BOGOR, KOMPAS.com - Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, saat ini Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tengah fokus menjalankan program strategis yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan, termasuk di dalamnya berkait masalah perubahan iklim.
Bima mengungkapkan, di sisa dua tahun masa jabatannya sebagai Wali Kota Bogor, ia akan terus fokus menyoroti isu-isu lingkungan hidup dan perubahan iklim, salah satunya lewat kebijakan yang telah diterapkannya melalui Program Bogor Tanpa Kantong Plastik (Botak).
"Prioritas Pemkot ke depan di dua tahun yang tersisa dari masa bakti saya dan Pak Wakil, kami akan banyak fokus ke isu-isu ini, selain tentunya transportasi hijau, ruang terbuka hijau, dan isu-isu lingkungan lain," ungkap Bima, Selasa (15/2/2021).
Bima menuturkan, lewat Program Bogor Tanpa Kantong Plastik (Botak) yang berlaku di toko ritel modern dan pasar tradisional itu sukses mengurangi jumlah sampah plastik di wilayahnya.
Baca juga: Bentuk Pemimpin Masa Depan, Sekolah Bogor Raya Jadi Tuan Rumah HSA-MUN 2022
Tercatat, sejak diterapkannya kebijakan tersebut jumlah sampah plastik yang mampu direduksi cukup signifikan yaitu sebesar 10 persen dari total 2,5 ton per hari.
"Mayoritas sampah plastik di Kota Bogor itu berasal dari pasar," kata Bima.
Bima menjelaskan, melalui program atau kebijakan yang telah dijalankannya itu, baru-baru ini Kota Bogor telah mendapat predikat sebagai salah satu kota di Indonesia yang paling peduli terhadap perubahan iklim berdasarkan hasil riset yang dilakukan Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Selain Kota Bogor, ada empat kota lainnya yang turut mendapat predikat yang sama, yaitu Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Bandung, dan Kota Tanggerang," ujar Bima.
Sementara itu, Ketua Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas ITB Suhono Harso Supangkat mengatakan, penilaian kota paling peduli terhadap perubahan iklim itu dilakukan secara khusus untuk mengetahui dukungan kota dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim.
Suhono menyebutkan, indikator yang menjadi tolok ukur riset antara lain dukungan penggunaan energi terbarukan, meminimalisir kendaraan, dan pengelolaan lingkungan.
Baca juga: INFOGRAFIK: Bukti Perubahan Iklim Benar-benar Terjadi...
"Riset juga menilik soal substitusi energi, implementasi kendaraan hemat energi, penggunaan kendaraan umum, penambahan ruang terbuka hijau," kata Suhono.
Ia menyampaikan, indikator-indikator tersebut digunakan untuk melihat seberapa jauh suatu kota dapat mengelola berbagai sumber daya secara efektif dan efisien.
Selain itu, sambungnya, untuk menyelesaikan berbagai masalah serta memberikan layanan yang dapat meningkatkan kualitas hidup warganya.
"Sebuah kota menjadi objek riset karena dewasa ini urbanisasi masyarakat sudah tak terbendung. Akibatnya, kepadatan di perkotaan tak bisa dielakkan. Kepadatan di kota itu membuat kondisi gas karbon tidak terkontrol sehingga memengaruhi iklim," pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.