JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa hari ini menjalani sidang nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan hukuman mati dirinya terkait kasus peredaran narkoba jenis sabu.
Dalam pleidoinya, Teddy menyinggung soal dirinya yang pernah menjabat sebagai Wakapolda Lampung, Kapolda Banten, Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri, Staf Ahli Wakil Presiden, Ajudan Wakil Presiden, sampai Komandan Satuan Tugas Pengamanan Calon Presiden Joko Widodo pada 2013.
"Sederet jabatan itu saya terima secara alamiah tanpa saya menggunakan cara-cara yang kolusi dan nepotisme, terutama pada saat menjabat sebagai ajudan wakil presiden maupun komandan satgas pengamanan calon presiden Joko Widodo," ungkap Teddy, dikutip dari video YouTube Kompas TV, Kamis (13/4/2023).
Teddy menambahkan, jabatan tersebut ia peroleh melalui seleksi yang sangat ketat, selektif, dan sulit, baik di tingkat Mabes Polri maupun Istana.
Baca juga: Bacakan Pleidoi, Teddy Minahasa Yakin Kasus Peredaran Sabu yang Menjeratnya Konspirasi
"Terutama seleksi tentang materi, yaitu track record dalam kedinasan serta tes psikologi yang harus memiliki aspek intelektual, tanggung jawab, kejujuran, pengambilan keputusan, serta aspek ketelitian yang tinggi," jelasnya.
Teddy mengaku dirinya berprinsip bahwa jabatan adalah amanah atau kepercayaan yang harus dilaksanakan dengan penuh integritas dan rasa tanggung jawab yang tinggi.
Kemudian, Teddy juga menyebut soal dirinya yang memperoleh beberapa penghargaan dalam memajukan institusi Polri.
"Saya pun telah memperoleh anugerah Bintang Bhayangkara Nararya dan Bintang Bhayangkara Pratama dari Presiden Republik Indonesia, yang maknanya adalah bahwa saya turut memajukan institusi Polri serta berdinas selama 25 tahun berturut-turut tanpa cacat," kata Teddy.
Baca juga: Pleidoi Teddy Minahasa: Saya Memang Dibidik untuk Dijatuhkan
"Artinya tidak pernah saya melakukan pelanggaran disiplin etik maupun tindak pidana," sambungnya.
Atas segala pencapaian maupun penghargaan yang tersebut, Teddy meminta mejelis hakim untuk menimbang kembali tuntutan hukuman mati yang didapatnya.
"Majelis hakim yang mulia dengan perjuangan saya untuk pencapaian karir tersebut, apakah mungkin saya akan merusak dan menghancurkannya hanya demi uang Rp 300 juta yang telah dituduhkan kepada saya dalam kasus ini," tutur Teddy.
Sebagai informasi, Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam pusaran peredaran narkoba.
Teddy dinilai bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.