke-79 RI Siapkan 2 Skenario, Heru Budi: Di Jakarta dan IKN

Megapolitan
Berkenalan Lewat Aplikasi Kencan, Seorang Wanita di Jaksel Jadi Korban Penipuan Rp 107 Juta

Berkenalan Lewat Aplikasi Kencan, Seorang Wanita di Jaksel Jadi Korban Penipuan Rp 107 Juta

Megapolitan
Deklarasi Maju Sebagai Cawalkot, Supian Suri Cuti dari Sekda Depok

Deklarasi Maju Sebagai Cawalkot, Supian Suri Cuti dari Sekda Depok

Megapolitan
Kondisi Terkini Anak Korban Pencabulan Ibu Kandung, Biddokkes Polda Metro: Psikologis Nampaknya Normal

Kondisi Terkini Anak Korban Pencabulan Ibu Kandung, Biddokkes Polda Metro: Psikologis Nampaknya Normal

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com