JAKARTA, KOMPAS.com - Memburuknya kualitas udara di wilayah DKI Jakarta mengancam kondisi kesehatan masyarakat. Polusi yang tinggi saat ini membuat warga rentan terpapar penyakit.
Di tengah persoalan buruknya kualitas udara yang mengancam kesehatan warga, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono malah berkelakar akan meniup polusi dari kawasan industri di daerah penyangga.
Kelakar itu dia lontarkan saat ditanya soal upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatasi masalah kualitas udara yang memburuk.
"Iya saya tiup saja," ujar Heru sambil memperagakan cara meniup di hadapan awak media, Senin (12/6/2023).
Baca juga: Kelakar Heru Budi Atasi Polusi Udara di Jakarta: Saya Tiup Saja…
Heru tidak menjelaskan lebih lanjut upaya untuk mengatasi masalah polusi udara akibat aktivitas industri di sekitar Jakarta.
Dia hanya mengatakan bahwa masalah polusi udara yang disebabkan oleh sektor transportasi, bisa diatasi dengan mendorong penggunaan kendaraan berbahan bakar ramah lingkungan.
"Ya dipercepat motor listrik, mobil listrik, terus bahan bakarnya yang memang memenuhi syarat. Ya, harus semua pihak mengikutilah," kata Heru.
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Buruk, Orangtua Keluhkan Anaknya Batuk Sesak Nafas
Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyampaikan, memburuknya kualitas udara di Jakarta beberapa waktu belakangan dipengaruhi oleh musim kemarau.
Sub-Koordinator Kelompok Pemantauan Lingkungan Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rahmawati menjelaskan, musim kemarau membuat konsentrasi polutan di wilayah Jakarta meningkat.
"Secara periodik, kualitas udara di Jakarta akan mengalami peningkatan konsentrasi polutan udara ketika memasuki musim kemarau, yaitu bulan Mei hingga Agustus," jelas Rahmawati.
Rahmawati memaparkan, peningkatan konsentrasi polutan di Jakarta sudah terlihat sejak April 2023. Kala itu, rata-rata bulanan konsentrasi PM 2,5 sebesar 29,75 mikrogram per kubik.
Angka ini kemudian naik hampir dua kali lipat menjadi 50,21 mikrogram per kubik pada Mei 2023. Namun, konsentrasi polutan akan berangsur-angsur menurun setelah melewati musim kemarau.
"Akan menurun saat memasuki musim penghujan bulan September-Desember. Hal tersebut terlihat dari tren konsentrasi PM 2,5 tahun 2019 sampai 2023," kata Rahmawati.
Baca juga: Buruknya Kualitas Udara Jakarta dan Kelakar Pj Gubernur Hendak Tiup Polusi dari Kawasan Industri
Di sisi lain, memburuknya kualitas udara di Jakarta tak lepas dari pengaruh emisi yang dihasilkan kawasan industri di wilayah penyangga Ibu Kota.
Menurut Rahmawati, sumber emisi di suatu wilayah akan memengaruhi daerah lain di sekitarnya.
"Karena adanya pergerakan polutan akibat pola angin yang membawa polutan bergerak dari satu lokasi ke lokasi yang lain," kata Rahmawati.
Rahmawati berujar, pergerakan polutan akibat embusan angin menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi polutan di lokasi tertentu. Permasalahan ini juga terjadi di Jakarta dan berimbas pada semakin memburuknya kualitas udara.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan warga negara atas polusi udara di Ibu Kota pada Pada 16 September 2021.
Kendati demikian, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu mengaku belum melihat kerja nyata dari Pemprov DKI Jakarta untuk mengentaskan masalah polusi udara.
"Data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI sendiri mengatakan 2021 dan 2022 status mutu udaranya masih tercemar," kata Bondan kepada Kompas.com, Rabu (7/6/2023).
Baca juga: Kualitas Udara di Jakarta Buruk, Pemprov DKI Diminta Tiru Penanganan Negara Lain
Laporan akhir Pemantauan Kualitas Udara Jakarta 2022 yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menunjukkan status mutu udara di Jakarta masih tercemar.
Jakarta bahkan menjadi wilayah dengan kualitas udara terburuk di dunia versi situs pemantau IQAir pada Selasa (6/6/2023) lalu.
Bondan menambahkan, kewajiban perbaikan kualitas udara itu juga harus dilakukan oleh Pemprov Jawa Barat dan Banten.
Sebab, sumber pencemar udara di wilayah DKI Jakarta tidak hanya bersumber dari transportasi, tetapi juga dari sumber tidak bergerak, yakni industri.
"Jadi apa-apa yang harus dilakukan Jakarta sudah selayaknya dan sepatutnya pula dilakukan oleh Jawa Barat dan Banten, bukan hanya Jakarta," ucap Bondan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.