JAKARTA, KOMPAS.com - Pedagang minuman di Jalan Bekasi Timur IV, Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur, Miswadi (52), merasa resah dan bingung.
Sebab, sejak 2020, tawuran kerap terjadi di lokasi yang akrab disebut Gang Mayong tersebut dan berdampak pada pedagang setempat.
"Jangan sampai ada tawuran lagi deh. Bisa dibilang meresahkan saya sebagai pedagang, dan bikin bingung juga," tutur Miswadi di Asrama Leoni Blok C, Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (11/6/2023).
Wajar saja Miswadi begitu resah. Sebab, menurut dia, dagangannya berpotensi tidak laku terjual.
Baca juga: Tak Takut Jualan di Gang Mayong, Miswadi: Jakarta Keras, Sehari Enggak Kerja, Enggak Makan
Para pedagang harus tutup lebih awal ketika terjadi tawuran. Imbasnya, omzet mereka pada hari itu pun berkurang.
Namun, jika pedagang memaksakan menggelar lapaknya saat tawuran terjadi, ada kemungkinan mereka semakin merugi karena dagangan berpotensi dicuri atau bahkan dirusak.
"Kalau rasa bingung, ya saya pribadi bakal kebingungan kalau dagangan enggak kejual karena tawuran. Bingung dapat uangnya dari mana," jelas Miswadi.
Sejak 1994, Miswadi sudah berjualan di tempat yang sama, yakni di seberang pintu masuk Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
Baca juga: Kisah Miswadi Mengais Rezeki di Gang Mayong yang Rawan Tawuran...
Setiap hari, ia menjajakan dagangannya mulai pukul 08.00 WIB sampai 16.00 WIB.
Jenis dagangannya pun tidak berubah, yakni kolak, es buah, gorengan, minuman kemasan, dan minuman saset.
Untuk kolak dan es buah sendiri, Miswadi tidak hanya menjajakannya setiap bulan Ramadhan.
Animo tinggi dari para pelanggannya membuat dia bersemangat menjual dua menu itu setiap hari, meski saat ini hanya kolak saja.
Sebab, Miswadi sudah tidak memiliki banyak tenaga untuk berbelanja dan menyiapkan es buah.
Baca juga: Berjualan sejak 1994 di Gang Mayong, Warga Bersyukur Dagangannya Tak Pernah Dijarah
Jika tawuran terjadi saat ia sedang bekerja, atau gerobaknya hancur akibat tawuran, dagangan yang telah dia buat maka tidak akan bisa terjual.
"Misalnya, bahan-bahan dagangan udah dibikin. Eh, enggak bisa dijual karena enggak bisa dagang karena ada tawuran. Ini juga bikin bingung cari uangnya gimana," Miswadi berujar.
"Kalau saya sih penginnya selalu damai di sini, enggak ada tawuran. Kalau ada tawuran, saya yang pusing. Untungnya juga enggak ada dari tawuran," imbuh dia.
Miswadi tidak menampik, sejauh ini dirinya merasa aman berdagang di sana karena tawuran lebih sering terjadi pada malam hari atau dini hari.
Namun, jika tawuran terjadi pada siang atau sore hari pun, Miswadi menegaskan bahwa dirinya tidak gentar.
Baca juga: Warga: Suka Ada yang Mancing Tawuran di Gang Mayong
"Berdagang kan untuk cari uang ya. Jakarta keras. Sehari enggak kerja, besok enggak bisa makan. Jadi ya berdagang aja," tutur dia.
Sebagai informasi, sebagian besar orang lebih mengenal Jalan Bekasi Timur IV sebagai Gang Mayong.
Mayong sebenarnya adalah nama salah satu gang di RW 07, dekat Jalan Bekasi Timur IV.
Namun, tawuran sering terjadi di jalanan itu antara warga Gang Mayong dari RW 07 dan warga dari RW 08. Karena itu, kawasan tersebut sering dilabeli Gang Mayong.
Tawuran besar terbaru terjadi pada 20-21 Mei lalu. Tawuran pertama terjadi pada Sabtu sekitar pukul 15.45 WIB. Pemuda RW 07 disebut menyerang pemuda RW 08.
Dua orang mengalami luka serius akibat disabet senjata tajam sehingga harus dirawat intensif di Rumah Sakit Persahabatan.
Kemudian, tawuran berlanjut pada Minggu pukul 16.00 WIB. Aksi tersebut menyebabkan terbakarnya kendaraan roda dua dan sangkar burung.
Atas peristiwa itu, polisi meringkus total tujuh orang yang terlibat penganiayaan dan perusakan kendaraan.
Rupanya ada pelaku yang bukan berdomisili di daerah itu, melainkan di Matraman dan Kampung Makassar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.